Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sweet 17th

20 Oktober 2022   12:00 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sudah berlabuh cukup lama di bawah naungan langit Rembang yang senantiasa cerah. Dua tahun lamanya, namun dalam latar waktu yang sama. Rembulan masih bersinar di atas kepalaku, dirgantara mendukung sepasang mataku untuk menilik rupa indah cerahnya itu. Di balik rembusai dedaunan bambu yang lebat, semilir angin malam berembus, acap kali terperangkap di daun telingaku yang sudah mulai memerah karena kedinginan. Namun tak begitu berpengaruh, karena sebelumnya, aku sudah meminta segelas kopi  robusta hangat milik adik kelasku, Rakta.

Malam itu, bersitan masa lalu menghampiri relung pikirku. Dua tahun lalu, di mana aku masih duduk di atas sofa, dengan hati yang gulana, iri dan dengki terhadap romantisnya laku omku terhadap istri barunya itu. Namun bukan itu, bukan itu yang paling mengenang dari bersitan memori kecilku.

"Sebentar lagi sweet seventeen dong?"

Hampir tersedak ampas kopi itu, tetiba habis sampai titik terakhir. Hanya tersisa endapan ampas yang sedikit menjorok ke leher gelas, hampir saja kutenggak.

Kutaruh gelasku di samping meja kerja, di depan laptop yang menyala, di sebuah ruangan yang sepi, tiada suara napas, bahkan jejangkrik langganan rutinan yang lelah berkoar-koar. Malam ini benar-benar sunyi, pikiranku terbuka sepenuhnya, pun dengan kenangan yang terjadi persis di hari ini, di tahun yang berbeda.

Kakiku melangkah sendiri ke arah pintu keluar ruangan itu, menuju alam terbuka, di atas jalan lurus berpaving, di hadapan barisan rumah kepang berlampu kuning hangat, bersahabat. Aku kembali menatap rembulan purnama itu, di tengah kesunyian, memejamkan mata.

 

Hei, sadarlah

Kau menua sekarang

Hidup tak soal senang-senang

Lantas, bagaimana hidup yang tengah kau papah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun