5) Pengakuan prestasi
6) Sumber Inspirasi
Indikator MotivasiÂ
Menurut M.S.P.Hasibuan, (2005) Sebagai salah satu jenis kekuatan perang, bawahan seringkali dibekali berbagai senjata motivasi, seperti:
- Materil insentif
- Secara khusus, alat untuk memotivasi orang yang disediakan dalam bentuk uang tunai atau barang dengan nilai pasar, memenuhi kebutuhan finansial mereka, kendaraan, tempat tinggal, dan contoh lainnya.
- Non materil insentif
- Yaitu, pemberian khusus, penghargaan/insentif yang diberikan dalam bentuk barang berwujud dan insentif tidak berwujud. khususnya, pemberian insentif dalam bentuk uang tunai, produk, dan hadiah tidak berwujud seperti medali dan sertifikat untuk memenuhi tuntutan keuangan dan menanamkan kebanggaan spiritualitas seseorang.
Budaya Organisasi
Budaya memiliki kemampuan untuk menjadi dimensi integratif yang mengidentifikasi anggota organisasi, yang menjadikannya penting untuk upaya strategis menuju tujuan organisasi. Namun, ada juga kelemahan implisit bahwa "stabilitas" budaya cenderung melemahkan, atau bahkan mencegah, organisasi membuat perubahan. Ada juga dua sisi yang bersaing. Pertama, budaya dapat digunakan untuk menentukan gerakan atau aktivitas kelompok menuju tujuan bersama. Namun, budaya juga dapat membahayakan kesuksesan organisasi jika menumbuhkan rasa puas diri atau kegagalan untuk meramalkan perubahan. Secara praktis, masalahnya adalah bagaimana menyeimbangkan dua elemen yang bertentangan ini sehingga budaya perusahaan dapat dikembangkan dengan cara yang mendukung keberhasilan dan efisiensi organisasi.
Konsep Organizational Culture
Setiap orang mendefinisikan individualitas mereka sendiri. Setiap orang unik dari yang lain. Organisasi juga memiliki karakter yang mungkin bisa disebut sebagai budaya. Istilah "budaya" menggambarkan aturan, nilai, dan pandangan dunia yang ada dalam masyarakat tertentu. Budaya terbentuk dan memiliki sejarah panjang dalam masyarakat dan organisasi; itu tidak tiba-tiba ada atau berkembang dalam sehari. (Watunglawar, 2001).
Budaya organisasi (organizational culture) mengacu pada keyakinan atau nilai-nilai yang luas, konvensi, dan prinsip-prinsip yang ada di dalam organisasi dan dijunjung tinggi oleh sumber daya manusia dari organisasi tersebut. (Dension, 1990).
Schein (2004) memahami organizational culture sebagai anggapan mendasar yang dihasilkan, ditemukan, dan dikembangkan oleh anggota organisasi ketika berinteraksi dengan dunia luar dan berbagai isu yang muncul. Ketika semuanya diinternalisasi dan dipandang memiliki nilai, itu dapat membantu menyusun cara yang lebih baik untuk berada dalam organisasi dan cara menangani masalah apa pun yang mungkin timbul. Untuk mengatur cara berpikir, merasakan, dan bertindak dalam kaitannya dengan berbagai tantangan, terutama yang terkait dengan institusi, setiap anggota organisasi akan belajar dari perspektif ini, begitu juga dengan anggota baru.
Model organizational culture menurut Schein (2004) dalam "Managing Organizational Behaviour" (Baldwin et al., 2013) memiliki tiga level yang nampak, meliputi:
- artifacts atau karakteristik organisasi yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan oleh seseorang yang memasuki budaya baru.
- values atau mendukung tujuan, ide, aturan, standar, dan ajaran moral---ini biasanya level yang dinilai melalui pertanyaan survei., dan
- underlying assumptions atau kejadian yang tidak terjawab ketika orang dalam ditanya tentang nilai-nilai budaya organisasi.
Bagi Schein (2004) esensi ril dari organizational culture terletak pada ketiga level tersebut. Organizational culture merupakan "a system of share meaning held by members that distinguishes the organization from other organization" (Robbin & Judge, 2009b). Budaya organisasi dipandang sebagai seperangkat makna dan keyakinan bersama yang dipegang oleh anggota organisasi yang secara substansial mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku baik di dalam maupun di luar organisasi. Budaya adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan sudut pandang bersama yang dimiliki organisasi dan yang membentuk bagaimana perilaku anggotanya. Konseptualisasi, definisi, analisis, dan kemampuan pemecahan masalah karyawan dengan demikian tercermin dalam budaya perusahaan.
Dari pemahaman di atas, beberapa unsur penting dapat dihasilkan perihal organizational culture, antara lain:
- Pertama adalah persepsi. Persepsi orang tentang budaya organisasi dipengaruhi oleh apa yang mereka amati, dengar, dan temui di sana..
- Kedua, ketika berbicara tentang kebersamaan, orang sering menggunakan kata yang sama untuk mencirikan budaya organisasi meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda atau memegang berbagai posisi di dalamnya. Ini menyinggung unsur-unsur budaya umum..
- Ketiga, Sesuai dengan deskriptornya, budaya berkaitan dengan bagaimana anggota memandang perusahaan, bukan apakah mereka suka atau tidak. Ini tentang menggambarkan, bukan mengutuk budaya.
Dalam Organizational Behavior (Robbins & Judge, 2009a), tersebutkan tujuh karakteristik mendasar eksistensi organizational culture,antara lain:
1) Innovation and risk taking, mengacu pada proporsi pekerja yang dituntut untuk kreatif dan berani dalam mengambil risiko.