Sebagai gereja modern saat itu, kata dia, pemerintah dan gereja bekerja berdampingan untuk menegakkan cita-cita masyarakat Kristen. Memang,kata Yusak, pada tahun-tahun pertama, hampir semua anggota dan petugas adalah orang Eropa. Tetapi kegiatan PI di rumah, asrama dan gereja yang melibatkan orang pribumi memberi jalan munculnya orang Kristen lokal di Jawa.
Hal yang sama juga dilakukan semua gereja Gereformeerd sezaman, baik di negeri Belanda maupun di koloni-koloni Belanda yang ada di berbagai tempat di wilayah VOC dan WIC -- kongsi dagang Hindia Timur, dan kongsi dagang Hindia Barat -- di Karibia dan Amerika Utara: Nusantara, Vietnam, Thailand, Jepang, Taiwan, Srilangka, Malaka, Afrika Selatan, bahkan di Karibia.
Tetapi bagi peminat sejarah kekristenan di Indonesia, penelitian yang dilakukan Yusak ini tidak lazim sebab berfokus pada Pekabaran Injil pada periode abad ke-17 dan ke-18. Sementara sejarah kekristenan yang banyak dipelajari-dan menjadi patokan penginjilan secara internasional ke luar Eropa-berasal  dari abad ke-19, dengan terbentuknya LMS di Inggris dan diutusnya para misionaris Eropa dan kemudian juga Amerika. Sejarah PI ini pula yang sampai sekarang masih sering diajarkan di  sekolah-sekolah teologi. Bahwa abad pekabaran injil adalah abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, bukan abad ke-17 dan ke-18.
Beda pendapat ini tak menjadi soal bagi Yusak Soleiman.
"Saya justru hendak mengajak peminat sejarah memahami lebih baik sejarah dari periode yang seringkali tidak dipahami, bahkan disalahpahami, karena berbagai keterbatasan dan juga karena hambatan ideologis-historis orang Indonesia," kata Yusak yang disertasinya  The Dutch Reformed Church in Late Eighteenth Century Java---An Eastern Adventure telah dibukukan dengan judul Pangumbaran Ing Bang Wetan (BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2012).
Dalam perkembangannya, kata Yusak, pemahaman Pekabaran Injil versi abad ke-19 ini sudah semakin ditinggalkan, baik dari segi konsep/teori maupun penerapan. Semakin luas orang yang menyadari bahwa pekabaran injil bukan semata-mata seperti yang terjadi pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 yakni, pertobatan bangsa-bangsa, penambahan jumlah orang Kristen, bertambahnya gedung gereja, kampung kristen dan lain sebagainya.
Sebagai sejarawan Yusak menawarkan persepektif yang tidak terlalu terbelenggu pada paradigma lama mengenai misi atau pekabaran injil.
"Buku saya menjelaskan bahwa orang-orang Kristen pada periode abad ke-17 dan ke-18 sebelum badan-badan PI internasional berdiri pada abad ke-19 sudah mempunyai pandangan dan praktik misinya sendiri."
Gereja-gereja di Indonesia yang dibesarkan oleh para misionaris abad ke-19, kata dia, seringkali tidak bisa melihat lebih jauh daripada era abad ke-19 yang telah membesarkan mereka.
"Saya sendiri, setelah mempelajari sejarah Kekristenan Barat dan sejarah perjumpaan Eropa dan Asia-Afrika, secara khusus sejarah kolonial, baru bisa melihat nuansa perbedaan kolonisasi abad ke-16 hingga ke-18 dan kolonialisme-imperialisme pada abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, berikut gerakan dan dinamisme yang namanya missi atau Pekabaran Injil," kata Yusak Soleiman. Â Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!