Mohon tunggu...
Aldo Oktavian
Aldo Oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Advertising & Marketing Communication Universitas Mercubuana Jakarta

44321010050 | S1 Ilmu Komunikasi | Fakultas Ilmu Komunikasi | Dosen pengampu : Prof Dr. Apollo M.Si., Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

29 November 2024   01:46 Diperbarui: 29 November 2024   01:46 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana ide kebatinan menurut Ki Ageng Suryo Mentaram?

kalau dilihat dari komponen-komponen yang ada di dalam wejangan pokok ilmu bahagia Ki Ageng Suryomentaram, bahagia itu saat manusia memiliki rasa tentram dan tabah. Sedangkan untuk mendapatkan rasa tentram dan tabah tersebut, harus melalui beberapa step. Jadi dalam rangka mendapatkan kebahagiaan, mengutamakan tahapan-tahapan. Selanjutnya, tahap yang terdahulu haruslah dapat dikerjakan oleh tahapan berikutnya (workable), begitu dan seterusnya, sehingga pada akhirnya terbukti menghasilkan apa yang diinginkan, yaitu tercapainya kebahagiaan.

Di dalam konsep kebahagiaan beliau hakekatnya adalah gerak, sebagai sesuatu yang plural, tidak tetap dan serba "MENJADI" (to become). Untuk menggambarkan gerak tersebut Ki Ageng Suryomentaram menggunakan istilah hukum "mulur-mungkret", kalau dalam filsafat menggunakan istilah hukum Pantarei. Jadi rasa senang itu tidak bersifat tetap, begitu juga dengan rasa susah dalam artian "mulur-mungkret". Senang akan mulur sampai akhirnya mendapatkan kesusahan, sebaliknya susah akan mungkret sampai akhirnya mendapatkan  kesenangan.  Hal  tersebut  menjadi  dasar  untuk  mendapatkan ketentraman dan ketabahan. Setelah dua hal tersebut didapatkannya, maka orang akan memiliki kemampuan untuk "mengawasi keinginan", pada akhirnya rasa aku itu bahagia dan abadi.

Kedua, dilihat dari tataran epistemology dan metodologi konsep kebahagiaan beliau, maka dapat disimpulkan, bahwa unsur finalistic dan egoistic yang mendominasi di dalam modernitas akan tereliminir, setelah mengakomodir wejangan pokok ilmu bahagia Ki Ageng Suryomentaram. Dengan terelimirnya unsur finalistic dan egoistic, akan berimplikasi pada perubahan kearah yang lebih baik dari berbagai sektor yang ada di dalam modernitas. Salah satunya dari sektor "hubungan", entah hubungan antara manusia dengan sesame, alam dan sang pencipta. Jalinan hubungan yang senelumnya rusak karena dibangun dengan atas dasar hedonism, berubah menjadi hubungan yang harmonis dan sehat.

Dalam mencapai pengetahuan tentang rasa, Ki Ageng Suryomentaram mengemukakan ide pokok yang menjadi inti dari pengetahuannya. Menurut beliau, dari berbagai peristiwa dan hal yang terjadi di dunia ini, ada dua kategori utama: sesuatu yang abadi (langgeng) dan sesuatu yang tidak abadi (ora langgeng). Hal yang abadi disebut sebagai barang asal atau bakal barang, sementara yang tidak abadi disebut sebagai barang dumadi. Kedua konsep ini menjadi dasar pemikiran epistemologi Ki Ageng Suryomentaram dalam wejangan-wejangannya.

Barang asal merujuk pada segala sesuatu, baik benda maupun peristiwa, yang sifatnya abadi. Ki Ageng Suryomentaram membagi barang asal menjadi tiga bagian, yaitu jasad, karep, dan aku. Ketiganya saling terkait dalam diri manusia sebagai bahan dasar yang membentuk perasaan dan pikiran. Di sisi lain, barang dumadi adalah segala sesuatu yang berasal dari barang asal namun bersifat sementara, atau hasil dari sebuah rekayasa atau ciptaan. Dengan kata lain, barang dumadi adalah segala sesuatu yang berada di luar diri manusia dan sifatnya tidak kekal karena tercipta dari barang asal.

Dari pemahaman atas dua konsep ini, Ki Ageng Suryomentaram mengembangkan dasar pengetahuan yang dikenal sebagai kawruh jiwa. Kawruh jiwa adalah ilmu untuk memahami watak-watak jiwa serta mengenali diri sendiri (meruhi wakipun piyambak) secara tepat dan benar. Dengan memahami diri sendiri, seseorang tidak akan bingung dalam menghadapi kehidupan, sehingga ia dapat mencapai ketenteraman dan kebahagiaan. Keadaan inilah yang menjadi tujuan akhir dari pemikiran Ki Ageng Suryomentaram.

Kenapa konsep kebatinan menurut ki ageng suryomentaram bagi Pada Upaya Pencegahan Korupsi?

Ajaran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, yang dikenal sebagai Kawruh Jiwa, memiliki relevansi signifikan dalam upaya pencegahan korupsi melalui pendekatan pada kesadaran diri dan pengelolaan hawa nafsu. Konsep ini berakar pada prinsip pengendalian ego dan pencapaian kondisi jiwa yang tenang (tentrem). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang relevansinya:

  1. Kesadaran Diri sebagai Dasar Integritas
    Kawruh Jiwa menekankan pentingnya memahami diri sendiri, termasuk sumber keinginan, kebutuhan, dan perilaku. Dengan memahami dirinya secara mendalam, seseorang dapat membedakan antara kebutuhan sejati dan dorongan nafsu yang tidak esensial. Hal ini sejalan dengan langkah pencegahan korupsi, di mana pelaku korupsi sering kali didorong oleh keserakahan dan ketidakmampuan mengontrol ego pribadi.
  2. Membentuk Pribadi yang Qana'ah (Cukup)
    Ajaran ini mengajarkan sikap qana'ah atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Seseorang yang puas dengan keadaan tidak akan mudah tergoda untuk melakukan penyimpangan, seperti korupsi, demi memenuhi ambisi material atau sosial. Kawruh Jiwa menanamkan nilai ini melalui kesadaran bahwa kebahagiaan sejati berasal dari ketenangan batin, bukan dari kepemilikan materi.
  3. Menanamkan Akhlak Mulia dan Etika Profesi
    Dalam konteks kehidupan modern, Kawruh Jiwa dapat dijadikan landasan untuk memperkuat nilai-nilai etika, baik di lingkungan individu maupun institusi. Dengan kesadaran spiritual ini, seseorang lebih mampu menjaga integritas dalam pekerjaannya dan menghindari tindakan korupsi yang bertentangan dengan moral.
  4. Mengatasi Ketergantungan pada Kesenangan Duniawi
    Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan bahwa ketergantungan pada hal-hal duniawi menciptakan kegelisahan dan bisa memicu perilaku menyimpang. Dengan menjalankan Kawruh Jiwa, individu diarahkan untuk menekan ego dan mengejar kedamaian batin, yang berimplikasi pada perilaku yang lebih jujur dan bertanggung jawab.

Implementasi ajaran ini dalam pencegahan korupsi dapat dilakukan melalui pendidikan moral berbasis Kawruh Jiwa, yang tidak hanya mengajarkan hukum tetapi juga membangun karakter antikorupsi sejak dini. Pendekatan ini juga dapat digunakan dalam pelatihan etika kerja di berbagai lembaga untuk memperkuat integritas pegawai.

Aldo Oktavian
Aldo Oktavian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun