Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Inovator Transportasi Era Covid-19

25 April 2020   08:00 Diperbarui: 25 April 2020   08:04 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seisi rumah heboh. Sudah seharian cucu tidak kelihatan. Sang Kakek menelepon kesana kemari. Ayah dan ibunya sibuk menghubungi para keluarga tidak ada yang mengetahui. Dicoba telepon, HP nya mati. Semua kalang kabut. Jangan-jangan dia diculik atau dirampok. Tidak biasanya dia pergi tanpa permisi. Sudah berapa jam mereka kebingungan. Tiba-tiba HP Kakek bunyi. Wah pucuk dicinta ulam tiba. Dari sang cucu.

   "Kamu itu bikin pusing saja. Menghilang tanpa izin tanpa pemberitahuan. Kamu ini dasar cucu bandal."kata kakek.

   "Tenang kek. Beritahu ayah dan ibu saya tidak apa-apa. Sebentar lagi saya pulang. Nanti saya jelaskan. Saya sehat walafiat. Oke kakek ganteng."jawab cucu menggoda kakeknya.

   "Segera pulang atau beritahu dimana kau berada biar ayahmu menjemput. Ibumu dan mbakmu dari tadi sudah menangis terus. Ayo segera pulang."kata kakek tegas.

   "Ya kek. Sebentar lagi ya. Sabar dan tenang. Kakek selalu berpesan, jika terjadi kesulitan, jangan panik dan jangan tegang. Harus tenang dan berpikir jernih supaya bisa mencari jalan keluar. Jadi nasehat itu tolong dipraktekkan sekarang. Minta ayah, ibu dan mbak supaya tenang. Ok kek?"kata cucu tenang.

   "Ya sudah tapi secepatnya pulang ya."kata kakek.

   "Ya kek. Santai sedikitlah."kata cucu. Telepon ditutup. Seisi rumah lega. Bagaikan bebas dari beban ratusan kilogram di pundak, tiba-tiba lepas. Mereka berdoa mengucap syukur, sang cucu tidak apa-apa. Dan benar tidak berapa lama ada bunyi seperti Bajaj parkir di depan rumah. Seluruh penghuni rumah berlomba lari ke depan. Sang cucu dengan tenang turun dari Bajaj yang agak beda penampilannya. Sang cucu lengkap dengan masker, sarung tangan kulit dan pakai helm. Sepatu kaos kaki dan celana panjang serta baju lengan panjang lengkap dengan jaket.

   "Aduh kamu darimana buat pusing kami semua."kata kakek.

   "Harap tenang, jangan menyentuh saya dulu. Saya akan buka semua pakaian saya dan mandi, merendam semua pakaian saya dan helm, baru saya jelaskan. Harus sesuai dengan standard WHO. Oke kek?"kata cucu. Semua menunduk setuju.

   "Itu temannya bang Boni. Dia tidak singgah. Pembatasan jarak. Takut repot harus mandi dan bagaimana. Jadi dia pulang saja. Nanti malam bang Boni mau main ke sini."kata cucu.

Sang cucu mencopot helm, jaket dan baju lengan panjang, sepatu dan celana panjangnya. Dia memakai celana pendek dan kaos tipis di dalamnya. semua pakaian itu direndam dan sang cucu pergi ke kamarnya mandi dan merendam semua pakaian dalamnya dan menyerahkan ke mbaknya.

   "Sekarang saya mau makan dulu karena sudah lapar. Habis makan baru ada penjelasan rinci kenapa saya menghilang setengah hari."kata cucu. Semua seakan berlomba melayaninya makan. Sang kakek juga menemaninya makan. Selesai makan semua berkumpul di ruang tamu. Tidak di meja makan. Harus menjaga jarak, apalagi cucu yang baru pulang dari luar rumah.

   "Sudah jangan banyak lagi alasan. Jelaskan sejelas-jelasnya kenapa kamu minggat tanpa izin dan pemberitahuan. Itu melanggar standar dan aturan di rumah ini."kata kakek.

   "Terima kasih kek. Pertama saya menyampaikan mohon maaf yang sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya dan setinggi-tingginya atas kesalahan saya pergi dari rumah tanpa izin dan pemberitahuan. Saya bukan minggat kek. Kami ada misi. Sengaja tidak minta izin, karena kalau minta izin pasti tidak akan diberikan. Jadi anggap saja hari ini cucu lagi kumat bandalnya."kata cucu.

   "Ok cepat jelaskan apa misi itu. Kalau itu tidak penting, maka kau harus dihukum."kata kakek.

   "Tidak baik mengancam kek. Sabar mendengar penjelasan saja. Dan penjelasan saya jangan dipotong sampai saya menyatakan selesai menjelaskan. Boleh kita sepakat?"Tanya cucu seakan menekan kakeknya.

   "Ya..ya..ya..!"kata kakek dan semua mengiyakan dengan menganggukkan kepala.

   "Jadi begini ceritanya. Setelah datang virus Covid-19 yang tidak tahu sopan santun dan tidak beradat ini, semua kita susah. Kita beruntung di rumah ini. Ayah dan ibu bisa WFH dari rumah. Gaji tetap jalan, pendapatan tidak berkurang. Makanan dan minuman tersedia. Kita bersyukur untuk itu kepada Tuhan. Tapi tidak semua bisa beruntung seperti itu. Salah satu dari keluarga kita,  Boni, salah satu cucu kakek yang sehari-hari Supir OJOL,  mengalami kesulitan. Dia berkeluh kesah di WA grup cucu. Kami kan masih banyak yang pelajar dan mahasiswa. Hanya beberapa yang sudah bekerja, namun belum mapan. Sebenarnya kami ingin minta tolong kepada kakek untuk menyampaikan kepada para anak dan puteri kakek. Tapi bang Boni keberatan menyusahkan para orang tua. Kalau bisa kita sendiri untuk apa menyusahkan orang tua, itu menurut bang Boni." kata cucu.

   "Apa salahnya minta tolong kepada kakek. Kita kan keluarga."kata kakek.

   "Sabar kek. Jangan dipotong penjelasan saya. Bang Boni melapor kepada bang Roni. Cucu paling besar kakek, cucu  panggoaran atau panggilan kakek. Bang Roni mengajak semua diskusi online dengan zoom. Semua berdiskusi lalu dihasilkan sebuah ide menjadi gagasan dan program. Misi Solidaritas Genk Cucu, itu namanya. Apa program konkritnya? Bang Boni menjual sepeda motornya dan membeli Bajaj. Bajaj direnovasi. Bajaj dibuat pembatas antara supir dan penumpang. Antar penumpang juga dibuat batas. dengan rangka baja ringan dan plastick tebal polos tembus pandang. Jaga jarak tetap terjaga, Namun penumpang boleh dua orang tapi ada pembatas dan tidak ada kontak. Pembatasan fisik terjaga, tapi perjalanan dan transportasi tersedia. Tidak perlu ada pemeriksaan KTP apakah sama alamatnya atau tidak. Karena tidak seperti di sepeda motor mereka berdempetan. Inovasi ketika kesulitan dan menjawab tantangan keadaan karena Covid-19. Masalahnya uang hasil penjualan sepeda motor kurang untuk membeli Bajaj dan memperbaikinya sesuai dengan standar WHO dan PSBB tentang pembatasan fisik."kata cucu.

   "Lalu bagaimana kalian menanggulangi biayanya?"kata kakek.

   "Sabar kek. Akan tiba penjelasan tentang itu. Bang Roni bertanya kepada kami semua. Siapa yang mau ikut menyumbang tanpa berharap kembali uangnya. Apakah ada uang jajan yang tidak terpakai, atau yang sudah bekerja bisa menyisihkan sedikit untuk membantu misi ini. Kami semua sepakat memberikan sisa uang jajan dan sedikit tabungan masing-masing. Akhirnya terjadilah program misi itu hanya berdasarkan pengumpulan di kalangan cucu. Kami tidak mempunyai banyak uang, hanya sisa uang jajan. Tapi bang Roni terus menghimbau kami. Katanya ingat pesan kakek. Kita semua keluarga. Harus kerjasama dan saling mendukung dalam sukacita apalagi dalam dukacita atau kesulitan hidup. Itu yang mengiang terus di telinga kami dan setiap hari di WA grup. Dan kemarin Angkutan Lingkungan berupa Bajaj hasil inovasi bang Boni dan Roni tersebut selesai. Kami sebut namanya AngLing MSGC."kata cucu

   "Apa kepanjangannya?"Tanya kakek.

   "Angkutan Lingkungan Misi Solidaritas Genk Cucu. Itulah tadi yang mengantar saya. Nanti malam bang Boni mau main ke sini membawa Angling MSGC tersebut."kata cucu.

   "Syukurlah kalau begitu. Luar biasa. Mari kita tepuk tangan untuk para cucu."kata kakek sambil bertepuk tangan. Semua mengikutinya,  kecuali cucu.

   "Terima kasih tepuk tangannya. Tapi penjelasan saya belum selesai dan misi ini belum selesai. Ini baru awal. Bagaimana supaya misi ini bisa berhasil dan menghasilkan uang, supaya keluarga bang Boni bisa melanjutkan hidup dan uang yang dipakai bisa dikembalikan walau tidak diharapkan kembali. Bang Boni berjanji akan mengembalikan. Jadi jangan hanya tepuk tangan dari kalian, tapi harus  'turun tangan' juga."kata cucu.

   "Bagaimana bentuk turun tangannya?"kata kakek.

   "Sebaik-baiknya ide, gagasan dan program dalam misi ini kalau tidak laku di pasar maka ini akan gagal. Jadi ini harus didukung dengan strategi publikasi yang jitu supaya laku dan layak jual."kata cucu bagaikan seorang motivator yang sedang presentasi tentang strategi publikasi kepada orang tua dan kakeknya.

   "Apa strateginya?"kata kakek. Keadaan terbalik hari ini. Biasanya cucu yang bertanya, kakek menjawab. Hari ini kakek bertanya, cucu yang menjawab. Gara-gara Covid-19 keadaan terbalik. Kurang ajar memang Covid-19 ini, gumam kakek.

   "Ada dua hal penting dalam strategi publikasi ini. Pertama menggunakan media sosial sebagai media promosi. Kedua para ibu-ibu sebagai penyampai pesan di media sosial tersebut. Karena lebih banyak waktu ibu-ibu bermedsos, maka ini harus dimanfaatkan. Jadi tugas kakek meminta kepada semua menantu dan mantunya untuk menjadi tenaga publikasi atas misi ini. Kami sudah membuat kartu nama dan poster untuk ditempelkan di pasar. Untuk dimuat di IG, di Twitter dan Facebook serta YouTube."kata cucu.

   "Setuju. Kakek akan lakukan."kata kakek.

   "Nah di lingkungan perumahan kita tugas ayah dan ibu untuk mempromosikan ini dari rumah ke rumah. Melalui WA grup arisan ibu-ibu di RT dan RW."kata cucu.

   "Ini berlebihanlah. Hanya untuk satu Angling semua heboh."kata si Ayah yang dari tadi diam saja.

   "Disitu kesalahan ayah yang terlalu cepat menyimpulkan. Ini baru awal. Ribuan supir OJOL yang tersiksa akibat virus Covid-19 ini. Jika ini berhasil, maka mereka akan pindah dari supir OJOL menjadi supir Angkutan Lingkungan MSGC ini. Sekarang kami sudah kerja sama dengan bengkel teman bang Boni, pemasok plastik  dan  pemasok baja ringan relasi para cucu. Mereka mau memberikan kelonggaran pembayaran beberapa bulan. Dan bengkel sedang mengerjakan lima Angling ini. Ada pemilik Bajaj yang sudah sebulan bajajnya tidak jalan mau bekerja sama memberikan bajajnya untuk kita perbaiki dan gunakan untuk misi ini. Yang lain menunggu dulu. Jadi setiap perumahan ada satu dulu. Mengantar ibu belanja atau mbak atau siapa saja  ke mal, pasar atau supermarket, ke dokter atau apa saja di lingkungan masing-masing. Bisa juga antaran barang, makanan atau apa saja."kata cucu.

   "Hebat! Hebat! Hebaaaattt!"teriak kakek.

   "Sabar dulu kek. Masih ada lanjutan serinya."kata cucu.

   "Apa itu?"Tanya kakek.

   "Ayah dan kakek bertugas menghubungi para ketua RT dan RW serta pak Lurah untuk bisa menjelaskan program ini supaya bisa didukung dan dikembangkan. Kasihan para supir OJOL ini yang kesulitan makan dan bertahan hidup. Kakek selalu berpesan, jangan memberi ikan, berilah pancing. Sekarang Genk Cucu sudah membuat pancing, ayo dibagikan. Kami tidak mampu membuat banyak. Sekarang giliran kaum kakek kolonial untuk memperbanyak ini dan menjadi solusi angkutan lingkungan yang ramah di era Covid-19 ini."kata cucu

   "Baik. Kita akan kerjasama yang baik untuk menyukseskan inovasi transportasi era Covid-19 ini. Kakek bangga dengan para cucu yang rela membagikan uangnya yang tidak seberapa untuk mendukung saudaranya sesama cucu kakek yang kesulitan karena Covid-19. Ini namanya gotong royong dan tindakan nyata. Tidak berteori, tidak hanya pernyataan, namun menjadi sebuah kenyataan, sebuah karya kreatif. Ternyata virus Covid-19 tidak hanya menyusahkan, namun juga membangunkan kita untuk bisa berbagi dan membangun solidaritas sesama cucu yang  memiliki keterbatasan,  namun memiliki hati nurani dan kasih untuk saling berbagi. Terima kasih para cucu. Kakek akan menggalang dana dari keturunan dan teman-teman untuk memperbanyak Angkutan Lingkungan  ini. Biar kita dapat Angkutan Lingkungan  yang aman di era Covid-19 ini. Mudah-mudahan ini bisa membantu program #dirumahaja."kata kakek.

   "Terima kasih dukungan dan pengertiannya  kek dan semuanya yang ada di rumah ini. Itulah penjelasan saya dan mohon maaf jika kurang berkenan."kata cucu sambil memeluk kakeknya.

Mengharukan. Kakek merenung. Para cucunya dengan segala keterbatasan mampu melahirkan sebuah inovasi angkutan lingkungan dan solidaritas dengan sesama cucu. Mungkin ini bukan karya besar, hanya kecil, namun kesadaran untuk peduli dan berbagi ketika salah satu mengalami kesulitan, itu tak bisa dibeli. Panggora ni roha, hati nurani yang berdetak. Itu!!!

Salam solidaritas dan berbagi.

Aldentua Siringoringo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun