Diri ditinggikan karena selalu mau menambah ilmu dan kebijaksanaan. Tanpa merasa paling tinggi apalagi merendahkan manusia lainnya.
Plato dalam bukunya "Phaedros, Gorgias, Theatet, Phaedon", memberi pesan: pelaksanaan etika didasarkan pada ide sebesar-besarnya dan menjauhi silaunya kehidupan fana dunia.
Kembali pada Ilmu dan kebermaknaan?
Sebuah pertanyaan mendasar untuk memilih. Tulisan ini tidak memaksa untuk mencintai ilmu sedemikian rupa.
Melainkan tulisan ini hanya sebuah ajakan. Analogi ajakannya sesederhana rakus membaca buku ketimbang menghabiskan kuota internet hanya untuk mantengin mereka-mereka yang *flexsing* alias pamer kekayaan.
Karena pengalaman saya pernah mencuri buku. Maka pencuri martabat bagi saya itu pencuri buku ketimbang mereka yang korupsi hanya untuk kehidupan hedonisnya.
Tentunya mencuri buku tidak dibenarkan semua orang. Cukup dan biar hanya saya saja yang "membenarkannya".
Kehidupan hedonis juga pilihan. Terkait jadi fenomena hari ini. Kembali ke naluri masing-masing. Memaknai dan memilih kehidupan seperti apa kedepan.
Untuk menutup goresan sederhana ini. Saya hanya ingin melempar pertanyaan tak kalah sederhananya.
Jika semua kian menjadi kefanaan, dan yang tersisa hanya kebijaksanaan dan dunia kebermaknaan. Maka masih kah kita akan terus kembali pada kefanaan?
Jawab masing-masing ya. Jika tidak juga tidak masalah.