Mohon tunggu...
Al Chaidar Abdurrahman Puteh
Al Chaidar Abdurrahman Puteh Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pada Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Indonesia

Dr. Al Chaidar Abdurrahman Puteh adalah antropolog lulusan Universitas Indonesia (2023) yang kini bertugas sebagai dosen pada Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh. Lahir di Lhokseumawe, 22 November 1969. Menulis buku _Pemikiran Politik SM Kartosoewirjo_ (2000) dan _Aceh Bersimbah Darah_ (1998). Kini sedang berada di Leiden, Belanda, meneliti tentang nomokrasi dalam konstitusi Darul Islam Indonesia dan Imarah Islam Afghanistan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sosio-Legal dan Antropo-Legal

27 Agustus 2024   06:45 Diperbarui: 27 Agustus 2024   06:48 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sosio-Legal dan Anthropo-Legal adalah dua pendekatan dalam studi hukum yang memiliki fokus berbeda. Sosio-Legal, yang sering dikaitkan dengan pendekatan interdisipliner dalam studi hukum, menekankan pada bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat dan efektivitasnya dalam praktik. 

Ini bukan hanya tentang pemahaman normatif teks hukum, tetapi juga bagaimana hukum tersebut diterima dan direspon oleh masyarakat. Di sisi lain, Anthropo-Legal cenderung berfokus pada aspek-aspek antropologis hukum, seperti bagaimana norma dan nilai dalam suatu masyarakat mempengaruhi pembentukan dan penerapan hukum. 

Pendekatan Sosio-Legal melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti antropologi hukum, psikologi hukum, dan sosiologi hukum, yang semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang hukum sebagai fenomena sosial. Pendekatan ini membantu dalam memahami dinamika hukum di luar struktur formalnya dan bagaimana hukum tersebut berinteraksi dengan faktor-faktor sosial lainnya. 

Sebaliknya, Anthropo-Legal mungkin lebih spesifik dalam menganalisis pengaruh budaya pada hukum dan bagaimana praktik hukum tertentu mencerminkan atau bertentangan dengan nilai-nilai budaya. Kedua pendekatan ini penting dalam memahami hukum tidak hanya sebagai kumpulan aturan, tetapi sebagai bagian dari struktur sosial yang lebih besar yang mencakup kepercayaan, perilaku, dan interaksi manusia. 

Dengan demikian, Sosio-Legal dan Anthropo-Legal memberikan lensa yang berbeda dalam mengkaji hukum dan perannya dalam masyarakat.

Penerapan pendekatan Sosio-Legal dalam penelitian hukum melibatkan analisis yang mendalam terhadap hukum dalam konteks sosial dan budaya di mana hukum tersebut beroperasi. Penelitian Sosio-Legal tidak hanya memeriksa teks hukum secara normatif, tetapi juga bagaimana hukum tersebut diterapkan dan berinteraksi dengan masyarakat. 

Ini adalah studi interdisipliner yang menggabungkan metode dari ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial untuk memahami fenomena hukum sebagai bagian dari dinamika sosial yang lebih luas. Penelitian ini sering menggunakan pendekatan kualitatif untuk menelaah konsep-konsep hukum yang mungkin dianggap sebagai wacana, namun sebenarnya telah ada dan beroperasi dalam masyarakat. Misalnya, penelitian Sosio-Legal dapat melihat bagaimana hukum adat masih hidup dan berinteraksi dengan hukum negara dalam masyarakat Minangkabau.

Dalam penerapannya, penelitian Sosio-Legal dapat membantu mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah hukum yang muncul dari perspektif sosial, seperti bagaimana peraturan dan kebijakan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial dan budaya. 

Penelitian ini juga dapat mengungkap bagaimana hukum diinterpretasikan dan diterapkan oleh para pelaku hukum, seperti hakim, pengacara, dan masyarakat umum. Dengan demikian, penelitian Sosio-Legal memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hukum, yang tidak hanya terbatas pada aturan-aturan tertulis, tetapi juga pada praktik dan perilaku hukum dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, penelitian Sosio-Legal seringkali berfokus pada isu-isu kontemporer dan relevan dengan masyarakat, seperti hak asasi manusia, keadilan gender, dan reformasi hukum. 

Hal ini memungkinkan peneliti untuk memberikan rekomendasi yang berbasis bukti dan praktis untuk pembuat kebijakan dan praktisi hukum. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses hukum, mengakui bahwa hukum harus responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dengan demikian, penerapan Sosio-Legal dalam penelitian hukum merupakan upaya untuk memahami hukum tidak hanya sebagai sistem aturan, tetapi sebagai fenomena sosial yang kompleks dan dinamis, yang memerlukan analisis yang holistik dan multidimensi. Ini adalah pendekatan yang berharga dalam studi hukum karena membantu menjembatani kesenjangan antara hukum sebagai teori dan hukum sebagai praktik yang hidup dan bernapas dalam masyarakat.

Perbedaan antara pendekatan Sosio-Legal dan Anthropo-Legal dalam kajian hukum dapat dipahami melalui beberapa aspek. Sosio-Legal, sebagai metode interdisipliner, menekankan pada bagaimana hukum bekerja dalam praktik di masyarakat, tidak hanya terpaku pada pemahaman normatif teks hukum. 

Ini mencakup kajian tentang bagaimana teks hukum direspon oleh masyarakat dan bagaimana keadilan substantif dan prosedural dapat dicapai. Di sisi lain, Anthropo-Legal lebih fokus pada pengaruh budaya dan perilaku manusia terhadap hukum dan sebaliknya, bagaimana hukum mempengaruhi perilaku dan budaya masyarakat.

Sosio-Legal seringkali melibatkan analisis dari berbagai disiplin ilmu seperti antropologi hukum, psikologi hukum, dan sosiologi hukum, yang semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang hukum dalam konteks sosialnya. 

Pendekatan ini mengakui bahwa hukum tidak beroperasi dalam vakum dan bahwa faktor-faktor sosial memiliki peran penting dalam cara hukum diterapkan dan dipatuhi. Sebaliknya, Anthropo-Legal mungkin lebih terfokus pada studi kasus tertentu atau komunitas tertentu, mencari untuk memahami hukum dalam konteks antropologis yang lebih sempit.

Dalam praktiknya, Sosio-Legal sering digunakan untuk mengevaluasi efektivitas hukum dan untuk mengusulkan reformasi hukum yang lebih sesuai dengan realitas sosial. Ini bisa melibatkan penelitian lapangan dan pengumpulan data empiris untuk mendukung analisis. Anthropo-Legal, sementara itu, mungkin lebih berkonsentrasi pada penelitian etnografis, mengamati dan mendokumentasikan interaksi antara hukum dan budaya dalam konteks yang sangat spesifik.

Pendekatan Sosio-Legal juga cenderung lebih luas dalam aplikasinya, seringkali digunakan dalam kajian hukum yang berkaitan dengan isu-isu seperti gender, pluralisme hukum, dan reformasi hukum. Ini mencerminkan pemahaman bahwa hukum dan masyarakat saling terkait dan bahwa perubahan dalam satu aspek dapat mempengaruhi yang lain. Anthropo-Legal mungkin lebih terbatas dalam cakupannya, tetapi memberikan wawasan mendalam tentang dinamika khusus antara hukum dan budaya dalam konteks yang diberikan.

Secara keseluruhan, kedua pendekatan ini memberikan kontribusi penting untuk pemahaman yang lebih kaya dan lebih lengkap tentang hukum. Sosio-Legal menawarkan kerangka kerja untuk memahami hukum dalam konteks sosial yang lebih luas, sementara Anthropo-Legal memberikan wawasan yang lebih terfokus pada interaksi antara hukum dan budaya. Keduanya penting untuk memahami kompleksitas hukum dalam masyarakat yang beragam dan terus berubah.

Sosio-Legal dan Anthropo-Legal adalah dua pendekatan dalam studi hukum yang memiliki perbedaan mendasar. Sosio-Legal, sebagai metode interdisipliner, menekankan pada bagaimana hukum bekerja dalam praktik di masyarakat, tidak hanya terpaku pada pemahaman normatif teks hukum. Ini melibatkan analisis hukum dari perspektif sosial dan budaya, mempertimbangkan faktor-faktor seperti keadilan masyarakat dan respons masyarakat terhadap hukum. Di sisi lain, Anthropo-Legal lebih fokus pada pengaruh hukum terhadap perilaku manusia dan struktur sosial, sering kali melalui lensa antropologi. Pendekatan ini cenderung lebih mikro dalam skala, mempelajari interaksi individu dan kelompok dengan hukum dalam konteks budaya tertentu.

Tabel 1: Perbedaan Antara Sosio-Legal dan Anthropo-Legal

Aspek            

Sosio-Legal                                                                

Anthropo-Legal                                                            

Fokus            

Bagaimana hukum direspon dan bekerja dalam masyarakat secara keseluruhan.

Pengaruh hukum terhadap perilaku manusia dan struktur sosial secara spesifik.

Perspektif       

Interdisipliner, melibatkan sosiologi, psikologi, politik hukum, dan lainnya.

Antropologis, memfokuskan pada perilaku dan struktur sosial dalam konteks budaya.

Skala            

Makro, melihat gambaran besar interaksi hukum dan masyarakat.             

Mikro, mempelajari interaksi spesifik antara individu/kelompok dengan hukum.

Metodologi       

Analisis normatif diperkaya dengan metode sosial dan budaya.              

Analisis normatif dikombinasikan dengan metode antropologis.               

Tujuan           

Memahami efektivitas hukum dalam masyarakat dan mencari keadilan substansial.

Memahami dinamika hukum dalam konteks antropologis dan perilaku manusia.

Pendekatan Sosio-Legal telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1971, dengan fokus pada keadilan masyarakat dan bagaimana hukum direspon serta bekerja dalam masyarakat. Pendekatan Anthropo-Legal, meskipun tidak sepopuler Sosio-Legal, juga memberikan wawasan penting tentang bagaimana hukum dan perilaku manusia saling mempengaruhi dalam konteks budaya yang berbeda. Kedua pendekatan ini valid dan berguna tergantung pada masalah hukum yang sedang ditangani dan tujuan dari penelitian hukum itu sendiri.

Sosio-legal merupakan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan perspektif sosiologi dan hukum untuk memahami bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat. Teori ini menekankan bahwa hukum tidak hanya sekumpulan aturan yang harus dipatuhi, tetapi juga sebuah sistem yang terintegrasi dengan struktur sosial dan budaya. Menurut Banakar dan Travers (2005), penelitian sosio-legal mengeksplorasi hubungan antara hukum, institusi, dan proses sosial.

 Schiff (1976) menguraikan bahwa teori sosio-legal memandang struktur sosial dan hukum sebagai entitas yang saling mempengaruhi. Wheeler (2020) menambahkan bahwa studi sosio-legal telah berkembang dan menyesuaikan diri dengan perubahan sosial yang terjadi. Banakar (2019) membahas tentang desain sosio-legal, yang menunjukkan pentingnya memahami hukum sebagai bagian dari desain sosial yang lebih luas. Tamanaha (1997) mengemukakan teori sosio-legal realistis yang berlandaskan pragmatisme dan teori sosial hukum. 

Cownie dan Bradney (2013) menantang pendekatan doktrinal tradisional dengan menekankan pentingnya metode sosio-legal. Menkel-Meadow (2019) mengkritik penggunaan dan penyalahgunaan studi sosio-legal dalam praktik hukum. Bedner (2001) melakukan studi sosio-legal pada pengadilan administratif di Indonesia, menyoroti bagaimana hukum dan administrasi berinteraksi dalam konteks lokal. Pendekatan sosio-legal memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana hukum diterapkan dan dipersepsikan dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana hukum dapat dirancang untuk lebih efektif dan adil.

Antropo-legal merupakan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan metode antropologi dengan analisis hukum untuk memahami bagaimana hukum mempengaruhi dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya. Teori ini menekankan pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor manusiawi dalam penerapan dan interpretasi hukum, serta bagaimana hukum dapat mempengaruhi perilaku dan relasi sosial.

Dalam konteks internasional, Rodkhunmuang (2023) menyoroti pentingnya pendekatan antropologis dalam hukum internasional, mengusulkan transisi dari hukum internasional ke hukum global yang lebih inklusif dan adaptif terhadap keragaman budaya. Sementara itu, Favre (2020) mengajukan pertanyaan tentang perlunya pemahaman ekologis baru terhadap hak-hak hewan dalam hukum, yang dapat memberikan perspektif segar dalam diskusi hak asasi hewan.

Labuschagne (2000) mengkaji ketegangan antara kepastian hukum dan keadilan yang pasti, melalui evaluasi antropo-legal terhadap evolusi aturan stare decisis. Somsen (2023) membahas regulasi alam dan aturan hukum dalam konteks Anthropocene, menyoroti tantangan dalam mengatur hubungan manusia dengan alam.

Barrire (2017) mengeksplorasi hubungan manusia dengan tanah dari perspektif hukum sebagai tantangan keamanan manusia dan lingkungan. Labuschagne dan Bakker (1999) membahas pentingnya penamaan dan kebutuhan identitas sosio-yuridis dalam konteks hak asasi manusia dan perspektif antropo-legal.

Terakhir, Barrire dan Libourel (2019) menantang pemahaman hukum terhadap koneksi sosio-ekologis, mendefinisikan paradigma coviability melalui kesesuaian antara kegunaan sosial dan fungsi ekologis, yang menawarkan kerangka kerja baru untuk memahami dan mengelola hubungan antara manusia dan biosfer dalam era perubahan global. Pendekatan antropo-legal ini menawarkan wawasan penting dalam memahami kompleksitas interaksi manusia, masyarakat, dan hukum dalam konteks global yang terus berubah.

Bibliografi

Banakar, Reza, and Max Travers, eds. Theory and method in socio-legal research. Bloomsbury Publishing, 2005.

Banakar, Reza. "On socio-legal design." Available at SSRN 3463028 (2019).

Barrire, Olivier, and Thrse Libourel. "Legal challenge of the socio-ecological connection: the paradigm of coviability defined by the adequacy between social usefulness and the ecological function." Coviability of Social and Ecological Systems: Reconnecting Mankind to the Biosphere in an Era of Global Change: Vol. 1: The Foundations of a New Paradigm (2019): 189-209.

Barrire, Olivier. "Human relationship to the land from a legal perspective as a human and environmental security challenge." Environmental change and human security in Africa and the Middle East (2017): 259-304.

Bedner, Adriaan. Administrative courts in Indonesia: a socio-legal study. Vol. 6. Martinus Nijhoff Publishers, 2001.

Cownie, Fiona, and Anthony Bradney. "Socio-legal studies: a challenge to the doctrinal approach." Research methods in law. Routledge, 2013. 42-62.

Favre, Brian. "Is there a need for a new, an ecological, understanding of legal animal rights?." Journal of Human Rights and the Environment 11.2 (2020): 297-319.

Labuschagne, J. M. T. "The Field of Tension between Legal Certainty and Certainty of Justice: An Anthropo-Legal Evaluation of the Evolution of the Stare Decisis Rule." THRHR 63 (2000): 347.

Labuschagne, J. M. T., and P. Bakker. "Naming and the Need for Socio-Juridical Identity: An Anthropo-Legal and Human Rights Perspective." THRHR 62 (1999): 176.

Menkel-Meadow, Carrie. "Uses and abuses of socio-legal studies." Routledge handbook of socio-legal theory and methods (2019): 35-57.

Rodkhunmuang, Tikumporn. "Revitalizing Anthropological Approaches in International Law: From International Law to Global Law." Revolutionary Approach to International Law: The Role of International Lawyer in Asia. Singapore: Springer Nature Singapore, 2023. 239-258.

Schiff, David N. "Socio-legal theory: Social structure and law." The Modern Law Review 39.3 (1976): 287-310.

Somsen, Han. "Regulating Nature and the Rule of Law." The Routledge Handbook of Law and the Anthropocene. Routledge, 2023. 247-256.

Tamanaha, Brian Z. Realistic socio-legal theory: Pragmatism and a social theory of law. Oxford university press, 1997.

Wheeler, Sally. "Sociolegal studies in 2020." Journal of Law and Society 47 (2020): S209-S226.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun