Mohon tunggu...
Aldi AsdikiHerlucky
Aldi AsdikiHerlucky Mohon Tunggu... Penulis - Pemelajar

aku tidak sebaik yang kau ucapkan, tak seburuk yang terlintas di hatimu

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Garut Kota Mahal

26 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 26 Oktober 2020   09:41 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain menimbulkan stigma yang dengan cepat menyebar, privatisasi TWA Gunung Papandayan kepada PT Asri Indah Lestari (AIL) memberikan efek yang tak seberapa kepada berbagai pihak. 

Jika dilihat secara fair memang privatisasi ini memiliki sisi positif seperti infrastruktur yang lebih bagus, area parkir luas, jalan yang diperbaiki, toilet yang diperbanyak dan masih banyak lagi, namun beberapa orang menganggap privatisasi ini terkesan menyisihkan warga lokal meskipun belum ada yang membuat analisis saintifiknya.

Salah satu dampak negatif dari privatisasi ini adalah kenaikan harga tiket masuk TWA Gunung Guntur seperti yang sudah disebutkan Kepala Disparbud tadi. Banyak pendaki rela naik angkutan umum, makan seadanya, hingga bermalam di emperan jalan demi menekan anggaran biaya. 

Kenaikan harga ini mendapat respon negatif dari kalangan pendaki, karena kini mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar dua jenis tarif yaitu tarif pengunjung dan tarif camping untuk bisa berkemah di TWA Gunung Papandayan. Dengan naiknya harga tiket masuk TWA Gunung Papandayan, besar kemungkinan para pendaki akan mengalihkan tujuannya ke destinasi yang lain. 

Dampaknya TWA Gunung Papandayan mengalami penyusutan jumlah pengunjung, yang juga akan memberikan dampak yang lain kepada masyarakat sekitar.

Berdasarkan analisis sederhana yang dilakukan oleh Kang Fajrin dalam websitenya, masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari para wisatawan jelas akan mengalami penyusutan pendapatan yang sangat besar. 

Dari masa sebelum privatisasi TWA Gunung Papandayan bisa dikunjungi sampai 8000 pendaki/wisatawan setiap minggunya kini berangsur menjadi 500 orang saja perminggunya atau setara dengan kehilangan 94,75% dari pasar. Penyusutan ini pun tidak bisa selamanya dibiarkan sehingga dibutuhkan komunikasi dan kerjasama yang baik antara pengelola dan warga sekitar.

Harga Tiket Masuk Gunung Papandayan, sumber: Facebook Yusup Abdurrasyid
Harga Tiket Masuk Gunung Papandayan, sumber: Facebook Yusup Abdurrasyid

Setelah bertahun-tahun maraknya stigma inipun tak membuat Pemerintah Kabupaten Garut untuk tinggal diam. Januari 2020 kemarin dilansir dari Republika.co.id Pemerintah akan menyiapkan langkah untuk menangkal stigma tersebut.

Salah satu cara yang disiapkan adalah membuat Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) untuk melakukan klarifikasi terkait isu negatif di masyarakat. "Kekecewaan (stigma negatif) itu secara tidak sadar merusak citra wisata Garut" ujar Kepala Disparbud, Budi Gan Gan. 

Selanjutnya Pemkab Garut menargetkan kunjungan wisatawan pada 2020 akan meningkat. "Kita optimis target 3,1 juta tercapai" Katanya, Kepala Disparbud optimis target itu tercapai apalagi pada 2020 akan beroprasi kembali jalur kereta Cibatu - Garut yang telah lama mati, sehingga wisatawan memiliki pilihan transportasi lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun