Mohon tunggu...
Aletheia
Aletheia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Pelajar ingusan yang tengah bersengketa dengan kegabutan duniawi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Setengah Jam

1 Juni 2022   12:00 Diperbarui: 1 Juni 2022   12:03 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak lama kemudian, pintu ruang besuk kembali tersibak. Dua orang berperawakan besar datang menghampiri kami, sembari membawakan sekantung plastik berisikan makanan berat. Ditilik dari wajah, sepertinya yang dahulu memasuki ruangan gaul dengan rambut pirangnya.

            “Anas Urbaningrum! Apa kabar?” ujar si rambut pirang seru, sembari menyalami tangan Om Anas yang sudah berdiri menyambut. Sepertinya dia juga teman dekat beliau. Sementara orang kedua, tampak lebih muda dengan setelan minimalis gelapnya, hanya terdiam dan menyaksikan di balik senyum kalemnya.

            Aku tidak mengenal siapa mereka, namun sepertinya kami memiliki motif yang tak jauh berbeda, yakni membesuk Om Anas. Terbukti dari sekantung makanan yang mereka bawa tadi. Beberapa menit terlewati, yang tua tampak akrab sekali berbincang-bincang dengan Om Anas. Yang muda masih mengawasi di sisi yang tua. Dari percakapan ini, aku bisa mengetahui nama mereka. Om Ade berambut pirang. Sedang yang muda dan cenderung santai bernama Om Erwin.

            Hampir satu jam, Om Ade habiskan untuk menceritakan jerih payah, suka dan duka dari upaya yang usai ia lakukan. Berlanjut pada politik dengan nama-nama orang yang tidak pernah kudengar sebelumnya, dan istilah-istilah yang sulit untuk kumengerti. Berbeda dengan Om Erwin. Menurutku, dia adalah orang yang cerdas. Sepintas kudengar riwayat hidupnya, menjadi salah satu pendiri Badan Pelatihan Guru yang jangkauannya internasional. Amazing.

            “Saya bekerja sama dengan para profesor-profesor di UI untuk mengadakan pelatihan kepada SDM guru, khususnya di nusantara. Karena kami menilik adanya problematika yang kerap membudaya di sekolah-sekolah Indonesia, bagaimana caranya murid berkembang, jikalau guru-guru mereka tidak memahami tata cara berliterasi dan berpikir kriris? Nah, tugas kami adalah melatih para guru untuk berpikir kritis juga mahir dalam berliterasi. Kami harap dengan adanya gerakan ini, bisa meningkatkan kualitas SDM guru di Indonesia. Begitu, Pak.”

“Nah. Itulah mengapa saya membawanya ke mari. Hehehe,” sahut Om Ade memecah tawa.

            Kala Om Erwin menerangkan gerakan sucinya, kami semua dibuat bisu seribu bahasa. Pikiranku bergumam kecil. Inilah yang dibutuhkan bangsa, rancangan dan gerakan yang visioner!

“Wah. Hebat sekali. Saya dukung penuh gerakanmu, Win,” tanggap Om Anas yakin.

Sebetulnya, Planet Nufo juga dibangun dengan pondasi yang sedemikian ciamiknya. Bermula dari sepatah kata berbeda, hingga menjadi yang terbaik. Alhamdulillah, aku masih berada dalam naungan mereka yang terbaik.

“Ya sudah, mari kita makan!” ajak Om Anas, seraya Pak Wahyu menghidangkan makanan yang sedari tadi tertumpuk di kantung plastik itu.

Bejibun sekali makanan yang Om Ade bawakan. Ayam bakar, nila bakar, sate paru, dan lalapan, beserta sambal merah memancing selera. Nasi telah terhidang di hadapan, sungkan mengambil beragam lauk, aku memilih sambal dan sate paru saja. Takut seandainya melanggar norma kesopanan yang berlaku. Tak ingin aku dicap sebagai anak yang tidak sopan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun