Temuan adanya transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 Triliun di Kementerian Keuangan telah mengundang banyak kontroversi. Prof Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) menjadi pelapor dalam kasus ini serta menyatakan ke publik bahwa transaksi ini patut diduga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).Â
Namun, Arteria Dahlan selaku Anggota Komisi III DPR RI menanggapi bahwa pelaporan kasus secara terbuka tersebut bisa berakibat sanksi pidana atas pembocoran dokumen rahasia dari PPATK.
Lantas benarkah demikian?
Merujuk Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disingkat UU TPPU) disebutkan dalam Ayat (1) bahwa setiap dokumen atau keterangan TPPU wajib dirahasiakan. Terdapat ancaman pidana penjara 4 tahun bagi yang tidak menaatinya. Namun, tidak berlaku bagi pejabat/pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim.
Penjelasan Ayat (1) mengungkapkan bahwa dokumen dan keterangan tersebut merupakan rahasia jabatan.
Namun pertanyaannya, apakah Prof. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam termasuk ke dalam subjek-subjek hukum yang dikecualikan dalam Pasal 11 Ayat (3) tersebut?
Jika mengacu pada Pasal 11 itu sendiri maka jawabannya "TIDAK".
Dalam TPPU, Menkopolhukam menjadi pihak eksternal yang seyogianya tidak ada sangkut pautnya. Namun, apakah Menkopolhukam berwenang untuk mengumumkan kepada publik bahwa terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut?
Untuk itu perlu kita ketahui ruang lingkup kewenangan dari Menkopolhukam.