Lebih jauh, kata Regi, para kader menunjukkan cara hidup yang bisa dicontoh oleh warga kampungnya. Mereka berkebun dan menanam sayur-sayuran. Para kader juga memelihara ayam atau kelinci sebagai sumber protein.
"Mereka tidak sekadar bicara tetapi melakukannya sendiri. Ini nilai lebih yang diberikan oleh WVI," aku Regi.
Dan para kader mau bekerja. Padahal tidak semua mendapatkan  honor dari  pemerintah. "Mereka mau jalan padahal tidak dibayar. Kalau pun dibayar, jumlahnya tidak banyak. Para kader betul-betul mengabdi," ujarnya.
Honai Tunggu
Karena ibu-ibu yang akan melahirkan datang dari kampung-kampung yang jauh, Regi dengan persetujuan Kepala Puskesmas Asologaima  mendirikan sebuah honai di kompleks Puskesmas Asologaima.
"Kita kasih nama honai tunggu, karena di sini mama-mama yang mau melahirkan tinggal satu minggu sebelum dan sesudah  melahirkan untuk pemulihan. Tapi biasanya mereka hanya tahan dua hari setelah melahirkan. Mereka tidak betah dan minta pulang," kata Regi.
Para ibu yang mau melahirkan menurut Regi tidak nyaman tidur di ranjang rumah sakit. Mereka terbiasa tidur dalam honai. Bahkan ada yang sama sekali tidak mau.Â
Honai Tunggu didesain berbeda daripada honai pada umumnya. Terdapat jendela pada masing-masing sisinya agar udara leluasa keluar-masuk. Sementara bubungan dibuat terbuka sekitar 30 cm, sebelum ditutup dengan atap di atasnya. Asap perapian mudah keluar dari bubungan. Tidak terhirup oleh penghuni.
"Honai ini didesain WVI. Mereka juga membantu pembiayaan meskipun tidak semuanya," aku Regi.
Bidan Regi boleh lega. Sebagian dari tugasnya bisa ditangani kader MTBSM. Kehadiran kader membuatnya optimis angka kematian balita dan ibu hamil bisa ditekan lebih rendah lagi di Kabupaten Jayawijaya.