Jakarta serta hiruk pikuknya, biasa dijalani oleh Rika sebagai mahasiswi. Gadis itu masih menunggu seorang sahabat yang dirinya anggap pujaan hati. Rika menekuk wajahnya di sudut bangku halte bus menunggu Jimi tiba. Lama berselang akhirnya Jimi datang dengan motor off-road nya.
Di tengah panas terik kota“Kamu udah nunggu lama?” tanya Jimi bernada lemah karena merasa lelah dengan cucuran keringat.
“Iyaa, aku udah nunggu lama banget nih.” Keluh Rika langsung beranjak dari bangku.
“Yaudah, ayo pulang.” Tutur lelaki berjaket kulit itu memberi helm kepada Rika.
Mereka pun pulang bersama siang itu. Gadis itu merasa bete atas perlakuan Jimi yang cuek padanya. Walaupun nada bicaranya selalu lembut dan selalu enak didengar.
Cuek banget sih!. Gumam gadis itu dalam lamunannya.
Tiba-tiba saja terasa guncangan hebat. Sontak Rika langsung memeluk Jimi seraya memejamkan matanya takut. Mereka rupanya baru saja melewati polisi tidur.
“Hahaha. Kamu kenapa?” ejek Jimi terkejut karena pelukan erat gadis itu.
Rika menggeleng tak bisa berkata lagi seraya melepas pelukannya. Dari wajahnya tersimpul tipis senyuman.
“Lain kali, aku peluk kamu lagi ya?” kata-kata itu tiba-tiba keluar dari mulutnya karena tak bisa bohong dengan perasaan sendiri.
“Apaan sih, kamu kok bilang gitu?” Jimi merespon dengan candaan.
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di kediaman Rika. Dalam setiap perjumpaan selalu ada bahagia menyelimuti keduanya. Rika selalu menganggap bahwa Jimi adalah orang istimewa yang sama dengan keluarganya. Walaupun perasaan Jimi hanya sebatas sahabat, tapi hubungannya dengan Rika tetap terjalin baik.
Jimi berpamitan pulang dari sana. Rika melambai pada lelaki itu dari jauh dengan penuh rasa suka. Dalam benak Rika setiap hari, menanti perasaannya dibalas oleh Jimi.
Kira-kira kapan yah, perasaanku dibalas?. Gadis itu membatin dalam baringannya di kasur dengan rambut panjang yang tergerai.
Rika memanglah gadis romantis. Siapa sangka dia sering menggoda Jimi di luar sana. Keseluruhan perbincangan mereka hampir guyonan dan rayuan maut Rika. Gadis itu paling cantik dari seluruh gadis lainnya di kampus. Sungguh ironi jika dipikir oleh orang awam. Jimi sama sekali tidak pernah membalas candaan itu dengan serius. Kata-kata cinta, puisi, dan surat yang Rika buat, semuanya hanya angin penyejuk bagi Jimi.
Hari esoknya, Rika meminta Jimi menemaninya untuk pergi ke kafe. Keduanya berada di satu meja yang sama. Yang membuat Jimi bingung, kenapa bangku di meja itu hanya ada dua. Sedangkan Rika memiliki janji dengan salah seorang temannya saat itu.
“Rika, teman kamu jadi ketemuan?” Tanya lelaki itu dengan wajah yang memucat.
“Tunggu bentar lagi ya.” Jawab Rika memberitahu sahabatnya itu.
Hari sudah mulai gelap, bahkan kopi yang mereka pesan sudah habis tak tersisa.
Berapa lama lagi sih?!. Gumam Jimi berbuntut kesal.
Lelaki itu beranjak dari kursi dan meminta ijin pulang.
“Rika, aku pulang aja ya.” Lelaki itu memalingkan wajahnya ke arah pintu keluar.
Namun gadis itu menahan langkah Jimi dengan menggenggam sebelah tangannya.
“Kamu gak boleh pergi. Sebenarnya ada sesuatu yang aku pengen kasih tau ke kamu.” Tutur Rika bicaranya dengan nada serius.
Jimi pun penasaran dan kembali duduk di kursi itu semula. Lelaki itu mendengarkan dengan seksama apa yang ingin disampaikan oleh Rika. Walaupun kondisinya saat itu sangat lelah.
“Aku cinta sama kamu. Aku cuma mau kamu balas perasaan aku.” Ujar gadis itu berkata jujur dari hati.
Rika mengambil tangan Jimi dan menggenggamnya erat.
“Maafin aku udah buang waktu kamu.” Setelah apa yang disampaikan gadis itu pada Jimi. Keduanya hening selama beberapa detik, saling menatap satu sama lain.
Mata keduanya berkaca-kaca hampir menitihkan air mata.
“Kamu bercanda kan?” Jimi belum bisa menerima apa yang disampaikan oleh sahabatnya itu. Rika pun yang ditanyai tidak menjawab.
“Oke, kamu serius Rika. Tapi maaf, aku bukan orang yang kamu mau.” Ucap Jimi lagi seraya melepas genggaman jemari Rika.
Lelaki itu pergi dengan perasaan sedih meninggalkan Rika sendiri di kafe. Dia bergegas pergi membawa motornya dari sana.
Seketika langit mendung dengan rintik hujan yang turun. Tanah di bumi basah olehnya, termasuk Jimi di tengah berkendara menuju rumah. Hujan itu menggambarkan perasaan sedih dua insan manusia bernama Rika dan Jimi.
Gadis itu merasa kacau karena perasaannya membuat Jimi sedih dan kecewa. Begitupun Jimi yang masih berkaca-kaca dengan perasaan sedih seraya berkendara. Jalan yang dilalui menjadi basah dan licin. Tepat dari arah kanan sebuah mobil menabrak kencang motor off-road Jimi. Membuat lelaki itu terpental ke tengah jalan dan terlindas mobil dari arah sebaliknya.
Hujan pun semakin deras menghujani tubuh Jimi yang tak bernapas. Darah bercecer larut tergenang air. Sementara itu Rika sedang berada di sebuah mobil grab dengan wajah murung. Beberapa kali dirinya mengirim pesan ke ponsel Jimi namun masih ceklis satu.
Sesampainya di rumah, sang Ibu menelpon. Diberitahukanlah kabar musibah yang baru saja menimpa Jimi. Hati Rika seketika remuk mendengar hal itu. Gadis itu langsung bergegas pergi lagi ke rumah sakit di tengah hujan deras.
Setibanya di sana, dia langsung menghampiri Ibu dan Tante Yuna.
“Ibu, Tante. Gimana kondisi Jimi?” tanya Rika cemas seraya mengerutkan dahinya.
Tante Yuna menjelaskan kronologi kecelakaan yang dialami oleh Jimi. Dirinya mengalami luka yang cukup parah dengan kaki patah dan gegar otak. Sekarang lelaki itu masih ditangani oleh dokter.
Di lorong rumah sakit ketiganya menunggu di luar. Rika termenung mengingat kenangan bersama dengan Jimi. Banyak hal indah yang mereka lewati sejak kecil. Walaupun persahabatan mereka terjalin karena persahabatan ibu mereka. Hati Rika saat ini bagai dicabik-cabik karena Jimi yang mengalami musibah. Sama halnya yang dirasakan oleh Tante Yuna.
Penanganan selesai, dokter keluar dari ruangan tempat Jimi beristirahat. Mereka bertiga pun sudah bisa masuk untuk melihat keadaan Jimi. Anak muda itu masih belum sadar dari komanya.
Semalaman sudah, Rika dan Tante Yuna menemani Jimi di samping ranjang tidurnya. Paginya Rika diminta pulang oleh Tante Yuna. Gadis itu kembali berkuliah dengan perasaan sedih dan murung. Rasanya tidak ada penyemangat hidup saat Jimi terbaring lemah di rumah sakit.
Selama kuliah berlangsung, hambar untuknya mengikuti perkuliahan di kampus. Banyak lelaki yang mendekati Rika saat dirinya murung. Tak seperti biasanya, hari ini Rika tidak memberikan sepatah kata pun untuk menolak perasaan mereka. Dua lelaki tampan yang sudah berlutut itu bagaikan angin lalu ditinggal begitu saja olehnya.
Dalam benak Rika, dirinya tidak membutuhkan lelaki romantis kecuali Jimi. Dirinya sendiri saja sudah cukup romantis untuk mempertahankan persahabatannya itu.
Bukan untuk siapa-siapa aku romantis begini kecuali untuk kamu, Jimi. Gumamnya sambil mengambil mawar merah yang pernah diberikan oleh Jimi. Hanya sekali lelaki itu romantis pada Rika. Dan itu menyuburkan persahabatan mereka hingga sekarang.
Bersamaan itu, Rika teringat kembali perkataan Tante Yuna mengenai penyakit yang diidap oleh Jimi. Jimi mengidap gagal ginjal cukup lama. Itu yang menjadi alasan kuat dirinya menolak perasaan Rika.
“Jimi mengidap gagal ginjal, dan dia sangat mencintai kamu.” Tutur Sang Tante berlinang air mata sangat sedih.
Begitu kilasan yang dirinya ingat. Sepulang kuliah, Rika mampir ke cafe yang sering mereka berdua singgahi. Cafe Sun & Marino, tempat mereka menghabiskan waktu bercanda dan saling berdiskusi walau sedikit. Sering sekali Rika berkata serius menyukai Jimi bahkan sampai timbul cinta. Namun saat menanti jawaban itu, Jimi hanya diam atau membalasnya dengan candaan.
Gadis itu masih mengingat waktu pertama kali dirinya berkata suka saat menjadi mahasiswa baru. Jimi hanya diam dan seketika murung tak bisa menjawabnya. Namun seiring berjalannya waktu, dia mulai terbiasa dengan kata-kata yang terlontar dari mulut Rika.
Maafkan aku, Jimi. Aku salah sama kamu. Kalo aja aku biarin kamu pulang waktu itu. Pasti kamu gak akan menderita seperti ini.
Masih dalam lubuk hatinya merasa sangat bersalah dan terus menggumam dalam sepi. Namun masih sama seperti sebelumnya, dari awal hingga akhir di masa depan. Rika akan terus menyukai, bahkan mencintai Jimi selama-lamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H