Pakaian yang terkoyak atau rusak diibaratkan seperti jiwa yang terkena noda. Ajakan untuk menjahit dan memperbaiki pakaian melambangkan introspeksi diri, pertobatan, dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Sang Pencipta.
6. Bulan BersinarÂ
"Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane"
Bait ini adalah pengingat agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya selama kesempatan masih terbuka. Dalam ajaran Islam, ini mencerminkan pentingnya menunaikan kewajiban selagi masih diberi umur dan kesehatan.
7. Sorakan Kegembiraan
 Yo sorak’o, sorak’iyo
Sorakan kegembiraan di akhir tembang adalah simbol kebahagiaan ketika manusia berhasil melalui perjuangan hidup dengan iman dan amal.
Di Yogyakarta, tembang Lir-ilir sering dilantunkan dalam berbagai acara tradisional, seperti upacara adat, pernikahan, dan syukuran. Kehadirannya menjadi simbol harmoni antara agama Islam dan budaya Jawa. Masyarakat Yogyakarta, yang kental dengan nilai budaya dan religius, memandang tembang ini sebagai warisan penting yang mengandung pesan kebijaksanaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, Lir-ilir mengajarkan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan budaya, serta menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran. Hal ini sejalan dengan semangat toleransi dan kebersamaan yang menjadi ciri khas masyarakat Yogyakarta.
"Salam Rahayu, Matur Nuwun"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H