Sedangkan kandidat Foke-Nara basis dukungannya didapat dari etnis Betawi 48,3 persen dan Sunda 43,1 Persen.Jika dilihat dari demografi pemilih berdasarkan agama, kandidat Jokowi-Ahok disokong 77,1 persen pemilih beragama Protestan dan 76,9 persen pemilih beragama Katolik.
"Jokowi-Ahok ini terlihat menarik keberagaman di masyarakat Jakarta. Kalau dia mampu menarik 100 persen warga Tionghoa, itu sudah dapat 15 persen suara di DKI," papar Saiful.
Hal lainnya yang membuat dukungan Jokowi-Ahok meningkat drastis saat pemilihan adalah mesin parpol yakni PDI-P. Pasalnya, pasangan ini awalnya sulit menembus kalangan masyarakat kelas bawah yang dikuasi Foke-Nara.
Sayangnya dalam survey diatas tidak ada satupun organisasi tionghoa atau pun tokoh tionghoa yang menanggapai hasil survey tersebut sehingga seakan akan survey tersebut menjadi benar adanya dan benar benar di yakini juga di putaran kedua, terbukti hampir di kantong suara jokowi basuki di kawasan pemukiman warga tionghoa , jokowi basuki mengalami kemenangan mutlak
Sempat terjadi ke khawatiran sebagian warga tionghoa dengan memanasnya pertarungan pemilu kepala daerah Jakarta dikarenakan pelanggaran pelanggaran Pemilu dengan menggunakan isu atau sentiment SARA, salah satunya kasus Rhoma Irama yang menyampaikan bahwa orang tua jokowi adalah non muslim dalam sebuah ceramah, belum lagi berbagai isu SARA yang di tujukan kepada Ahok yang sedemikian luar biasa, tak pelak tulisan “anti cina” sempat mewarnai sudut sudut pemukiman warga tionghoa bahkan di Bus Umum, selebaran dan spanduk gelap SARA juga sempat beredar menjelang pemilihan dalam putaran kedua. Ada juga isu bahwa ahok hanyalah boneka prabowo namun semua itu akhirnya tidak di hiraukan oleh pemilih.
Dengan berakhirnya pemilukada Jakarta dengan damai, Menurut Benny G Setiono Ketua Perhimpunan INTI Jakarta kemenangan ini merupakan kemajuan dan hal yang luar biasa. "Kemenangan suara pasangan Jokowi-Ahok adalah bukti bahwa dari etnis Tionghoa juga mampu memimpin bangsa. Mengingat Ahok adalah sosok yang mewakili warga Tionghoa. Sumartono Hadinoto, tokoh tionghoa Solo sekaligus pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) menilai pasangan Jokowi-Ahok diterima rakyat Jakarta dengan tidak melihat latar belakang, suku, agama, ras dan golongan. ”Warga Jakarta telah mengerti bangunan demokrasi dengan memilih figur yang tepat,”