Kepala sekolah dengan kompetensi manajerialnya serta guru dengan kompetensi pedagogic dan profesionalnya, sangat perlu mengadopsi pola-pola kepemimpinan transformasional dalam mengelola institusi pendidikan dan atau dalam pengelolaan pembelajaran, turutama di era disrupsi 5.0 ini, dimana inovasi dan perubahan secara besar-besaran terjadi secara fundamental.
Pola kepemimpinan transformasional sebagaimana di tulis dalam situs kitatulus.com adalah gaya kepemimpinan yang memotivasi para bawahannya untuk berpartisipasi, berinovasi dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Dalam konteks pendidikan, berarti kepala sekolah harus mampu memotivasi para guru, staf, siswa dan bahkan melibatkan orangtua siswa, untuk berkontribusi, berinovasi dan terlibat langsung dalam setiap kebijakan yang diambil oleh lembaga pendidikan.
Lalu pendekatan dan metode apa yang dapat dilakukan oleh para pemimpin lembaga pendidikan, bahkan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, agar semua komponen pendidikan dapat termotivasi untuk berkontribusi dan berkolaborasi dalam mewujudkan visi dan tujuan pendidikan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membantu para pemimpin lembaga pendidikan, serta para guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, adalah dengan menggunakan metode atau pendekatan BAGJA.
BAGJA merupakan sebuah akronomi dari Buat pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi. Istilah ini populer dikalangan peserta diklat calon guru penggerak, dalam modul 1.3 tentang visi guru penggerak, sebagai upaya untuk memudahkan pemahaman mereka dalam menyusun visi kepempimpinan transformasional dalam dunia pendidikan di Indonesia. Metode ini diadopsi dari pendekatan manajemen Inquiry Appreciative (IA), yaitu suatu konsep manajemen perubahan yang fokus pada kekuatan dan potensi positif individu untuk mencapai perubahan yang diinginkan. Coperrider adalah salah satu tokoh yang mengembangkan inquiry appreciative (IA), dengan didasarkan pada prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Konsep inilah yang mengilhami munculkan istilah pendekatan BAGJA pada manajemen perubahan yang dikembangkan kemendikbudristek pada era kepemimpinan Nadim Makarim.
Pemimpin dengan gaya transformasional dalam perspektif BAGJA, bertugas menyelaraskan kekuatan-kekuatan yang dimiliki organisasi, serta tidak menjadikan kelemahan suatu system, sebagai penghalang untuk mewujudkan tujuannya. Kepemimpinan transformasional dalam perspektif BAGJA, harus mulai dengan mengidentifikasi hal-hal baik yang sudah dilakukan serta merubahnya kearah yang lebih baik. Aset dan segala sumber daya yang ada dimaksimalkan pengunaanya, dalam rangka mencapai tujuan dan visi yang telah ditetapkan. Adapun langkah-langkah konkrit kepemimpinan transformasional dengan menggunakan pendekatan BAGJA adalah sebagai berikut:
Tahap pertama Buat Pertanyaan.  Tahap ini merupakan tahap awal dan penting bagi seorang pemimpin transformasional untuk mewujudkan visi perubahannya. Perubahan positif tidak akan bisa terwujud jika pertanyaan manager selalu diarahkan pada permasalahan yang terjadi, misalnya; "mengapa motivasi guru dalam menyelesaikan tugas-tugasnya menurun, apa masalahannya..?", "mengapa siswa tidak nyaman di kelas?" dan lain sebagainya. pertanyaan semacam ini lambat laun akan berdampak terhadap menurunnya motivasi dalam melakukan perubahan positif, terlebih jika solusi yang ditawarkan tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Â
Dalam perspektif BAGJA, pertanyaan yang diajukan harus besifat apresiatif terhadap kegiatan-kegiatan positif yang telah dilaksanakan, sehingga secara psikologis berdampak terhadap tumbuhnya motivasi dari para guru atau siswa, untuk melakukan perubahan positif secara sadar dan bertanggung jawab. Misalnya; "hal baik apa yang telah dilakukan guru untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, kegiatan pembelajaran seperti apa yang bisa membuat nyaman siswa?". Tahap Buat Pertanyaan ini bisa dikatakan sebagai penentu arah bagi para pimpinan transformasional di lembaga pendidikan, untuk menentukan arah yang tepat bagi lembaganya, atau bagi para guru dalam melakukan manajemen kelas yang positif. Tahap pertama ini juga sebagai tahap awal para pemimpin lebaga untuk mengidentifikasi berbagai kekuatan dan keunggulan yang telah dimiliki.
Tahap kedua, Ambil Pelajaran, pada tahap ini seorang manager, pemimpin lembaga pendidikan, atau guru, berusaha menggali berbagai pengalaman positif, baik dari rekan kerja di lingkungan institusinya, maupun pengalaman-pengalaman dari institusi lain, dengan berlandasarkan pada pertanyaan-pertanyaan yang di buat pada tahap pertama. Pengalaman-pengalaman tersebut di rekam dan diambil untuk dijadikan sebagai pelajaran positif. Dalam Bahasa sederhananya, tahap Ambil Pelajaran ini diibaratkan seperti kegiatan study comparative atau studi tiru, tujuan utamanya adalah menggali pengalaman, serta mengambil pelajaran positif dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh orang lain dan telah dinyatakan berhasil, sehingga keberhasilan tersebut bisa ditiru dan dimodifikasi untuk diterapkan dilembaga pendidikan yang dipimpinnya.
Tahap ketiga Gali Mimpi, Setelah mengidentifikasi kekuatan dan potensi yang ada, mengumpulkan pengalaman-pengalaman positif, langkah berikutnya adalah menggali mimpi atau merumuskan visi yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan. Gali mimpi dalam perspektif BAGJA bukanlah menghayal, tetapi merumuskan harapan dan cita-cita secara bersama-sama. Pada tahap ini, seluruh pemangku kepentingan dilibatkan suara dan pilihan mereka diakomodir dan dipertimbangkan untuk dijadikan rumusan dalam penyusunan visi. Misalnya, apakah lembaga yang dipimpinnya ingin menjadi pusat inovasi dan kreativitas, menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing global, atau menjadi pelopor dalam pengajaran berbasis Artificial intelligent ?. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam gali mimpi ini adalah aset dan kekuatan yang dimiliki, bukan masalah yang dihadapi.
Tahap keempat Jabarkan Rencana, yaitu merumuskan langkah-langkah menuju perubahan. Setelah visi dirumuskan, langkah-langkah konkret perlu dijabarkan secara sistematis. Strategi, metode, indikator keberhasilan di jabarkan yang jelas. Misalnya, jika visi lembaga adalah menjadi pusat inovasi dan kreatifitas, langkahnya dapat berupa pelatihan rutin bagi guru dalam penggunaan teknologi, melatih siswa untuk terampil dalam bidang-bidang tertent, pengembangan kurikulum berbasis teaching factory, atau penerapan sistem evaluasi modern yang transparan (Senge, 1990). Menurut Senge, rencana yang jelas adalah kunci untuk mencapai perubahan yang berkelanjutan.