Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lembar Terakhir

7 Januari 2025   15:08 Diperbarui: 7 Januari 2025   15:08 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hayan menatapnya dengan mata penuh luka. Ia ingin bertanya lebih banyak, tetapi Laila sudah berjalan masuk ke dalam rumah menutup pintu tanpa memberinya kesempatan. Hayan sangat terpukul, dirinya seakan sudah tidak ada lagi harganya di mata Laila. 

***

Hari-hari berlalu dengan semakin dinginnya sikap Laila. Hayan mencoba untuk terus memperbaiki hubungan, mengalah meminta maaf walau dirinya merasa tidak pernah berbuat salah. Namun, pesan-pesan dari Hayan hanya dibalas singkat, kadang malah diabaikan. Saat mereka bertemu, suasana selalu tegang. Laila sering marah tanpa alasan yang jelas, membuat Hayan merasa seolah-olah ia menjadi beban yang tak diinginkan.

Namun, Hayan tidak menyerah. Ia tetap menunjukkan perhatian dan kasih sayang. Setiap pagi, ia mengirim pesan selamat pagi. Ia membawakan makanan favorit Laila ke rumahnya meskipun kadang hanya dibiarkan begitu saja di meja. 

Suatu sore,  Ia menunggu di depan rumah Laila sampai wanita itu pulang. Ketika Laila turun dari motor, wajahnya langsung menunjukkan ketidaknyamanan.

"Hayan, apa lagi?" tanya Laila dengan nada datar.

"Aku nggak akan pergi sampai kamu mau bicara jujur padaku," kata Hayan tegas. "Aku nggak bisa terus seperti ini, Laila. Aku butuh tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Laila menghela napas panjang, tampak enggan. "Kita udah bicara soal ini. Aku cuma butuh waktu sendiri. Apa itu terlalu sulit dimengerti?"

"Ini lebih dari sekadar butuh waktu sendiri, Laila. Kau menghindariku, menjauh dariku. Kau bahkan bertingkah seperti aku nggak ada artinya buatmu," suara Hayan mulai bergetar. "Jika ada yang salah, katakan padaku. Aku siap memperbaikinya, apa pun itu."

Laila menatapnya dengan mata yang tampak lelah. "Kenapa kamu nggak bisa menerima kenyataan, Hayan? Kadang, cinta saja nggak cukup. Kadang, kita harus berhenti dan memilih jalan kita sendiri."

"Jadi ? Apa aku membuatmu merasa seperti itu?" tanya Hayan dengan nada putus asa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun