Mohon tunggu...
Alexander the putra simbolon
Alexander the putra simbolon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Direktur Lembaga Pengawas Penegakan Hukum DPC PERMAHI MEDAN

Menulis opini , Diskusi mengenai hukum & politik, dan Mengadvokasi isu hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa 271 Napi Korupsi Termasuk Setya Novanto Mendapatkan Remisi?

24 Juni 2023   19:55 Diperbarui: 24 Juni 2023   20:00 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

seperti kita ketahui bersama warga binaan pemasyarakatan kantor wilayah kemenkumham jawa barat  , khususnya 271 narapidana korupsi  termasuk mantan ketua DPR-RI mendapat remisi khusus hari raya lebaran idul fitri 1444h.

pemberian remisi  kepada pelaku  kejahatan yang tergolong dalam kejahatan  extraordinary crime ( kejahatan luar biasa) dalam hal ini narapidana korupsi  menuai pro-kontra.

pro-kontra tersebut  memiliki  argumen nya masing masing. Tetapi terlepas dari kedua argumen tersebut, penulis akan melihat dari perspektif yuridis.

Prinsip prinsip perlakuan  para pelaku pelanggar hukum

pemberian remisi kepada koruptor  bertalian dengan prinsip prinsip prinsip perlakuan  para pelaku pelanggar hukum.

diawali dengan istilah warga binaan (sebelumnya istilah yang digunakan  narapidana ) yang terdapat pada pasal 1 butir 5 uu no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan  (sekarang terdapat pada pasal 1 butir 5 uu no. 22 tahun 2022 ttg pemasyarakatan) menyebutkan dengan istilah warga binaan pemasyarakatan.

Istilah warga binaan  pemasyarakatan belum familiar di dengar oleh masyarakat, tetapi istilah warga binaan memiliki makna tertentu, sebagai akibat perubahan penjara menjadi lembaga pemasyarakatan  sejak tahun 1964.

atas perubahan istilah itu maka prinsip-prinsip perlakuan terhadap para pelanggar hukum, terpidana dan narapidana sudah berubah dari prinsip-prinsip kepenjaraan menjadi prinsip-prinsip pemasyarakatan. Yang kemudian disebut dengan sistem pemasyarakatan. Apabila sistem kepenjaraan masih lebih menekankan pembalasan (kepada penjahat) sebagai tujuan dari pemidanaan, maka sistem pemasyarakatan lebih menonjolkan kepada 'pemasyarakatan', ialah membina dan mengembalikan pelanggar hukum (narapidana, warga binaan) itu menjadi masyarakat yang baik kembali seperti sediakala sebelum melanggar hukum.

ide sistem pemasyarakatan itu sendiri  untuk pertama kalinya dicetuskan oleh sahardjo (waktu itu menteri kehakiman) pada waktu menerima gelar doktor honoris causa di universitas indonesia, tanggal 5 juli 1963. Ide ini dijabarkan dalam konferensi direktur penjara seluruh indonesia tanggal 27 april 1964 dan menerima perubahan pembinaan dari sistem lama yang ber-dasarkan reglemen kepenjaraan warisan kolonial diganti dengan sistem pembinaan yang berlandaskan pancasila dan uud 1945

Tujuan pemidanaan

prinsip prinsip perlakuan pelaku kejahatan   berhubungan  dengan tunjuan pemidanaan itu sendiri karena sejalan dengan salah satu teori yang sesuai dengan zaman ini.
dalam literatur  ilmu pengetahuan  hukum pidana, dikenal tiga teori tentang tujuan pemidananan, yaiitu teori pembalasan   , teori tujuan dan teori gabungan. Ketiga teori ini dapat di padatkan menjadi dua golongann yaiitu teori pembalasan dan teori kemafaatan. Teori pembalasan lebih mengutamakan kepentingan si korban atau pihak yang dirugikan, yang lebih mementingkan naluri dan nafsu untuk menghukum daripada kepentingan yang lain. Teori pembalasan ini sudah di tinggal kan banyak negara termasuk indonesia dan beralih ke teori ke mamfaatan.

sebaliknya, teori kemanfaatan mempunyai perhatian kepada perlindungan kepentingan umum, supaya tidak mengulangi kejahatan, dan kepentingan perorangan yang menjadi korban, serta perbaikan keadaan pribadi si pembuat kejahatan. Orientasi teori kemanfaatan adalah manfaat hukuman yang dijatuhkan atau dijalankan

Pemberian remisi kepada koruptor
awal dari pemberian remisi kepada narapidna  koruptor  diatur pada PP 28 tahun 2006. Tetapi dengan adanya pp tersebut menuai pro kontra di tengah masyarakat. Hal ini karena menurut masyarakat, korupsi merupakan kejahatan yang merugikan semua  pihak. Jadi mereka menganggap  adanya ketidakadilan bagi pihak yang di rugikan.

sebagaimana  yang kita ketahui  jika hak  itu dapat di tuntut dan harus di penuhi. Mengenai hal ini dalam pasal 10 huruf a uu pemasyarakatan,  semua warga binaan berhak untuk mendapatkan remisi jika memenuhi syarat.
tetapi terdapat perbedaan syarat mendapatkan remisi untuk pelaku kejahatan yang tergolong extraordinary crime seperti di dalam pasal 34a  pp no. 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua pp no. 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan  permasyarakatan. Ketentuan pasal ini magatur syarat yang sangat ketat dan sulit daripada tindak pidana biasa. Salah satunya harus bersedia sebagai justice collaborator (pasal 34 huruf a ). Pemerintah merumuskan syarat yang sukit dalam  pp ini  karena hal ini berangkat dari rasa ketidakadilan  bagi pihak yang di rugikan.

tetapi  syarat sebagai justice  collaborator (jc)  dalam pp no 99 tahun 2012 ini telah di hapus  oleh permenkumham no.7 tahun 2022. Oleh karena itu dapat kita simpulkan dalam peraturan menteri (permen) ini  syarat mendapatkan remisi bagi koruptor dan semua kejahatan yang tergolong extraordinary  crime di permudah.

dihapusnya syarat harus sebagai jc merupakan ketentuan yang tidak tepat, mengingat kejahatan extraordinary crime pasti di lakukan terorganisir, sitematis ,profesional dan dampak nya meluas, tentu pelaku bagian dari sistem yang terorganisir sehingga sangat lah efektif  memberantas kejahatan tersebut  jika pelaku bersedia  menjadi jc. Hal ini menjadi polemik sekaligus menjadi pertanyaan besar bagaimana komitmen pemerintah untuk menguak kasus korupsi.

Fakta  empiris pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan masih kurang atau bahkan tidak efektif.  Karena sebagai salah satu contoh kasus,  abu tholut warga binaan yang di bina dan di nilai berperilaku baik hingga diberikan remisi.

abu tholut, yang pernah dipidana dengan pidana penjara selama 8 tahun. Abu tholut alias mustofa alias imron baihaki, ditangkap di bekasi pada tanggal 8 juli 2003 karena memiliki senjata api, dan kemudian divonis delapan tahun penjara oleh pengadilan negeri jakarta timur pada tanggal 11 mei 2004. Jika hukuman dijalani penuh, semestinya abu tholut baru bebas pada tanggal 9 agustus 2011. Namun karena ada remisi, abu tholut bebas bersyarat pada tanggal 27 agustus 2007. Tiga tahun berselang, polisi kembali menyatakan abu tholut sebagai otak pelaku perampokan bersenjata terhadap bank CIMB niaga.


Penulis adalah Direktur lembaga pengawas penegakan
hukum DPC PERMAHI MEDAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun