Mohon tunggu...
albarian risto gunarto
albarian risto gunarto Mohon Tunggu... Freelancer - saya datang saya lihat saya lalui saya tulis

bapak-bapak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Catatan Kecil Pendakian Gunung Lawu (Aspala feat MJA) Bagian ke - 8

30 Juni 2023   06:00 Diperbarui: 1 Juli 2023   07:43 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
untung dapat pinjaman sandal (dok.pri)

sempatkan berfoto (dok.pri)
sempatkan berfoto (dok.pri)

Dari pos 2, karena matahari masih bersinar cukup terang, kami menyempatkan untuk foto-foto di batu yang ternyata jika dilihat sangat eksotis. Kami masih bisa menikmati pemandangan yang tidak terlihat ketika berangkat.

Saya baru tersadar bahwa medan yang kami lalui ternyata cukup terjal. Tanjakannya pun cukup tinggi. Ketika berangkat rasanya tidak seperti ini jalan yang kami lalui.

Satu persatu pendaki termasuk rombongan porter yang tadi berbincang dengan kami mulai mendahului. Suasana semakin sepi. Pendaki yang yang akan naik pun semakin sedikit. Malam menjelang, gelap mulai menyapu. Senter yang kami pakai mendaki terpakai lagi ketika turun.

Semakin lama semakin gelap, panjangnya perjalanan dan pos 1 yang tidak kunjung ketemu membuat kami sedikit gelisah. Beberapa kali kami tertipu pandangan mata, batu berwarna putih kami sangka atap seng.

Batu yang eksotis (dok pri)
Batu yang eksotis (dok pri)

Jalan gelap nan panjang menuju basecamp

jalan gelap (dok.pri)
jalan gelap (dok.pri)

Gelap benar-benar datang ketika akhirnya sampai di Pos 1. Disini kami berhenti sejenak untuk melemaskan kaki yang sedari tadi menjejak batuan. Karena berhenti pula, sarung tangan milik Rinto ketinggalan di Pos 1.

Perjalanan melewati makadam ini terasa sangat lama. Lebih lama daripada ketika kami berangkat. Padahal sudah melewati pos sayur 2 dan warung. Logikanya, perjalanan turun separuh waktu perjalanan naik. Namun rasanya tidak segera sampai. Suasana yang sepi tanpa ada suara apapun menambah sunyinya perjalanan ini.

Saking sunyinya hanya hawa dingin yang kami rasakan. Suara serangga malam yang biasanya bersahut-sahutan hari itu tidak ada sama sekali.

Hanya Mas rofiq yang seringkali memberikan semangat sambil bercanda agar suasana tidak sepi. Ditengah perjalanan kami disalip oleh sepasang Bule, saya sempat memastikan apakah mereka benar-benar manusia. Ternyata benar manusia. Mereka berjalan sangat cepat. Segera meninggalkan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun