"Ah, bosan," suara itu kian ramai.
Para guru yang juga menunggu mencoba menenangkan siswa dengan kalimat yang menenangkan. Tapi bagaimana pun perut lapar memang agak susah kalau diajak berpikir jernih.
Suara sumbang mereka masih saja terdengar.
Beberapa siswa memang cuek. Tidak peduli kapan makanan akan datang. Sebagian lagi menunggu dengan bermain bola atau membaca buku.
Begitu motor Pak Tri muncul mendekati waktu dhuhur mereka pun bersorak. Bisa jadi Pak Tri yang berjarak puluhan meter sudah mendengar suara mereka.
"Akhirnya makanan datang,"
"Yes,"
"Ayo siap-siap ambil makan,"
Begitu Pak Tri masuk gerbang sekolah dan menghentikan motornya beliau sudah disambut dengan suka cita wajah anak-anak yang merasa sudah ditagih cacing-cacing di perut.
Tapi Pak Tri tidak membiarkan begitu saja pemilik perut-perut yang lapar itu tanpa disiplin antre. Sesuai aturan yang mengambil makan adalah petugas piket setiap kelas. Itu juga harus antre, tidak boleh berebut. Pak Tri yang tampak merasa bersalah karena telat mengambil makan masih tetap sigap mengkondisikan anak-anak agar antre.
Dalam kesempatan berbeda Pak Tri pernah mengungkapan betapa beliau sangat bersyukur bisa bergabung dengan sekolah Islam.