Mohon tunggu...
Albert Tarigan
Albert Tarigan Mohon Tunggu... -

penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jejak Hitam di Pintu Akhirat

22 Maret 2011   06:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menganalisis anggaran Dinas Pertamanan dan Pemakaman tahun 2011, Ia menemukan tiap kompleks pemakaman mendapat alokasi dana sebesar 500 juta rupiah per tahun. Khusus Cipinang Besar tahun ini mendapat anggaran sebesar 593 juta untuk program pemeliharaan sarana prasarana. Program itu dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama berlangsung antara Januari sampai Juni 2011 dengan biaya 243 juta. Sedangkan tahap kedua berlangsung sejak Juli sampai Desember 2011 dengan alokasi anggaran sebesar 350 juta.

Uchok juga menguatkan pernyataan Wargo bahwa masyarakat seharusnya tidak dikenai biaya apa pun dalam penggalian dan penutupan makam. Karena anggaran untuk pengalian dan penutupan makam sudah tersedia dalam APBD tahun 2011 sebesar 5.8 miliar.
IV
BAGAIMANA anda ingin dikubur atau mengubur orang yang anda kasihi kelak? Makam sendiri? Menumpang makan orang lain? Atau makam anda ditumpangi? Lalu, tempatnya nyaman atau terkesan angker?

Bagi mereka yang berduit, persoalan pemakaman tentu bukan masalah karena bisa memilih liang lahat di pemakaman yang dikelola swasta dengan harga khusus untuk kantong orang kaya. Sementara masyarakat umum dengan penghasilan pas-pasan agaknya tak punya pilihan selain menerima kondisi sekarang ini.

Dari data Dinas Pemakaman yang disampaikan Wargo, pemerintah Jakarta sudah menyusun proyeksi penduduk hingga tahun 2025 berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik, sekaligus proyeksi kematian dan kebutuhan lahan. Satu petak makam dialokasikan 5,5 meter per segi. Dari luas lahan 128,56 hektar yang masih harus dimatangkan sekarang ini ditambah kombinasi makam tumpang yang mampu menghemat pemakaian lahan hingga rata-rata 1,75 hektar per tahun, pemerintah memperkirakan lahan pemakaman akan mencukupi hingga tahun 2018.

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Kematian Kebutuhan Lahan Akumulasi Kebutuhan Lahan
2011 9.022.100 41.502 22,83 -
2012 9.063.000 41.690 22,93 22,83
2013 9.101.20041.866 23,03 45,76
2014 9.136.800 42.030 23,12 68,78
20159.168.500 42.176 23,20 91,90
2016 9.193.500 42.291 23,26 115,10
2017 9.216.400 42.396 23,32 138,36
2018 9.236.500 42.488 23,37 161,67
2019 9.252.200 42.561 23,41 185,04
2020 9.262.600 42.608 23,43 208,45
2021 9.269.300 42.639 23,45 231,88
2022 9.273.100 42.657 23,46 255,34
2023 9.272.900 42.656 23,46 278,80
2024 9.268.600 42.636 23,45 302,26
2025 9.259.900 42.596 23,43 325,71

Sekilas proyeksi di tersebut tampak sangat bagus dan membuncahkan optimisme. Namun, seperti banyak program pemerintah di bidang lainnya, pemerintah Jakarta juga mengidap penyakit “konsep bagus tapi lemah implementasi. Kelemahan sudah tampak jelas karena rencana pengurukan lahan 18,37 hektar yang rencanya dimulai tahun ini nyatanya tidak terlaksana.

Dalam APBD tahun 2011 memang ada biaya pengurukan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan, sebesar 1 miliar. Tapi seperti yang dijelaskan Wargo, pengurukan itu bukan untuk lahan pemakaman baru, hanya untuk membuatkan jalan dan penataan. Selain itu juga ada anggaran pembebasan lahan untuk perluasan pemakaman di Pemakaman Srengseng Sawah, Jakarta Selatan seluas 1570 meter per segi dengan biaya 2 miliar,pembebasan lahan untuk Pemakaman Cilangkap, Jakarta Timur dialokasikan 6,6 miliar dan penataan Pemakaman Karet Bivak sebesar 3 miliar. Totalnya secara keseluruhan mencapai 12,6 miliar.

Pada bagian akhir analisisnya, Uchok menyimpulan, pemerintah dan DPRD Jakarta benar-benar keterlaluan karena tak lagi mempedulikan anggaran untuk jenazah keluarga miskin.

“Dari semua permasahaan di atas, yang paling menyedihkan adalah target restribusi daerah untuk “orang mati” pada wilayah pemakaman tahun 2011 sebesar 9,5 miliar,” katanya.

(Dede Rohali turut membantu bahan cerita ini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun