Di Puskesmas Wamena Kota "keahlian" Yusup kian terasah. Sebenarnya ia tidak boleh memberi obat kepada pasien, karena ia tidak pernah belajar secara formal di bidang medis.
Tetapi karena petugas kesehatan waktu itu sangat minim, jadilah Yusuf diperbolehkan memberikan obat untuk penyakit ringan seperti batuk dan diare. Dari kebiasaan ini, Yusup diangkat sebagai kader kesehatan oleh Puskesmas Wamena Kota.
"Tukang Obat"
Kala itu Popukoba masih menjadi bagian dari Distrik Wamena Kota. Karena keterbatasan tenaga kesehatan dan Yusup dinilai terampil menangani penyakit-penyakit sederhana, ia diperlengkapi dengan obat-obatan ketika pulang ke Popukoba. Sebulan sekali, ketika obat telah habis, ia kembali lagi mengambil di Puskesmas. Pekerjaan ini menjadi rutinitasnya di luar pekerjaan utamanya sebagai petani.
"Jadi orang panggil saya Bapa Mantri atau tukang obat. Saya lucu saja, karena saya tidak ada pendidikan perawat. Hanya pengalaman saja," kata Yusup tertawa.
Meskipun harus jalan kaki 12 jam pergi-pulang, Yusup tidak menyerah. Soalnya, hanya dia satu-satunya yang tahu tentang obat di kampung Popukoba.
Tetapi kelelahannya segera terbayar ketika ada ibu yang datang melapor bahwa anaknya telah sembuh dari diare atau batuk. Ini energi baru buat Yusup. Ia merasa bermanfaat bagi sesama.
"Saya senang sekali ada yang datang lapor kalau anak bayi yang saya kasih obat sudah berhenti demam atau mencret. Atau ada orang tua yang bilang terima kasih batuknya berkurang. Saya senang sekali itu," ucap Yusup.
Sejak ia rajin memberi obat, penyakit-penyakit yang kerap diidap warga di kampungnya sedikit berkurang , terutama diare dan batuk. Yusup menarik kesimpulan, obat-obatan yang ia berikan sangat bermanfaat. Tetapi kalau ada penyakit yang menurutnya harus ditangani di Puskesmas, ia sukarela menemani pasien datang ke Wamena.
"Biasanya TB (tuberculosis). Kalau saya lihat tanda-tanda seperti badannya kurus, sesak nafas dan batuk-batuk terus, saya anjurkan untuk dibawa ke Puskesmas di Wamena Kota untuk diperiksa dahaknya. Kalau positif, saya akan mengawasinya minum obat sampai tuntas enam bulan," kata Yusup.
Kader MTBSM
Tahun 2010 WVI mencetuskan Program MTBSM, dan menjalin kerjasama dengan Pemda Kabupaten Jayawijaya, Kementerian Kesehatan dan Unicef.
Mereka prihatin dengan tingginya angka kematian bayi di Jayawijaya. Data Unicef menyebutkan, dari 1.000 kelahiran hidup ada 122 bayi meninggal.