Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Serentak Itu 2024, Bukan 2022! Kecuali...

6 Februari 2021   20:03 Diperbarui: 6 Februari 2021   20:17 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PDIP, PKB, PPP dan Gerindra memang sepakat tidak setuju revisi UU Pemilu dan apalagi mempercepat Pilkada Serentak menjadi 2022 dan 2023. Terakhir, Partai Nasdem yang getol ingin merubah UU Pemilu dan Pilkada Serentak ke 2022 dan 2023 kini berubah.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menginstruksikan partainya di DPR untuk tidak melanjutkan Revisi UU no 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Selain tak melanjutkan Revisi UU Pemilu, Paloh juga menginstruksikan jajarannya mendukung Pilkada Serentak 2024.

"Cita-cita dan tugas Nasdem adalah sama dengan Presiden, yakni untuk kepentingan dan masa depan bangsa yang lebih baik," kata Surya Paloh dalam keterangan tertulis Jumat, 5 Pebruari 2021. (Tempo.Co, 6 Pebruari 2021)

Dengan perubahan sikap Partai Nasdem tersebut, maka kemungkinan besar revisi UU Pemilu ini sulit dilaksanakan. Apalagi untuk menggabungkan Pilkada ke dalam rezim Pemilu bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan pengkajian yang mendalam.

Kita sangat setuju bahwa Pilkada Serentak 2024 tidak diubah atau dipercepat ke tahun 2022 dan 2023. Ada beberapa  hal penting yang menjadi pertimbangannya.

Pertama, bangsa kita sedang menghadapi pandemi Covid-19. Vaksinasi sedang berjalan sampai dengan tahun 2022. Oleh karena itu biarkanlah bangsa ini fokus menghadapi masalah ini dan bisa menjalankan vaksinasi dengan baik.

Kedua, jika pilkada serentak dilakukan pada tahun 2022 dan 2023, maka polarisasi dan keterbelahan masyarakat akan mempengaruhi kita untuk melakukan vaksinasi ini. Tidak ada Pilkada juga masih banyak yang menolak vaksinasi dengan berbagai alasan. Apalagi dengan Pilkada yang kemungkinan bisa membelah masyarakat.

Ketiga, jika Pilkada dilakukan pada tahun 2022 dan 2023, maka anggaran untuk menjalankannya harus dipikirkan. Padahal sekarang pemerintah sedang melakukan realokasi anggaran untuk memprioritaskan penanganan Pandemi Covid-19.

Keempat, jika Pilkada serentak dilakukan pada tahun 2022 dan 2023, yang pada masa tersebut diharapkan akan dilakukan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca vaksinasi, maka PEN tersebut juga akan terganggu.

Memang, kekhawatiran akan ada kevakuman dan kurang baiknya para Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walokota untuk menjalankan tugas pemerintahan di tahun 2022 dan 2023 sebagaimana diatur dalam UU no 10 tahun 2016 tersebut. Namun hal ini akan  bisa diatasi sebagaimana diatur dalam pasal 201 ayat (9) UU tersebut .

Biarkanlah UU no 10 tahun 2016 dijalankan sampai selesai mulai dari Pilkada 2017, 2018, 2020 dan pilkada serentak 2024 sebagaimana diatur dalam pasal 201 ayat (8) dan (9) tersebut. Jadi Pilkada serentak itu dilakukan pada bulan November 2024, bukan 2022. Kecuali. Kecuali apa?  UU no 10 tahun 2016 ini jadi direvisi atau dibatalkan dan dimasukkan dalam UU Pemilu. Tapi sepertinya hal itu sangat sulit sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun