Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompoknya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akhirnya merugikan kepentingan atau keuangan negara maupun masyarakat.
Menurut Haryatmoko, korupsi adalah usaha memanfaatkan kemampuan untuk campur tangan, baik melalui posisi, informasi, keputusan, pengaruh, uang, maupun kekayaan, demi kepentingan pribadi.Â
Mubyarto menambahkan bahwa korupsi lebih merupakan persoalan politik daripada ekonomi, yang memengaruhi legitimasi atau keabsahan pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik, dan para pegawai pada umumnya. Dampak dari korupsi ini adalah berkurangnya dukungan terhadap pemerintah, terutama dari kelompok elite di tingkat provinsi dan kabupaten.
Bagaimana korupsi terjadi menurut teori CDMA?
Robert E. Klitgaard melihat korupsi dari perspektif administrasi pemerintahan dengan menggunakan model yang sering dibahas oleh para pakar antikorupsi (Wijayanto, 2009). Klitgaard mengemukakan bahwa korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari tugas jabatan dalam pemerintahan untuk memperoleh keuntungan pribadi, seperti status atau uang, dan melanggar aturan yang ada dalam organisasi.Â
Dalam teorinya, Klitgaard merumuskan formula penyebab korupsi yang dikenal dengan Teori CDMA, yang terdiri dari C = D + M -- A, yang artinya korupsi terjadi apabila terdapat keleluasaan kewenangan (discretion), monopoli (monopoly), dan rendahnya akuntabilitas (accountability).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Robert Klitgaard, ia menyatakan bahwa korupsi dipicu oleh kombinasi monopoli kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, besarnya kekuatan yang ada, serta kurangnya pengawasan. Hal ini menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang mengarah pada praktik korupsi.Â
Klitgaard juga mengamati bahwa perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menuju otonomi daerah memperluas ruang korupsi. Praktik yang semula terkonsentrasi di pusat kini telah merambah ke pemerintahan daerah.
 Pernyataan ini sejalan dengan teori Klitgaard bahwa korupsi cenderung mengikuti distribusi kekuasaan, sehingga pengawasan yang lebih intensif diperlukan, khususnya dalam pengelolaan dana desa (Waluyo, 2014: 174). Teori ini, yang dikenal sebagai CDMA Theory, menekankan bahwa korupsi terjadi akibat adanya kombinasi antara kekuasaan dan monopoli yang tidak diimbangi dengan akuntabilitas.
Formula ini menjelaskan bahwa semakin tinggi posisi seseorang dalam pemerintahan, semakin besar kewenangannya, sehingga potensi korupsi juga semakin tinggi. Untuk mengurangi keleluasaan kewenangan, Klitgaard menyarankan agar dilakukan pendefinisian tugas yang jelas (job description), diikuti dengan proses monitoring dan evaluasi yang menyeluruh serta pertanggungjawaban yang jelas.Â