Selain menimbulkan stigma yang dengan cepat menyebar, privatisasi TWA Gunung Papandayan kepada PT Asri Indah Lestari (AIL) memberikan efek yang tak seberapa kepada berbagai pihak.Â
Jika dilihat secara fair memang privatisasi ini memiliki sisi positif seperti infrastruktur yang lebih bagus, area parkir luas, jalan yang diperbaiki, toilet yang diperbanyak dan masih banyak lagi, namun beberapa orang menganggap privatisasi ini terkesan menyisihkan warga lokal meskipun belum ada yang membuat analisis saintifiknya.
Salah satu dampak negatif dari privatisasi ini adalah kenaikan harga tiket masuk TWA Gunung Guntur seperti yang sudah disebutkan Kepala Disparbud tadi. Banyak pendaki rela naik angkutan umum, makan seadanya, hingga bermalam di emperan jalan demi menekan anggaran biaya.Â
Kenaikan harga ini mendapat respon negatif dari kalangan pendaki, karena kini mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar dua jenis tarif yaitu tarif pengunjung dan tarif camping untuk bisa berkemah di TWA Gunung Papandayan. Dengan naiknya harga tiket masuk TWA Gunung Papandayan, besar kemungkinan para pendaki akan mengalihkan tujuannya ke destinasi yang lain.Â
Dampaknya TWA Gunung Papandayan mengalami penyusutan jumlah pengunjung, yang juga akan memberikan dampak yang lain kepada masyarakat sekitar.
Berdasarkan analisis sederhana yang dilakukan oleh Kang Fajrin dalam websitenya, masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari para wisatawan jelas akan mengalami penyusutan pendapatan yang sangat besar.Â
Dari masa sebelum privatisasi TWA Gunung Papandayan bisa dikunjungi sampai 8000 pendaki/wisatawan setiap minggunya kini berangsur menjadi 500 orang saja perminggunya atau setara dengan kehilangan 94,75% dari pasar. Penyusutan ini pun tidak bisa selamanya dibiarkan sehingga dibutuhkan komunikasi dan kerjasama yang baik antara pengelola dan warga sekitar.
Setelah bertahun-tahun maraknya stigma inipun tak membuat Pemerintah Kabupaten Garut untuk tinggal diam. Januari 2020 kemarin dilansir dari Republika.co.id Pemerintah akan menyiapkan langkah untuk menangkal stigma tersebut.
Salah satu cara yang disiapkan adalah membuat Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) untuk melakukan klarifikasi terkait isu negatif di masyarakat. "Kekecewaan (stigma negatif) itu secara tidak sadar merusak citra wisata Garut" ujar Kepala Disparbud, Budi Gan Gan.Â
Selanjutnya Pemkab Garut menargetkan kunjungan wisatawan pada 2020 akan meningkat. "Kita optimis target 3,1 juta tercapai" Katanya, Kepala Disparbud optimis target itu tercapai apalagi pada 2020 akan beroprasi kembali jalur kereta Cibatu - Garut yang telah lama mati, sehingga wisatawan memiliki pilihan transportasi lain.Â