Mohon tunggu...
Subhan Alba Bisyri
Subhan Alba Bisyri Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN

FISIP

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keadilan Kepemilikan Tanah

18 Juli 2023   23:28 Diperbarui: 18 Juli 2023   23:28 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KEADILAN KEPEMILKAN LAHAN

Subhan Alba Bisyri
Rabu 19 Juli 2023

Lahan merupakan salah satu aset yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Di Indonesia, kepemilikan lahan telah menjadi isu yang kompleks dan kontroversial. Salah satu isu yang sering muncul adalah masalah keadilan akses dan kepemilikan lahan.

Apa saja yang akan dibahas? Tulisan ini akan membahas tentang keadilan akses dan kepemilikan lahan di Indonesia, serta mengevaluasi apakah ada keadilan yang terjadi dalam sistem kepemilikan lahan saat ini.

Keadilan akses lahan merujuk pada aspek kesetaraan dalam mendapatkan akses terhadap lahan di Indonesia, terdapat Unsur-unsur yang sangat penting dalam memastikan keadilan akses lahan, diantaranya pengaturan hukum, regulasi dan kebijakan yang adil, serta perlindungan hak-hak masyarakat terhadap lahan.

Sayangnya, keadilan akses lahan di Indonesia masih menjadi isu yang kompleks. Banyak kelompok masyarakat, terutama masyarakat adat, petani kecil, dan nelayan, mengalami kesulitan dalam memperoleh akses terhadap lahan. Hal ini disebabkan oleh sejumlah alasan, seperti perlunya kepastian hukum yang lebih baik, praktik korupsi di sektor pertanahan, dan keterbatasan akses informasi bagi masyarakat terkait prosedur dan persyaratan untuk mendapatkan lahan.

Selain itu, program reforma agraria yang bertujuan untuk memberikan akses lahan kepada masyarakat yang membutuhkan juga masih menghadapi tantangan. Meskipun sudah ada upaya-upaya untuk meningkatkan keadilan akses lahan, tetapi masih diperlukan langkah-langkah lebih lanjut untuk memastikan bahwa akses lahan menjadi lebih merata di seluruh Indonesia.

Kepemilikan lahan merupakan hak yang sangat penting dalam konteks pemanfaatan sumber daya alam. Di Indonesia, sistem kepemilikan lahan memiliki beragam bentuk, mulai dari negara, perusahaan, masyarakat, komunitas adat, hingga individu. Namun, terdapat beberapa permasalahan terkait kepemilikan lahan yang perlu diperhatikan.

Salah satu permasalahan diantaranya konflik kepemilikan lahan antara masyarakat dengan pihak-pihak lain, seperti perusahaan. Konflik ini sering terjadi di daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi, seperti pertambangan atau perkebunan kelapa sawit.

Konflik ini menunjukkan ketidakadilan dalam sistem kepemilikan lahan, di mana masyarakat seringkali kehilangan hak-hak mereka terhadap lahan yang telah ditempati dan dimanfaatkan secara turun-temurun.

Selain itu, masih terdapat masalah kepemilikan lahan yang terkait dengan korupsi dan praktik ilegal. Beberapa kasus penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan lahan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab telah menjadi bukti adanya ketidakadilan dalam sistem kepemilikan lahan di Indonesia.
*
Apa yang dimaksud tanah? Tanah merupakan sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, bercocok tanam, dan berbagai aktivitas lainnya, tetapi juga memiliki nilai sosial, budaya, dan ekonomi. Oleh karena itu, akses dan kepemilikan tanah harus diatur dengan adil dan sesuai dengan kepentingan rakyat.

Sementara, kenyataannya menunjukkan bahwa ada ketimpangan yang besar dalam penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), indeks gini rasio kepemilikan tanah di Indonesia berada di kisaran 0,54-0,67. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian kecil penduduk menguasai sebagian besar lahan yang ada di Indonesia, sementara sebagian besar penduduk hanya memiliki lahan yang sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali.

Pertanyaannya faktor faktor apa yang menyebabkan terjadinya ketimpangan tersebut? Ini diantara beberapa faktor penyebab antara lain:

Pertama, Sejarah penjajahan dan orde baru yang mengakibatkan penguasaan lahan oleh pihak asing dan korporasi besar, serta pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat dan petani.

Kedua. Kurangnya kesesuaian antara Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 dengan undang-undang sektoral yang mengatur tentang sumber daya alam lainnya, seperti hutan, pertambangan, pengairan, dan lain-lain.

Hal ini menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara masyarakat dan pemegang izin usaha.

Ketiga. Kurangnya implementasi reforma agraria yang bertujuan untuk mendistribusikan ulang lahan kepada rakyat secara adil dan merata. Meskipun pemerintah telah menetapkan target untuk mendistribusikan 12 juta hektare lahan melalui Bank Tanah, namun prosesnya masih lambat dan belum memenuhi kriteria keadilan.

Salah satu kendalanya yaitu adanya syarat feasibility study atau studi kelayakan yang cenderung menguntungkan pihak yang memiliki modal besar.

Ketimpangan akses dan kepemilikan tanah ini berdampak negatif bagi kesejahteraan rakyat, terutama bagi masyarakat miskin dan marjinal. Beberapa dampaknya antara lain:

Menyebabkan kemiskinan struktural dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam.

Menimbulkan konflik agraria yang seringkali berujung pada kekerasan, penggusuran, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Mengancam ketahanan pangan dan lingkungan hidup akibat perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi industri, perkebunan, atau pemukiman.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya serius dari pemerintah dan semua pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ketimpangan akses dan kepemilikan tanah di Indonesia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

Pertama. Menerapkan prinsip-prinsip UUPA secara konsisten dan menyeluruh dalam pengaturan sumber daya alam di Indonesia. UUPA merupakan undang-undang dasar yang mengakui hak-hak masyarakat atas tanah berdasarkan hukum adat dan kebiasaan setempat, serta menetapkan bahwa tanah dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kedua. Melaksanakan reforma agraria secara komprehensif dan partisipatif, dengan melibatkan masyarakat, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan media. Reforma agraria harus berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, seperti hak atas tanah, air, pangan, dan lingkungan.

Ketiga. Meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan petani dan masyarakat adat sebagai pengelola sumber daya alam. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan fasilitas kredit, bantuan teknis, pendidikan, dan perlindungan hukum.

*
Lalu, apa evaluasi dan rekomendasinya? Melihat kondisi keadilan akses dan kepemilikan lahan di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk meningkatkan keadilan akses dan kepemilikan lahan di Indonesia, perlu dilakukan langkah-langkah berikut:

1. Peningkatan kepastian hukum: Dibutuhkan upaya untuk memperbaiki sistem hukum dan peraturan terkait kepemilikan lahan guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Hal ini akan membantu mengurangi konflik dan meningkatkan akses lahan secara adil bagi semua pihak.

2. Pemberdayaan masyarakat: Penting bagi pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan dan pengelolaan lahan. Dengan melibatkan masyarakat, diharapkan akan terjadi partisipasi yang lebih aktif dan pengambilan keputusan yang lebih adil.

3. Penguatan tata kelola: Perlu adanya peningkatan dalam tata kelola lahan agar dapat menghindari konflik kepemilikan lahan yang merugikan masyarakat. Pemerintah perlu melakukan penguatan dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait pengadaan lahan, serta memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat adat dan petani kecil.

Sebagai kesimpulan, Keadilan akses dan kepemilikan lahan di Indonesia masih menjadi isu yang kompleks. Meskipun telah ada upaya-upaya untuk meningkatkan keadilan akses dan memastikan kepemilikan lahan yang adil, masih banyak tantangan yang perlu dihadapi.

Diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai keadilan akses dan kepemilikan lahan yang lebih baik di Indonesia.

Dengan demikian, diharapkan akses dan kepemilikan tanah di Indonesia dapat lebih adil dan berkeadilan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup rakyat dan menjaga kelestarian sumber daya alam. (Subhan Alba Bisyri. Rabu 18 Juli 2023)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun