"Betul kek, lalu dibalas kader kandidat lagi, eh tif, apa yang kamu lakukan tiga periode di DPR, jangan cuitan aja kerjanya, kerjamu di komisi atau paripurna, balasnya," kata Sang Cucu.
  "Makanya sampai lebaran kuda nanti kerjaan mereka ini hanya berantem. Nanti mau pilpres mungkin damai, habis pilpres berantem lagi," kata Sang kakek.
  "Kenapa bisa begitu kek?" tanya Sang Cucu.
  "Dunia politik itu tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang ada kepentingan politik. Kalau kepentingan politik sama, mereka berkawan. Kalau kepentingan politik berbeda, mereka menjadi lawan politik," jelas Sang Kakek.
  "Pernyataan kandidat yang berkoalisi ini juga bilang lawan politik bukanlah musuh, tapi sebangsa dan setanah air juga. Bagaimana ini?" kata Sang Cucu.
  "Itu betul. Lawan bukan musuh. Lawan hari ini bisa menjadi kawan besok. Tergantung kepentingan politik. Dan kepentingan politik ini bisa cepat berubah mengikuti dinamika politik," jelas Sang Kakek.
  "Wah, rumit benar," kata Sang Cucu kesal.
  "Makanya jangan dipikirkan itu. Mereka fokus ke kepentingan politiknya saja. Apalagi kalau menurut lembaga survey, elektabilitasnya turun, wah bisa panik dan repot mereka," kata Sang Cucu.
  "Survey kan tidak mutlak menentukan kek," kata Sang Cucu.
  "Bagi partai politik dan kandidat, hasil survey itu penting," kata Sang Kakek.
  "Jadi kebisingan politik ini hanya menyangkut kepentingan politik, elektabilitas  dan survey tentang mereka?" tanya Sang Cucu.