WA Seniman 1 " Bang, saya sudah diteror perusahaan Leasing nih, mobil bakal ditarik. Tak ada relaksasi seperti anjuran pemerintah. Mohon saran dan bantuan."
WA Seniman 2 : "Bang, mobilku sudah ditarik perusahaan Leasing. Aku tak berdaya menghadapinya, pasrah."
WA Seniman 3 : "Bung, kami sudah mau diusir dari kontrakan. Sudah tiga bulan nunggak. Bantu dong."
WA Seniman 4 : "Bang, kapan ini akan berakhir? Sudah hampir habis persediaan di rumah. Kasbon dong."
WA Seniman 5 : "Bang, hari ini kami tak makan lagi. Tukang warung tak mau memberi utangan lagi."
WA Seniman 6 : "Dik, kami sudah dua hari tak makan, jika tiba-tiba dengar berita, siap-siap ya."
Dan masih ada beberapa yang sejenis gawatnya. Sang cucupun terdiam juga. HP kakek dikembalikannya.
  "Sedih juga ya kek, dan tingkat kesedihan mereka juga bertingkat ya kek. Mulai dari masalah mobil sampai masalah kontrakan dan perut," kata cucu.
  "Itulah nasib para seniman kita, berjalan dalam lorong sunyi, seakan tak berujung. Tak  ada yang memperhatikan, tak ada bantuan hukum ketika bermasalah, tak ada koperasi untuk kehidupan ekonominya. Serba tak ada. Dan kini mereka terkapar akibat Covid-19, tak ada yang bertanggung jawab. Ketika mereka di panggung menghibur, tepuk tangan membahana dan mendapat sorak sorai para penonton. Dan penonton minta berfoto, wah terkenal, selebritis. Namun kini ketika mereka terkapar, tak ada tepuk tangan, tak ada yang turun tangan. Hampa dalam nestapa. Sedih dan ini teriakan "SOS" dan "Mayday". Gawat darurat. Namun pertolongan belum kunjung datang," kata kakek dengan sedih.
  "Ini kan teman-teman kakek?" kata cucu.
  "Ya. Setiap kakek dan teman-teman membuat kegiatan seni untuk amal, para seniman ini mau membantu walau tak ada honornya, sekedar ongkos taksi saja mereka mau berpartisipasi. Mulia sikap mereka. Mau memberikan talentanya untuk kegiatan amal. Namun kini mereka butuh amal," kata kakek.