Hasan pun mendengar langsung permintaan terakhir ketiganya. Permintaan yang umumnya sama, yakni keinginan bertatap langsung dengan keluarga untuk terakhir kalinya. Keinginan itu ingin dimanfaatkan Suryadi, Jurit, dan Ibrahim hanya utuk mengucapkan satu kata, yakni maaf.
Kata maaf itulah yang sangat ingin diucapkan Jurit. Sebab, atas perbuatannya pada 16 Mei 1997 itu, istrinya kini harus hidup menjadi pemulung. Karena Jurit tak bisa lagi mencari uang, jadilah sang istri menggelandang.
Pengacara Jurit, Nurkholis, mengisahkan istri kliennya itu saat ini harus menghidupi ketiga anak kecilnya dengan memunguti plastik-plastik bekas di Pasar Daerah Jaka Baring, Palembang. “Anaknya ada tiga, terakhir saya ketemu usianya lima tahun, tujuh tahun, yang satu lagi baru masuk SD,” terang Nurkholis yang juga merupakan komisioner Komnas HAM itu.
Mengetahui kondisi keluarganya itu, membuat Jurit semakin nestapa. Dia tak tahu lagi bagaimana nasib keluarganya kelak saat ia mati oleh regu eksekusi. Walhasil, permintaan terakhir Jurit dimanfaatkan untuk mengucapkan maaf pada sang istri dan buah hati atas apa yang telah dan bakal terjadi nanti.
Sama halnya dengan Jurit, Ibrahim pun menginginkan bertemu dengan ibunya pada saat terakhir hidup. Ibrahim memang belum menikah. Dia harus memendam hasrat menikah yang sempat disampaikannya pada Nurkholis. “Dia sempat bilang punya keinginan menikah, bahkan di dalam tahanan.”
Kini, keinginannya hanya satu agar ibunya ikhlas melepasnya menuju kursi mati.
Permintaan bertemu ibu itulah yang hendak disampaikan langsung oleh Ibrahim kepada Hasan Makarim saat keduanya bertemu terakhir kalinya di penjara pada Kamis (16/5) pagi. Kemungkinan bertemu ibu itu jadi sedikit kabar baik bagi Ibrahim.
Ibrahim pun seakan tak sabar untuk membagi kabar baik yang tersisa baginya itu kepada Hasan. Saat menjumpai Hasan, Ibrahim langsung mengucap pada Hasan dengan raut semringah, “Ustaz, saya akan segera bertemu dengan ibu saya.”
Kata dari Ibrahim inilah yang membuat Hasan tersentak. Sebab, di sisi lain, Hasan bertemu dengan Ibrahim pada Kamis pagi untuk memberi tahu kabar buruk. Kabar itu adalah eksekusi mati akan dilakukan malam itu juga. Dengan kata lain, Ibrahim tak akan pernah punya kesempatan bertemu ibunya.
“Saya tidak tega luar biasa karena saat itu juga harus beri tahu bahwa dia akan dieksekusi malam ini, sementara keluarganya baru datang besok untuk menjemput jenazahnya,” ujar Hasan kepada Republika.
Akhirnya, secara perlahan, Hasan memberi tahu pada Ibrahim bahwa dia tak akan bisa membuka mata saat bertemu dengan ibunya esok hari. Sebab, malam inilah waktu baginya dieksekusi mati oleh petugas.