Si Thole ternyata masih shock dan menahan perih jadi belum bisa bercerita banyak sekeluarnya dari rumah supit tersebut. Walaupun Ibu dan Mbaknya dengan keponya mencecar pertanyaan proses di ruang khitan.
Di mobil, setelah minum dan merasa tenang, barulah dia bercerita. "Aku tadi disuruh baca surat pendek, setelah itu disemprot trus habis itu rasanya sakit sekali (proses pemotongan), trus aku kerasa kayak benang ditarik (proses menjahit), trus di perban, trus disuruh istirahat".
 "Kamu nangis gak?" tanya mbaknya.
 "Nangis sebentar, trus sama bapaknya dibilangin, jangan nangis, kalau nangis nanti sunat dua kali lho ya, ya aku diam, gak nangis lagi," jawab Thole sambil malu-malu.
Mbaknya langsung mengolok. "Opo wi arek lanang kok nangis," sambil mengejek.
"Kamu termasuk kuat le, ayah dulu gak sempat nangis, tapi langsung pingsan," timpal saya untuk membesarkan hatinya. (Ini real story, karena dulu saya ketika sunat memang pingsan, setelah mendengar suara "ceplet", bangun sudah diperban dan tiduran.. ha ha ha)
"Bun, pokoknya aku gak mau sunat lagi, ini terakhir pokoke," katanya manja kepada bundanya. Kata-kata yang membuat kami tertawa terbahak-terbahak sepanjang perjalanan ke pintu tol trans jawa untuk kembali ke timur.
Kekhawatiran saya si Thole bakal rewel dan sambat sakit, setelah obat pereda nyeri hilang efeknya, tidak terbukti. Dia masih enjoy saja, dan sangat percaya tidak sakitnya karena minum teh yang didoain tadi (padahal saya hanya berspekulasi kalau tehnya sudah didoain he he he).
Masa Perawatan
Sampai di rumah juga tetap enjoy saja. Hanya pipisnya yang agak susah karena masih diperban dan talinya lumayan kencang. Harus berhati-hati juga karena diwanti-wanti kalau perban tidak boleh terkena air sebelum 36 jam.
Yang mendebarkan tentunya melepas perban pertama kalinya, dimana anak harus berendam agar perban lepas sendiri. Untungnya ini bisa berjalan dengan lancar walaupun si Thole teriak-teriak karena perih. Lucu, gemes, kesel jadi satu menghadapi anak ragil yang manja ini.