Sementara itu, Ketua Cabang Kantor Hukum Nenggala Alugoro (KHNA) Bojonegoro Tony Mustofa menceritakan dirinya kerap mengadvokasi korban pinjol di Bojonegoro.
Hingga saat ini, setidaknya ada sekitar 100 orang yang telah didampingi untuk memulihkan kondisi psikologis dan rasa ketakutan berlebih. Dia menjelaskan para korban pinjol diteror terus-terusan hingga mengganggu kondisi kejiwaan.
Cara pinjol melancarkan aksinya agar korban merasa ketakutan ialah menyebarkan data pribadi dan mengancam kata-kata kasar. Semua kontak di handphone korban akan dihubungi. Ketika aplikasi diunduh otomatis pinjol bisa mengakses data pada ponsel.
Tony pun sempat mencari lokasi kantor pinjol bersangkutan, namun belum juga menemukannya. Jika menelusurinya, ternyata pinjol tersebut bukan pinjol lokal dari Bojonegoro. Ini mengisyaratkan bahwa target pinjol adalah semua kalangan tanpa batas wilayah administrasi.
Terlebih saat pandemi, lanjut dia, ekonomi masyarakat tidak baik. Masyarakat menjadi lahan subur bagi pinjol, karena akses pinjaman mudah menjadikan masyarakat tergiur dan akhirnya terjebak.
"Kalau sudah masuk, secara tidak langsung pengutang akan terpaksa mengutang lagi, karena denda besar," kata dia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 121 fintech peer to peer (p2p) lending atau perusahaan pinjaman online resmi terdaftar dan berizin per 27 Juli 2021.
Selain itu, OJK juga mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa pinjaman online yang sudah terdaftar atau berizin resmi dari OJK. Untuk mengetahui status izin pinjol, masyarakat bisa menghubungi Kontak OJK 157 melalui nomor telepon 157 atau layanan whatsapp 081-157157-157.
Ketidakpastian pandemi
Kendati demikian, sebaiknya masyarakat berhati-hati untuk meningkatkan konsumsi yang belum diperlukan pada masa pandemi ini. Meski proyeksi perekonomian mulai mengarah pulih, terdapat risiko ketidakpastian pandemi yang tetap tinggi pada 2022.
Hal tersebut, menurut Puan Maharani, masih menjadi tantangan bagi ekonomi dalam negeri. Di antaranya adalah risiko kecepatan pemulihan yang tidak merata antar negara akibat perbedaan situasi pandemi Covid-19, kecepatan vaksinasi, dan dukungan stimulus ekonomi.