Ini sedikit problematis. Jika media bersikap netral, maka demokrasi tidak akan berjalan sehat. Alternatif-alternatif pilihan terhadap publik akan berkurang dalam sajian berita mereka. Hal ini juga akan berimplikasi pada apatisme dan stagnansi pemikiran publik.
Lantas, bagaimana cara mengendalikan semua ini? Tidak bisa. Media tidak bisa dikendalikan oleh siapapun, termasuk presiden sebagai individu strata tertinggi dalam struktur pemerintahan negara.Â
Dengan itu, pengendalian problematis ini harus kita alihkan melalui sudut pandang masyarakat (civil society). Problematika baru lagi-lagi muncul. Jika kita perhatikan, peran media di seluruh negara termasuk Indonesia sejalan dengan perkembangan demokrasi progresif.Â
Demokrasi  progresif, dalam istilah Noam Chomsky  menitikberatkan pada dua elemen utama dalam suatu negara: Kaum intelektual dan kaum pandir. Kaum intelektual ialah mereka yang mampu menyerap informasi dan memproses olahan media menggunakan rasionalitas dan kemampuan intelektual yang mereka miliki.Â
Sedangkan kaum pandir ialah mereka yang hanya berposisi sebagai penonton dan penikmat sajian-sajian media tanpa menelaah dan meprosesnya secara rasional. Rasional dalam hal ini diartikan sebagai mampu mengolah secara argumentatif dan objektif (membuka pemikiran seluas mungkin).
Yang harus dilakukan adalah pengendalian preventif. Meningkatkan pendidikan politik warga negara. Setiap manusia sebagai makhluk rasional (vernunftiges wessen) sudah seharusnya mampu mengolah setiap informasi yang ia dapatkan. Ibarat menyaring sari buah untuk menyisakan airnya, saringan inilah yang agaknya kini kurang ada di kebanyakan masyarakat Indonesia. Implikasinya? Masyarakat mudah percaya dengan kemunculan berbagai berita yang sebenarnya tidak dapat dipertanggungjawabkan, namun justru malah menjadi perdebatan di publik.Â
Kita tidak dapat menghindari problematika media yang telah saya uraikan diatas, namun kita dapat membangun individu-individu dalam masyarakat kita untuk terhindar dari jurang kelam post-truth era, suatu era yang menitikberatkan persepsi subjektif tanpa verifikasi rasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H