Mohon tunggu...
Abdullah Sammy
Abdullah Sammy Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti Strategi Manajemen dan Sejarah Politik UI

Peneliti Strategi Manajemen dan Sejarawan dari Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hari-hari Jelang Eksekusi

19 Januari 2015   05:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:51 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sisi yang berbeda, seorang pria berpeci menyaksikan Suryadi, Jurit, dan Ibrahim menanti ajalnya di atas kursi. Pria berpeci itu tak lain merupakan sang pembimbing rohani bernama Hasan Makarim.

Hasanlah yang selama ini menemani Suryadi, Jurit, dan Ibrahim menanti kematian di sel Lapas Batu Nusakambangan. Kepada Republika, Hasan mulai mengisahkan hari-hari menjelang ketiga pelaku kejahatan itu dieksekusi.

Suryadi, kata Hasan, sudah puluhan tahun menanti eksekusi mati. Pun halnya Jurit dan Ibrahim yang sejak 1997 sudah mengetahui bahwa hidupnya suatu saat akan diakhiri oleh timah panas tim eksekutor.

Walau begitu, ketiganya belum pernah tahu kapan tepatnya hari kematian itu ditetapkan. “Sampai akhirnya, pada awal 2013, ketiganya diberi sebuah pemberitahuan oleh pihak lapas,” kata Hasan.

Pada Februari 2013, Suryadi, Jurit, dan Ibrahim dipanggil masuk ke kantor Lapas Batu. Oleh petugas lapas, ketiganya yang sama-sama berasal dari Sumatra Selatan ini diberi kabar bahwa eksekusi mati akan segera dilakukan tahun ini. “Tapi, mereka tak pernah tahu harinya kapan,” kata Hasan.

Kabar tanpa kejelasan hari itu sudah cukup meruntuhkan semangat hidup ketiga pria yang mulai termakan usia. Suryadi spontan menangis saat mendapat kabar dari petugas lapas. Jurit dan Ibrahim tak kalah histeris. Mereka memohon-mohon ampun.

Tapi, apa daya, palu hakim Mahkamah Agung (MA) telah diketuk. Peninjauan kembali (PK) ketiganya ditolak.

Kematian kini jadi satu-satunya kepastian. “Ampun ... ampun ... ampun ...” begitu teriak Jurit ketika mendengar kabar eksekusi mati telah dekat.

Pada saat pukulan mental menghantam tiga pelaku kejahatan itu, tugas Hasan semakin berat. Sebab, pria yang juga ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cilacap ini harus membesarkan hati tiga orang yang tahu hidupnya segera diakhiri oleh tembakan mati.

“Ya, tugas itu memang sangat berat secara mental. Kita (saya) juga gak tega melihat ketiganya melalui hari-hari terakhir,” ucap Hasan.

Hasan tetap berusaha membuat ketiganya tegar saat duduk di kursi eksekusi. Mereka lantas diberikan bimbingan rohani rutin dalam sepekan. Selepas shalat berjamaah, ketiganya rutin mendapat siraman rohani secara khusus. Siraman rohani bahwa ada kehidupan setelah kematian. Kehidupan yang mahaadil, lebih dari hukum manapun di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun