Mohon tunggu...
Ulul Husna
Ulul Husna Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga yang nyambi menjadi Guru dan cerpenis

Saving the world means saving children's future

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Beda Program Jampersal Tahun 2011 dengan Jampersal 2022

30 Juli 2022   14:53 Diperbarui: 30 Juli 2022   15:13 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bukan baru-baru ini saya mengenal istilah program Jampersal atau Jaminan Persalinan yang dicanangkan oleh pemerintah. Jauh-jauh hari ketika saya melahirkan anak yang kedua pada tahun 2011, Jampersal ini sudah menjadi satu program yang sangat menggembirakan bagi para ibu hamil, dan tentunya keluarga si ibu. Mereka akan sangat terbantu dengan adanya program ini dan lebih memiliki waktu luang untuk berkonsentrasi pada pemulihan kesehatan ibu serta bayinya tanpa memusingkan biaya persalinan yang sudah ditanggung oleh pemerintah.

Dengan mengikuti program ini---tentunya dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi---ibu melahirkan akan dikenakan bebas biaya persalinan baik itu ketika melahirkan di rumah sakit, puskesmas atau memilih untuk bersalin di bidan. Nantinya pihak rumah sakit, puskesmas atau juga bidan akan mengklaim biaya persalinan tersebut pada Dinas Kesehatan.

Memiliki tujuan yang baik, yaitu satu terobosan yang ditempuh pemerintah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), di tahun itu, jampersal tak hanya menyasar pada keluarga kurang mampu atau miskin.

Mengutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/MENKES/PER/XII/2011 tentang petunjuk teknis Jaminan Persalinan, sasaran yang dijamin oleh Jampersal adalah :

1. Ibu hamil

2. Ibu bersalin

3. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan)

4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari )

Dalam PERMENKES itu juga disebutkan jika program Jampersal ini adalah perluasan kepesertaan dari Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Bisa disimpulkan, asalkan itu ibu hamil, maka berhak mengikuti program tersebut.

Sayangnya pada tahun 2014, program Jampersal ini ditiadakan. Hal ini terjadi---seingatnya---berbareng dengan beroperasinya BPJS Kesehatan. Kebetulan suami saya berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara yang dulu disebut dengan Pegawai Negeri Sipil. Bersamaan dengan digantinya kartu Asuransi Kesehatan (ASKES) milik PNS, menjadi kartu Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), saat itu hilanglah pelayanan Jampersal di pusat-pusat layanan kesehatan masyarakat baik itu di rumah sakit, puskesmas atau bidan.

Mungkin ada sisi positif dari dihapusnya program Jaminan Persalinan ini. Yaitu sasaran yang tepat dan dana yang tepat guna.

Seperti yang kita ketahui, sasaran program Jampersal di tahun 2011 adalah para ibu hamil secara umum, dalam artian tak memandang latar belakang taraf ekonominya; apakah termasuk dalam keluarga miskin atau berkecukupan, akibatnya tak hanya masyarakat yang bertaraf ekonomi bawah saja yang bisa menikmati program ini. 

Bahkan masyarakat berkecukupan yang semestinya mampu untuk menutup biaya persalinan secara mandiri tanpa bantuan dari pemerintah, pun latah untuk mendaftarkan diri mengikuti program Jampersal. Mungkin hal ini juga yang melandasi dihapusnya program Jampersal ini.

Sebagai gantinya, layanan persalinan dan kehamilan secara gratis hanya bisa melalui BPJS saja. Sedangkan masyarakat yang tidak terdata, maka tidak bisa lagi menikmati layanan gratis ibu hamil.

Namun, kita tahu bagaimana mekanisme untuk bisa menikmati layanan BPJS ini. Masyarakat akan diminta untuk membayar iuran sebesar yang ditetapkan pemerintah.

Menurut Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, besaran iuran BPJS Kesehatan 2022 untuk kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) adalah sebagai berikut ini:
1. Kelas 1: Rp150 ribu per orang per bulan

2. Kelas 2: Rp100 ribu per orang per bulan

3. Kelas 3: Rp35 ribu per orang per bulan (https://ekonomi.bisnis.com/read/20220621/12/1546068/terbaru-tarif-iuran-bpjs-kesehatan-2022-benarkah-sampai-rp12-juta)

Seperti yang kita tahu juga, kini tak hanya para ASN atau karyawan suatu perusahaan yang bisa memiliki BPJS, seluruh masyarakat diharapkan agar memiliki BPJS kesehatan yang nantinya akan memberi banyak manfaat di kala terjadi satu hal yang berhubungan dengan kesehatan. 

Sayang, kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki asuransi kesehatan ini masih sangat kurang. Juga melihat angka-angka yang harus dibayarkan untuk iuran BPJS di atas yang mungkin tak terlalu memberatkan bagi masyarakat dengan taraf ekonomi menegah ke atas, tapi bagaimana dengan orang-orang yang harus bekerja seharian untuk mendapatkan yang hanya 35 ribu itu?

Akibatnya masih banyak masyarakat yang belum memiliki BPJS kesehatan---bahkan sampai sekarang---sehingga belum bisa menikmati layanan BPJS, termasuk dalam hal persalinan.

Masih banyak orang-orang yang berada di sekitar saya berpikiran :'Daripada membuat BPJS yang harus membayar iuran setiap bulannya, lebih baik mencari Surat Keterangan Tidak Mampu (SKMT) dari desa atau kelurahan untuk berobat di rumah sakit. Toh tak setiap hari kita merasakan sakit. '

Sedikit miris, tapi itulah fenomena yang saya lihat di sekitar saya.

Maka, akan sangat menggembirakan jika di tahun 2022 ini pemerintah mencanangkan kembali program Jaminal Persalinan.

Namun ada perbedaan yang sangat signifikan pada syarat penerima Jampersal di tahun 2011 dan tahun 2022 ini.

Mengutip Inpres Nomor 5 tahun 2022 tentang Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir Melalui Program Jaminan Persalinan, syarat penerima Jampersal adalah:

1. Ibu hamil, bersalin, dan nifas

2. Memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu

3. Tidak terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

4. Memiliki NIK sebagai data kepesertaan Jampersal  

Dari poin-poin persyaratan penerima Jampersal atau yang dalam Inpres nomor 5 2022 disebut sebagai Peserta Penerima Bantuan (PBI) Jaminan Kesehatan di atas, kita dapat simpulkan jika pemerintah telah berusaha untuk tepat sasaran dalam menyeleksi peserta program Jampersal ini. Dan biaya yang digelontorkan untuk program ini akan menjadi tepat guna, karena menyasar pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Jadi tak sembarang ibu hamil, dan hanya dikhususkan pada ibu hamil yang benar-benar membutuhkan bantuan saja yang boleh mengikuti program ini.

Juga menilik pada poin tiga di atas, nyatanya ibu hamil yang belum terdaftar dalam BPJS lah yang berhak menjadi PBI Jaminan Kesehatan ini.

Jika demikian, maka akan menjadi satu kabar gembira bagi masyarakat, khususnya para ibu hamil dan keluarganya yang berada dalam taraf ekonomi menengah ke bawah. Sebagai hasilnya, sekali lagi mereka tak perlu dipusingkan dengan biaya persalinan, dan hanya fokus untuk pemulihana kesehatan ibu bersalin dan bayinya.

Jika demikian, tujuan pemerintah untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) akan benar-benar terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun