Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Jalan Kopi Widya Pratama

3 Agustus 2022   16:53 Diperbarui: 23 Agustus 2022   10:25 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Widya Pratama, generasi kedua pemilik Kopi Aroma Bandung (Foto: Lex)

Kalau mau kopi  enak silahkan ke Bandung. Saya rekomendasikan Kopi Aroma. Ia sudah menjadi "trademark" kota ini. Ia punya nama harum. Bukan saja karena sejarah panjangnya. Tetapi terutama karena kualitas dijaga sangat baik.

Suatu pagi yang basah, beberapa tahun lalu, saya menyusup ke dalam pabriknya di Jalan Banceuy 51 Bandung, Jawa Barat.

Aroma kopi sudah menyebar di udara sejak di tikungan pertama. Buru-buru saya lompat dari Bus Damri yang saya tumpangi dari Terminal Leuwipanjang. Penanda yang diberikan kepada saya hanyalah "aroma kopi yang kuat di Banceuy". Jika aroma kopi terhirup, turunlah di sana, pesan teman.

Saya beroleh ijin masuk ke "dapur" belakang. Ruangan yang dibatasi pintu berwarna coklat dari kayu jati, sebab di bagian depan adalah toko dengan deretan tepung kopi yang sudah dibungkus. Saya ikut menyangrai kopi bersama Om Widyapratama. Ikut berpanas-panas "mengoreng" kopi dengan mesin roasting bikinan Jerman tahun1936 merk Probat. Bahan bakarnya dari kayu.

"Maaf, kita ngobrol sambil saya bekerja ya. Lagi goreng kopi," ujarnya.  Sebentar-sebentar ia berlari ke perapian, mengecek kematangan kopi.  Lalu balik lagi ke toko.

"Pagi sampai siang saya tukang kopi. Sore sampai malam saya mengajar," ujar Om Widya.

Om Widya generasi kedua pemilik kopi ini sejak didirikan pada 1930. Ia juga mengajar di perguruan tinggi. Ayahnya, Tan Houw Sian, kelahiran Indramayu,  bekas pegawai perkebunan kopi Belanda yang memilih berwiswasta dan mendirikan Kopi Aroma ini. 

Tak ada rahasia. Kecuali perlakuan khusus terhadap kopi. Yakni di"peram" hingga bertahun-tahun lamanya. Biji kopi disimpan dalam karung goni, di atas loteng. Kopi Arabika disimpan rata-rata  selama 8 tahun dan robusta 5 tahun. Agar tak berjamur, semua kopi ini dijemur secara berkala. Dengan disimpan lama, rasa asam pada Arabica berkurang jauh dan kafein robusta turun  banyak. Hanya itu rahasianya!

"Banyak pelanggan kami adalah penderita sakit maag," kata Om Widya. Padahal kalau Anda datang ke dokter dan terdeteksi sakit maag, saran dokter antara lain: Jangan minum kopi.

Dua karyawan yang setia membantu Om Widya
Dua karyawan yang setia membantu Om Widya "menggoreng" biji kopi (foto: Lex)

Kopi Aroma hanya ada di Bandung. Ia tidak buka cabang di mana pun. Juga tidak jual secara online. Juga tidak buka cafe. Jadi kalau mau minum, silakan datang ke Banceuey, antri ramai-ramai untuk mendapatkannya.

Suatu kali saya jumpa Kopi Aroma di salah satu Cafe di dekat Kantor Pos Cikini. Dijual ulang. Pemiliknya pas ke Bandung, beli dua bungkus kopi ini.

Memang pembelian dibatasi. Hanya boleh dua bungkus kopi arabica dan dua bungkus kopi robusta. Kalau kopi yang disangrai hari itu habis, silakan datang esok hari. Antri lagi.

"Kopi ternama, apakah tidak ingin dikembangkan lebih besar," tanya saya pada Om Widya.

"Buat apa?" sergahnya.

Sebab ia sudah merasa cukup dengan apa yang dipunyai. Enough is enough! Bahkan ia membiayai sebuah panti asuhan yang menampung anak-anak cacat ganda di selatan Bandung. Ia mengajak saya ke sana hari itu.

Penampilan Om Widya tak berbeda dengan karyawan-karyawannya. Mereka memakai kemeja dan celana berwarna coklat dengan model yang  sama. Tetapi seragam Om Widya tampak lebih lecek. Bajunya penuh corengan jelaga dan kopi. Tangan, dahi dan pipinya hitam. Apalagi kuku-kukunya. Ia lebih "kotor" dari yang lain.

"Kami di sini satu keluarga. Sudah kenal lama sekali. Kami harus saling mendukung satu sama lain," terang dia.

Jujur dan tidak memikirkan diri sendiri, dua nilai yang menjadi prinsip dalam kehidupan Om Widya. Nilai-nilai ini ia pelajari dari orang tuanya.  

"Ayah saya dan juga ayah angkat saya Prof. Soemitro mengatakan dalam harta yang kita miliki ada harta kaum miskin di dalamnya.  Jadi kita tak bisa sembarangan memakainya. Dalam Kekristenan kita juga diajari untuk berpihak kepada yang lemah dan miskin, kan?" begitu anggota Gereja Katolik Katedral Bandung itu.

Rochmat Soemitro adalah profesor hukum pajak di Universitas Padjadjaran, Bandung. Om Widya mengakui Prof. Soemitro telah ikut menentukan jalan hidupnya.

 "Saya tidak tahu bagaimana mereka bisa bersahabat. Prof Soemitro seorang Muslim dan ayah  saya Kong Hucu. Saya dapat ilmu kopi dari ayah dan ilmu ekonomi dari Prof Soemitro," ucapnya. Mengajar di almamaternya adalah  cara dia berterima kasih kepada Prof Rochmat Soemitro.

Tepung kopi siap jual (Foto: Lex) 
Tepung kopi siap jual (Foto: Lex) 

"Saya menjadi siapa saya hari ini karena profesor," aku Widya.

Widya berprinsip harta hanya titipan Tuhan.  Karena itu jangan serakah. Tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan milik kita.

"Waktu lahir kita tidak membawa apa-apa, demikian juga kalau mati nanti. Jadi jangan serakah. Kita setiap hari berdoa 'berilah kami rejeki hari ini' bukan? Jadi kalau sudah ada ya, jangan serakah. Bagikan juga kepada yang lain," ujarnya.

Demikian pula keyakinannya soal rejeki. "Jangan khawatir. Sudah diatur yang  di atas. Saya ini saksi hidup. Kalau kita memberi banyak, akan dapat banyak. Tetapi kalau Anda menumpuknya, rejeki akan tersendat. Saya sudah alami," tegasnya.

Tetapi memberi, kata Widya,  tidak boleh karena terpaksa. "Harus ikhlas. Tidak boleh menggerutu," ujarnya.

"Kalau Anda mau tahu artinya bersyukur, lihat mereka ini," ujar Om Widya di depan anak-anak cacat ganda di pantinya.

Saya terdiam. Juga ketika berada dalam kereta pulang ke Jakarta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun