Semangat Pagi Indonesia.
Sang Calon Pengantin Tak Sabar Ingin Nikah.
Sang Cucu melihat Sang Kakek sedang merenung dan melamun ketika dia mengantarkan kopinya.
  "Selamat pagi kek, sedang memikirkan apa?" tanya Sang Cucu membuyarkan lamunan Sang Kakek.
  "Ini tentang saudara sepupumu yang mau nikah, namun tertunda gegara pandemi covid-19 ini," kata Sang Kakek.
  "Memangnya kenapa? Apa masalahnya?" tanya Sang Cucu.
  "Si Calon Pengantin ngotot harus segera nikah. Ibunya ngotot harus diadakan pesta adat, jika anaknya kawin. Gedung pesta di Jakarta belum diberikan izin menyelenggarakan pesta adat. Masih harus menunggu izin dari pemerintah," kata Sang Kakek.
  "Dibuat di rumah saja, kek," kata Sang Cucu.
  "Bagaimana kita mau buat pesta di rumah, cuma berapa orang nanti yang bisa hadir? Dari kedua belah pihak sudah sepakat sebelum virus corona datang, tamu ada seribu orang. Kalau di rumah, hanya sepuluh orang. Bagaimana mungkin?" kata Sang Kakek.
  "Kakek bicara keadaan normal dihadiri seribu orang. Sekarang keadaan abnormal, ya kita buat menjadi sepuluh orang," kata Sang Cucu.
  "Bagaimana mungkin menjalani acara adat hanya dihadiri sepuluh orang?" kata Sang Kakek.
  "Kakek pernah bilang, adat juga yang kecil, adat juga yang besar. Pesta kecil dan besar, adatnya tetap sah. Kenapa tidak dibuat saja kecil sesuai aturan dan protokol kesehatan? Yang penting Sang pengantin yang sudah tidak sabar lagi ingin menikah bisa terwujud," kata Sang Cucu.
  "Itu betul. Adat besar dan adat kecil tetap sah. Namun bagaimana mengurangi dari seribu menjadi sepuluh orang?" kata Sang Kakek.
  "Unsur-unsur yang harus hadir bisa dibatasi satu orang atau satu keluarga kek?" tanya Sang Cucu.
  "Bisa, namun untuk memilih siapa yang menjadi wakil, itu yang membingungkan," kata Sang Kakek.
  "Siapa yang paling dekat saja kek. Misalnya lima bersaudara, satu saja dari antara lima itu. Gitu saja kok repot sih?" ledek Sang Cucu.
  "Bagimu sederhana, tapi bagi kami orang tua ini berat. Seperti calon pengantin ini bilang harus segera kawin. Tidak mengerti keadaan covid-19 ini masih sulit. Masih PSBB. Aturan masih ketat. Jaga jarak masih harus djaga," kata Sang kakek.
  "Kakek harus empati dong. Calon pengantin wajar tidak sabar. Sudah membayangkan enaknya kawin, tiba-tiba virus corona mengganggu rencana mereka. Sudah pesan gedung, baju sudah siap dan rencana honeymoon sudah dirancang. Semua berantakan. Wajarlah mereka mendesak," kata Sang Cucu.
  "Keadaan yang memaksa menunda, bukan orangtuanya. Kasihan orang tuanya juga kan," kata Sang Kakek.
  "Bagaimana kalau begini saja kek. Pernikahan di gereja saja dulu dilangsungkan. Bisa sedikit orang. Pesta adatnya ditunda saja sampai Covid-19 ini reda. Bukan tidak mau pesta adat, namun karena gedung belum mendapat izin," kata Sang Cucu.
  "Bagus juga idemu ya. Kita coba diskusikan dengan orang tua dan pengantinnya ya," kata Sang kakek.
  "Oke kek. Biar pengantinnya bisa menikah, pesta adat segera dilakukan setelah keadaan memungkinkan," kata Sang Cucu.
  "Setuju!" kata Sang Kakek.
Oh gara-gara Covid-19, acara pernikahan harus ditunda. Gedung hanya boleh diisi tiga puluh orang. Di rumah hanya sepuluh orang. Izin gedung tidak ada. Nikah gereja dulu, pesta adatnya nanti dulu ya, pengantin sudah tidak sabar lagi, gumam Sang Kakek.
Terima kasih dan salam.
Aldentua Siringoringo.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI