Sepi kembali menyelimuti perjalanan. Peristiwa agak mengagetkan beberapa kali terjadi, Bunda yang berada diposisi kedua kaget ketika melihat sesuatu melintas disemak-semak. Â Dedi dan Monik yang tidak sengaja menyorot lampu kearah hutan dan melihat sesuatu juga. Tidak berapa lama Dedi pindah ke depan, bersama Taufik yang sejak gelap menyelimuti berada didepan untuk membuka jalan.
Saya sendiri, mungkin karena capek, ketika menyorotkan lampu ke pohon disamping jalan, melihat daun pohon tersebut berwarna putih, mirip bunga plastik. Karena penasaran saya sorotkan lagi, ternyata daun tersebut tetap berwarna hijau hanya karena terkena lampu warnanya berubah putih.
Secara jam, belum lewat jam 19.00 namun suasana gelap pekat membuat seolah sudah larut malam. Dalam pikiran, saya sempat bertanya apakah kami disesatkan, apakah kami tadi melewati "oyot nimang" sehingga berputar-putar saja, apakah kami ini masuk dimensi lain. Namun pikiran itu segera saya tepis jauh-jauh, sambil terus berdoa. Si thole juga semakin gelisah.
Kami semakin yakin tidak tersesat ketika di kejauhan terlihat lampu-lampu rumah penduduk, walaupun masih jauh didepan. Semakin kebawah kami juga mulai mendengar deru kendaraan bermotor  dan juga suara pengajian dari speaker masjid. Sinyal telepon juga mulai ada, Rinto yang penyuluh pertanian menerima konsultasi dari petani binaannya.
Tambah lega ketika kami bertemu dengan pendaki yang akan naik. Ketika kami tanya apakah masih jauh, mereka menjawab sudah dekat dan ada dibawah situ. Tentunya saya memastikan bahwa mereka benar-benar pendaki.
Alhamdulillah benar, lampu gerbang pendakian cemoro sewu sudah dihadapan kami. Tepat Pukul 19.10 Â di hari yang sama, Â kami sudah berfoto di gerbang pendakian tersebut dalam keadaan sehat wal afiat.
Dan kami yakin tidak tersesat ke dimensi lain ketika Camel yang dari rombongan depan menyambut kami. Dia  mengatakan bahwa rombongan pertama datang sekitar 45 menit yang lalu. Yang lain sedang makan di warung depan Pos Pendaftaran. Warung itu juga tempat makan saya ketika turun dari Lawu 26 tahun lalu. Menu yang saya pesan sama, mie rebus dan kopi.
Ketika makan ternyata jauhnya perjalanan juga dirasakan oleh tim 1. Mereka juga merasakan panjangnya perjalanan. Bahkan mas Ruston yang sudah sering ke Lawu, sampai sambat kenapa perjalanan tak kunjung sampai.
Alhamdulillah perjalanan kami dari berangkat dan pulang semuanya sehat wal afiat. Hanya si Thole yang kakinya makin parah rasa sakitnya. Tapi itu masih lebih beruntung daripada cerita teman kami yang ke Lawu bertiga, dan harus memapah salah satu temannya dari Puncak sampai Basecamp karena tidak bisa jalan.