“ Si Jhonny tiba-tiba semangat untuk lomba bulan depan “ katanya datar
“ oh ya? Bukannya bagus ya? “ balasku tak kalah datar
“ iya sih. Saya yang mungkin tak punya waktu untuk menemani mereka latihan “
“ yaa… iya sih… serahkan saja mereka latihan sendiri. Sisanya baru diarahkan “
Pak Adi diam. Aku diam. Terik matahari mungkin membuat kami sulit untuk berpikir lebih. (baca: malas untuk berpikir lebih)
Keesokan harinya, kutemukan Jhonny tertidur di kelasku. Nyenyak sekali. Badannya penuh peluh. Dengan mulut basah dengan air yang diminum terburu-buru. Aku ingin sekali memarahinya. Rasanya tak pernah kuajarkan kesopanan dengan tertidur pulas di kelas matematika.
“ kau tak akan paham teorema D’hospital ini bila tak mengikuti kelasku dengan baik. Bagaimana caranya mencari limit xkuadrat ditambah 2x per 7x pangkat empat? Bagaimana?“ anak-anak melongo. Sama sekali tak mengerti dengan yang aku katakan.
“ dia akhir-akhir ini latihan tiap hari untuk gerak jalan bulan depan bu. Datang ke sekolah jam 4 pagi dan meminpin latihan teman-teman yang lain. Mungkin dia kurang tidur “ salah seorang menjawab. Aku tertegun saja. Entah bahagia atau bagaimana.
“ di satu sisi itu bagus. Bersemangat. Tapi di sisi lain? Tanggung jawab juga perlu diemban. Tugas utama kalian apa? Sebagai siswa bukan? Menerima pelajaran sehari-hari bukan? “
“ hukum aksi-reaksi bu “ Jhonny terbangun dan melap air liur dari mulutnya. Matanya yang sudah besar itu tambah dibesar-besarkan. Tak biasanya dia begini. Jujur saja. Dia merupakan salah satu murid yang paling tidak kusukai. Peribut dan tidak berisi. Sampai aku membunyikan hukum aksi-reaksi sir Isac Newton. Tampaknya dia setuju dengan gejala alam yang satu itu.
Aku tersenyum saja. “ lanjutkanlah. Timbulkan reaksi yang dahsyat kalau begitu “ tiba-tiba 7 kata berikut mengubah suasana. Aku tetap berkutat dengan rumus D’Hospital yang tidak pernah dimengerti anak-anak. Jhonny tetap tertidur. Dan anak-anak tetap tak tau apa yang harus mereka lakukan dengan rumus D’Hospital ini. Limit oh limit …