Tetapi tiba-tiba dipercepat, karena si Thole yang sekolah di SDIT yang menggunakan kurikulum merdeka ini, teman-temannya yang laki-laki sudah sunat semua.
Saya sempat mengurungkan niat untuk sunat di Bogem karena mendadak. Tapi ibunya yang setelah browsing dan melihat langsung sunatan massal, jadi lebih antusias ke Bogem. Tetap memberi semangat agar rencana awal jalan terus.
Mencari Koneksi
Saya menghubungi nomor telepon hasil searching google dengan kata kunci "juru supit bogem".
Percobaan pertama diterima oleh seorang perempuan, namun diminta untuk telepon lagi besok, karena ketika saya hubungi pas Hari Jumat, yang juga merupakan hari libur tempat ini.
Keesokan harinya saya mencoba telepon lagi dan diterima oleh seorang laki-laki yang merupakan petugas aslinya.
Pertama kali yang ditanyakan adalah putranya gemuk atau tidak? Saya tidak tahu kenapa menanyakan hal itu, mungkin anak gemuk butuh treatmen khusus.
Setelah menjawab bahwa anak saya tidak gemuk barulah mas petugas tadi menanyakan nama anak, umur, alergi obat atau tidak, nama, dan alamat orang tua.
Kemudian setelah itu menjelaskan harus membawa beberapa barang yakni sarung, celana kolor longgar, celana sunat dan kain mori (kain putih polos) seperempat meter.
Selanjutnya juga bahwa nanti saat hari H sang putra yang akan disunat harus sudah sarapan dan kondisi fit. Harus tetap prokes dan pengantar jangan banyak-banyak.  Dan yang terakhir menyampaikan harap datang sebelum jam 8 pagi. (Juru supit bogem ini, 2 kali praktek yakni pagi Jam 07.00-09.00 WIB dan Sore Jam 15.00-17.00 WIB, Jumat Libur)
Acara khitanan ini saya samarkan dan rahasiakan dari tetangga, teman saya dan teman sekolahnya Thole. Hanya keluarga dekat saja yang mengetahui perihal acara ini. Saya dan istri tidak mau rame-rame. Sejak awal memang tidak akan mengadakan acara sunatan.
Sehari sebelum Hari H kami bertolak dari Kota Remo. Hujan mengiringi perjalanan senyap ke barat ini mulai berangkat dari rumah hingga sampai di penginapan.