Selain itu, peran Indonesia lainnya yang cukup membanggakan baru-baru ini, yaitu peran Indonesia dalam COVAX atau The COVID-19 Vaccines Global Access Facility. Sejak digaungkannya penemuan vaksin untuk COVID-19, Indonesia selalu berkomitmen untuk mendukung kebijakan vaksin multilateral karena Indonesia ingin menjamin terciptanya kesetaraan pemenuhan vaksin COVID-19 bagi semua negara. Melalui kebijakan vaksin multilateral tersebut, proses pembelian vaksin tidak lagi terjadi antara satu negara dengan satu pihak penjual vaksin (bilateral), tetapi terjadi antara banyak negara dengan beberapa pihak penjual vaksin (multilateral), di mana hal ini dapat menekan harga vaksin menjadi jauh lebih murah jika dibandingkan dengan pembelian vaksin secara bilateral. Dikutip dari perbincangan pada podcast Deddy Corbuzier dengan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, dijelaskan bahwa sistem kebijakan vaksin multilateral ini sama halnya seperti arisan antarnegara. Jadi, semua vaksin dari beberapa pihak penjual vaksin dikumpulkan menjadi satu dalam Covax Facility, yaitu suatu lembaga kerja sama antara The Global Alliance for Vaccines and Immunizations (GAVI), The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), dan juga World Health Organization (WHO). Kemudian setelah vaksin tersebut berhasil dikumpulkan, setiap negara membayar sesuai kemampuan negara masing-masing dalam pembelian vaksin, di mana negara-negara yang cukup mampu harus membantu negara-negara yang kurang mampu dalam pemenuhan vaksin, metode ini biasa disebut sebagai metode cross subsidy atau metode tambal sulam. Jumlah vaksin yang dikirimkan untuk setiap negara juga sudah disepakati, yakni sebanyak 3 sampai 20 persen jumlah kebutuhan vaksin untuk masing-masing negara. Bahkan untuk negara-negara maju yang sudah memiliki jumlah dosis vaksin melebihi kebutuhan negaranya, akan dilakukan "dose sharing" atau pembagian jumlah dosis yang berlebih untuk negara-negara yang kurang mampu dalam pemenuhan vaksin. Dalam kebijakan vaksin multilateral ini juga terdapat 92 negara yang termasuk ke dalam AMC 92 (Advanced Market Commitment 92) yaitu negara-negara yang memiliki tingkat pendapatan ekonomi menengah ke bawah sehingga berhak memperoleh vaksin COVID-19 sebanyak 20 persen dari jumlah populasi total negaranya, termasuk Indonesia. Sebagai anggota AMC 92, Indonesia mampu mendapatkan vaksin secara gratis. Namun, sebagai bentuk kepedulian Indonesia kepada dunia, Indonesia memutuskan untuk menyumbang dengan tujuan    ikut membantu dan peduli pada kesehatan dunia. Indonesia tidak akan membiarkan ada satu pun negara yang tertinggal dan berkekurangan dalam pemenuhan vaksin, karena Indonesia percaya bahwa masalah pandemi ini tidak bisa diselesaikan sendiri, tetapi perlu adanya kerja sama antarnegara. Tindakan Indonesia ini sangat selaras dengan pepatah dalam bahasa Inggris, "No one is safe until every one is safe". Hasil dari komitmen yang kuat dan penuh semangat dalam mendukung vaksin multilateral, Indonesia akhirnya mampu mendapat suara tertinggi dalam pemilihan co-chairs Covax AMC-EG yang dilakukan secara virtual di kantor WHO Jenewa pada 13 Januari 2021, hal ini membuat Indonesia berhasil terpilih menjadi salah satu ketua (co-chairs) Covax AMC-EG (Advance Market Commitment-Engagement Group). Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, menjadi perwakilan Indonesia yang menduduki jabatan co-chair tersebut bersama dengan dua menteri negara lain yaitu, Menteri Pembangunan Internasional Kanada, Karina Gould, dan Menteri Kesehatan Ethiopia, Lia Tadesse. Terpilihnya Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, sebagai salah satu co-chairs menunjukkan bentuk kepercayaan dunia pada Indonesia untuk bisa ikut berperan dalam organisasi internasional.
Indonesia tak henti-hentinya terus berperan aktif dalam organisasi internasional, khususnya di bidang kesehatan. Tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah kesehatan sendirian, tidak ada orang sakit yang mampu menyembuhkan dirinya sendiri, setiap orang yang sakit membutuhkan pertolongan dari orang lain yang masih sehat. Itulah kenapa mengikuti organisasi internasional sangat penting untuk dilakukan dalam menyelesaikan masalah kesehatan global. Tidak ada gunanya kita menyelesaikan masalah di negara kita masing-masing jikalau masalah di negara lain masih belum juga selesai, itu hanya akan menyebabkan hal yang sama yang terjadi pada saat kita meminum antibiotik secara tidak teratur, sehingga masih akan ada beberapa bakteri yang bertahan dan kita harus meminum antibiotik dengan dosis yang lebih tinggi lagi hingga semua bakteri dapat dihilangkan secara penuh, hal ini akan sangat melelahkan dan membuang-buang waktu. Kepentingan nasional memang penting, akan tetapi sebagai bagian dari dunia, kita juga saling terkait dan terhubung dengan negara lain, sehingga harus ada beberapa bagian yang kita juga berikan dan fokuskan untuk dunia. Dalam kata lain, antarnegara tidak boleh saling bersikap egois, ingin menang sendiri, dan mementingkan negara masing-masing, melainkan setiap negara harus saling peduli satu dengan yang lain dan kepedulian itu dapat direalisasikan dengan membuat dan mengikuti organisasi internasional yang disertai dengan kerja sama antarnegara yang kompak, penuh empati, dan tanpa rasa egoisme. Hal ini mirip dengan apa yang disampaikan oleh Nadhira Nuraini Afifa, seorang dokter muda asal Indonesia yang berkesempatan untuk menjadi valedictorian atau commencement speaker di wisuda kelulusan S2-nya dari Harvard T.H. Chan School of Public Health pada 2 Juni 2020, dalam pidatonya Ia mengatakan (sudah diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia), "Kesehatan masyarakat memberi kita hak istimewa untuk menyelamatkan hidup jutaan orang dan meningkatkan kesehatan generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Hanya melalui kesehatan masyarakat kita dapat melihat seluruh negara melupakan perbedaan mereka dan mengumpulkan sumber dayanya untuk kepentingan bersama."
Akhir kata, saya akan mengambil peribahasa yang ditulis dalam bahasa Sanskerta:
"Eka Bhuana Jayamahe, Abinaya Jagaddhita."
Yang dalam bahasa Inggris berarti:
"As one we will be victorious, we will thrive and prosper."
#indonesia #internationalorganization #publichealth
Daftar Pustaka:
https://m.dw.com/id/rahasia-prinsip-koordinasi-dan-organisasi-semut/av-42548075 Â
Diakses pada 5 Februari 2021, pukul 00.04 WIB.
https://www.alodokter.com/kanker-usus-besar
Diakses pada 5 Februari 2021, pukul 14.30 WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Liga_Bangsa-Bangsa#:~:text=Liga%20Bangsa%2DBangsa%20(LBB),tepatnya%20pada%2010%20Januari%201920.
Diakses pada 5 Februari 2021, pukul 15.26 WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perserikatan_Bangsa-Bangsa#:~:text=PBB%20resmi%20dibentuk%20pada%2024,dari%2046%20negara%20anggota%20lainnya.&text=Sejak%20pendiriannya%2C%20banyak%20kontroversi%2C%20dan%20kritik%20tertuju%20pada%20PBB.
Diakses pada 4 Februari 2021, pukul 23.29 WIB.
https://lifestyle.kontan.co.id/news/daftar-organisasi-di-bawah-naungan-pbb-bukan-cuman-who-dan-unicef?page=all
Diakses pada 5 Februari 2021, pukul 01.29 WIB.
https://sains.kompas.com/read/2020/01/31/183100023/5-darurat-kesehatan-global-yang-diumumkan-who-sebelum-virus-corona?page=all#page2
Diakses pada 5 Februari 2021, pukul 11.41 WIB.