Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sang Peramal, Revisi Ramalan 2021 ke 2024

21 Januari 2021   06:00 Diperbarui: 21 Januari 2021   06:22 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viral. Sumber ilustrasi: PIXABAY/ktphotography

Semangat pagi Indonesia.

Sang Peramal , Revisi Ramalan 2021 ke 2024.

   "Ada berita menjadi viral tentang seorang peramal kek," kata Sang Cucu memulai percakapan dengan Sang Kakek.

   "Wah siapa peramalnya? Kok bisa sampai viral," kata Sang Kakek menimpali.

   "Ini seorang mbak yang sudah menjadi buah bibir di masyarakat dan media," kata Sang Cucu.

   "Ini WNA atau WNI?" tanya Sang Kakek.

   "Ini WNI, tidak ada hubungannya dengan WNA," kata Sang Cucu.

   "Memang apa ramalannya kok sampai viral?" kata Sang Kakek.

   "Ini baru pertanyaan yang bagus. Jangan selalu bertanya tentang siapa, tetapi lebih penting apa yang dikatakannya. Sang Peramal ini tidak akan dikenal dan viral kalau bukan karena isi ramalannya," kata Sang Cucu seakan menggantung jawabannya.

   "Apa isi ramalannya? Jangan terlalu banyak pengantarnya," kata Sang Kakek seakan tak sabar.

   "Dia meramalkan akan ada malapetaka, kerusuhan dan penjarahan serta presiden akan jatuh dan turun dari kekuasaannya pada tahun 2021 ini," kata Sang Cucu menjelaskan.

   "Apa yang istimewanya? Namanya ramalan, bisa benar bisa tidak benar terjadi," kata Sang Kakek.

   "Itu betul. Tapi karena ini menyangkut isu yang seksi dan banyak yang menginginkan presiden jatuh dan ingin merebut kekuasaan, maka ramalan ini menjadi komoditi berita yang menarik dan menimbulkan pro kontra," jelas Sang Cucu.

   "Pro kontra, kontroversi, itu hal yang lumrah di Indonesia. Ngga ada berita pun bisa kontroversi, apalagi ada berita," kata Sang Kakek seenaknya.

   "Itu juga betul. Tapi karena isu ini merupakan santapan yang enak bagi para oposisi yang sudah tidak sabar ingin berkuasa, hal ini dimanfaatkan dan disambut dengan komentar yang antusias," kata Sang Cucu.

   "Lalu apa kata pendukung presiden?" tanya Sang Kakek.

   "Lho, kok pertanyaannya seperti tahu saja, apa yang mau dijelaskan lagi?" kata Sang Cucu dengan jenaka.

   "Ya tahulah. Sudah hafal tentang Indonesia. Selalu menunggu lawan dan akan melawan," kata Sang Kakek.

   "Para pendukung presiden mengancam akan melaporkan si peramal. Alasannya, ramalan ini bisa dianggap sebagai ujaran kebencian dan membuat masyarakat gaduh dan diadu domba," kata Sang Cucu.

   "Lalu apa kata oposisi pendukung pelengseran?" kata Sang kakek.

   "Mereka menyatakan sangat berbahaya kalau ramalan akan dipolisikan. Apa jadinya negara ini, meramal pun tak boleh. Itu kata mereka," jelas Sang Cucu.

   "Lalu apa kata Sang Peramal?" kata Sang Kakek.

   "Ini yang menarik. Kalau awalnya dia menggebu-gebu dengan ramalannya, begitu mau dipolisikan, eh, ramalannya direvisi. Semula presiden turun dan diganti 2021, katanya maksudnya tahun 2024," jelas Sang Cucu.

   "Lho, kalau turun 2024 bukan ramalan itu, memang sesuai jadwal periode presiden sampai tahun 2024. Anak TK juga tahu itu, nggak usah Sang Peramal," kata Sang Kakek setengah kesal.

   "Itulah namanya manusia kek. Ketika menyampaikan pernyataannya, yakin sekali dengan ramalannya. Begitu diancam dipolisikan, eh terjadi revisi ramalan. Katanya media salah kutiplah dan berbagai alasan dan mencari kambing hitam," kata Sang Cucu.

   "Makanya kalau mau bicara, jilat dulu lidah baru bicara, jangan asal bunyi. Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna," kata Sang Kakek.

   "Betul sekali kek. Tapi menurut kaum oposisi, setiap orang mempunyai hak dan kebebasan berpendapat, jadi ramalan ini tidak perlu dipersoalkan," kata Sang Cucu.

   "Hak dan kebebasan berpendapat itu ada. Tapi tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain, apalagi meresahkan masyarakat umum. Kebebasan yang kita anut di negara ini bukan kebebasan yang sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. Keterbukaan bukan sampai telanjang bulat, semua ada batasnya," kata Sang Kakek.

   "Menurut mereka, kebebasan itu tidak bisa dikekang. Ini menyangkut Hak Asasi Manusia dan jaminan Konstitusi juga," kata Sang Cucu.

   "Itu menurut mereka, jadi semuanya bisa diuji secara hukum. Apakah kebebasan menyampaikan ramalan seperti itu tidak menyalahi hukum? Apakah isi ramalan ini tidak bisa dianggap sebagai provokasi dan mengadu domba masyarakat yang masih rentan dengan pro kontra dan isu yang sensitif ini?" kata Sang Kakek.

   "Mungkin itu yang disadari Sang Peramal makanya dia melakukan revisi terhadap ramalannya," kata Sang Cucu.

   "Baguslah kalau sudah direvisi. Semoga dia mengambil hikmah dari ramalannya ini. Jangan asal sembarang meramal dan menyampaikan ramalannya tanpa berpikir ulang apa yang menjadi akibatnya," kata Sang Kakek.

   "Makanya saya tidak mau jadi peramal, takut salah meramal atau salah menyampaikan ramalan, eh media salah kutip ramalan saya," kata Sang Cucu.

   "Baguslah, belajar saja yang rajin biar pintar, jadi tidak perlu meramal. Mengkaji berdasarkan ilmu pengetahuan jauh lebih baik dari ramalan tanpa jelas dasar dan pengetahuannya," kata Sang Kakek.

Peramal meramal, eh direvisi. Ternyata peramal takut juga masuk bui, makanya merevisi ramalannya. Kenapa yah, orang suka melontarkan pendapat ke media tanpa menjilat lidah dan berpikir dulu. Janganlah setelah di balik teralis besi, baru sadar dan menyesal, gumam Sang Kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun