Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menyoal RUU HIP yang Menuai Polemik, Lebih Baik Ditarik

22 Juni 2020   22:04 Diperbarui: 23 Juni 2020   17:13 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Haluan Ideologi Pancasila (Sumber: Kompas.com)

RUU HIP, Jangan Hanya Ditunda, Sebaiknya Ditarik.

Hiruk pikuk tentang RUU HIP membuat penulis penasaran. Apa sih isi RUU HIP ini? Namun kalau hanya membaca isi RUU HIP-nya pasti kita tidak bisa memahami utuh tentang konsep tersebut.

Kita harus membaca Naskah Akademis (NA) dari RUU HIP tersebut. Dalam dunia hukum Tata Negara, secara khusus dalam ilmu  dan ketrampilan legal draft, RUU hanyalah mengisi kerangka yang ada dari sebuah Naskah Akademis.

Ibaratnya RUU itu sudah mempunyai struktur rangka. Apa isinya untuk rangka tersebut, diambil dari NA tersebut. Setelah berburu singkat, maka didapatlah dari teman yang baik di DPR. Karena ketika penulis meminta ke petinggi hukum di pemerintahan, naskah tersebut belum ada mereka terima.

Naskah Akademis
Setelah mencermati RUU HIP setebal 46 halaman dan naskah akademis setebal 100 halaman barulah penulis bisa memahami apa dan bagaimana RUU HIP ini dibuat dan untuk apa dibuat.

Bab I Pendahuluan yang membahas latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan kegiatan penyusunan NA, dan metode.

Bab II tentang Kajian Teoritis dan Praktek empiris. Kajian teoritis membahas pendekatan filsafat dalam memahami ideologi Pancasila, nilai Pancasila, pokok-pokok pikiran Pancasila, Pancasila sebagai dasar pembangunan nasional.

Praktek empiris membahas kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada serta permasalahan yang dihadapi masyarakat. Juga membahas kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam peraturan perundang-undangan terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek keuangan negara.

Bab III membahas evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait. Membahas berbagai ketetapan MPR, Undang-Undang dan peraturan presiden tentang hari lahirnya Pancasila dan pembentukan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).

Bab IV membahas landasan filosofis, sosiologis dan juridis. Ini masih terkait dengan isi Bab II dan melihat dari perspektif landasan RUU ini. Kajian tentang landasan filosofis, sosiologis dan juridisnya secara mendalam.

Bab V membahas tentang jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Undang-Undang. Membahas kajian tentang sasaran yang akan diwujudkan, jangkauan dan arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan.

Bab VI penutup berisi simpulan dan saran.

Setelah mencermati isi naskah akademis tersebut, secara khusus Bab V tentang apa yang menjadi isi dari RUU HIP ini, bisa kita lihat dengan terrang bahwa cakupan RUU HIP sangat luas, tidak hanya bicara sekedar tentang Pancasila, namun menyangkut hal lain dan yang sudah diatur oleh peraturan lainnya.

Omnibus Law
RUU HIP ini menurut naskah akademisnya dirancang sebagai sebuah Omnibus Law yang mengatur banyak hal yang sudah diatur peraturan sebelumnya mulai dari Ketetapan MPR tentang Pancasila, Garis Besar Haluan Negara, Undang-Undang tentang Riset, Teknologi dan Pendidikan, tentang kependudukan dan keluarga nasional, tentang pembinaan ideologi Pancasila yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden.

RUU HIP ini akan menjadi UU sapu jagat terhadap peraturan sebagaimana kami sebutkan diatas. Dalam aturan peralihan disebutkan bahwa semua ketentuan perundang-undangan masih berlaku selama setahun, sesudah itu harus menyesuaikan dengan UU HIP ini jika sudah diputuskan dari RUU menjadi UU.

Maksud perancang RUU HIP ini ingin mengatur banyak hal dengan konsep Omnibus Law mengakibatkan munculnya kerancuan dari isi serta landasan filosofis, sosiologis dan juridis.

Bagaimana mungkin menggabungkan Pancasila sebagai dasar negara, ideologi negara dengan garis besar haluan negara, mengatur tentang riset dan teknologi, pendidikan, kependudukan dan Badan Pembina Ideologi Pancasila sekelas perpres dalam satu RUU.

Mungkinkah satu naskah akademis mengkaji dan menemukan landasan untuk semua peraturan yang tidak setingkat hierarkhi tata urutan perundang-undangan kita? 

Sederhananya, mungkinkah satu naskah akademis untuk membuat materi muatan sebuah RUU dan yang seharusnya untuk Ketetapan MPR dan setaraf UU, PP dan Perpres. Sebuah kerancuan yang rumit terjadi.

Keinginan membuat Omnibus Law tersebut telah menyeret RUU HIP kepada rancangan yang mengambang dan gagal fokus. Maksud hati ingin mengatur banyak hal, namun karena gagal fokus, misi itu menjadi mengambang dan sulit dicari apa yang menjadi skala prioritasnya.

Pancasila dan Haluan Negara
Jika kita telisik lebih dalam lagi, sebenarnya RUU HIP ini ingin mengambil alih tugas MPR untuk menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi seperti yang sudah ditetapkan dalam Tap MPR no XVIII/MPR 1998 tentang pencabutan Tap MPR nomor II/MPR/1978 tentang P4 dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Juga mengambil tugas MPR untuk menetapkan garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) zaman Orde Baru. Sekaligus mencoba mengisi kekosongan yang ditinggalkan Konsep P4 atau Ekasetia Pancakarsa dari era Orde Baru. Menjelaskan bahwa Pembangunan sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai bidang.

Meramu yang berbau ideologi negara, garis besar haluan negara yang seharusnya menjadi kapasitas MPR, dengan masalah riset dan teknologi, pendidikan, kependudukan dan keluarga nasional dan pembinaan Ideologi Pancasila dalam satu konsep RUU HIP dengan bentuk Omnibus Law memang menakjubkan. Resiko dari keinginan meramu banyak hal dalam satu RUU menjadi kehilangan fokus harus diterima.

Kontroversi Pasal 7 tentang Trisila dan Ekasila
Ternyata apa yang diributkan orang tentang Trisila dan Ekasila bukan sesuatu yang menonjol dalam naskah akademis. Apakah hal ini dimasukkan sebagai tempelan ketika menyusun pasal-pasal RUU HIP ini? Atau adakah ini sebuah kesengajaan memancing reaksi terhadap RUU HIP ini? Hanya para perancang RUU HIP ini yang bisa menjawab ini.

Sesungguhnya kontroversi RUU HIP ini bukan hanya isi pasal 7 tentang Trisila dan Ekasila tersebut. Hal substansi dan isi RUU ini secara keseluruhan yang menjadi kontroversinya. Menggabungkan banyak hal bagaikan Omnibus Law dan membuat RUU HIP ini kehilangan fokus menjadi masalah serius.

Rekomendasi
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merekomendasikan kepada pemerintah dan DPR agar pembahasan RUU HIP ini jangan hanya ditunda. Jika pembahasan hanya ditunda dan akan dibahas lagi kelak, maka persoalan hukum dan hierarki tata urutan perundang-undangan yang banyak kendala dan kerumitan akan sulit diurai.

Langkah terbaik adalah DPR menarik RUU HIP ini untuk dikaji ulang dengan Naskah Akademis yang baru dengan memisahkan materi sesuai dengan kapasitas DPR. Menyangkut tentang Pancasila sebagai dasar negara, dan yang bersifat haluan negara diserahkan ke MPR, apa yang sudah diatur perpres biarlah itu diatur oleh perpres.

Seharusnya UU lebih dulu keluar baru diatur peraturan pelaksanan PP dan Perpres. Bukan sebaliknya, sudah diatur Perpres, eh diambil lagi ke RUU yang baru.

Bukan hanya lucu, tapi miris hati kita melihat proses pembuatan peraturan perundang-undangan kita yang tidak taat asas terhadap tata urutan dan hierarkhi peraturan perundang-undangan.

Semoga DPR legowo untuk menarik kembali RUU HIP ini untuk digodok ulang dengan lebih sistematis, komprehensif dan fokus yang jelas untuk kebaikan bangsa, bukan mengundang kontroversi yang menjadikannya kontra-produktif di era pandemi Covid-19 ini. Semoga.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun