Di saat kita bersiap untuk pulang, ada SMS masuk. ‘’Apa kabar Pak? Semoga sudah sehat. Jika Bapak keluar dari RS ini belum sembuh juga, biar nanti Bapak saya bawa ke Singapura untuk berobat. Semua akomodasi dan biaya saya yang akan tanggung,’’ demikian bunyi SMS dari seorang sahabat itu.
Masya Allah! Sebelumnya nggak pernah mimpi saya berobat ke Singapura, tapi ternyata mungkin kalau saya mau. Hmm, inilah kuasa Ilahi, Kunfayakun, apa saja bisa!
Dengan berseloroh saya jawab SMS tersebut: ‘’Alhamdulillah, sudah sehat Pak, terima kasih atas tawarannya. Kalaupun saya jadi ke Singapura, mudah-mudahan bukan dalam kondisi sakit dan berobat di sana, tapi untuk jalan-jalan saja. He he he.’’
Alhamdulillah, setelah itu saya akhirnya berkesempatan ke Singapura dua kali. Bukan untuk berobat. Yang pertama bersama keluarga pada saat ada undangan memberikan motivasi di Batam, Kepulauan Riau, sekaligus nyebrang menengok Singapura. Yang kedua, diundang mengisi acara di Kedutaan Besar Indonesia di Singapura.
Alhamdulillah, kesampaian juga. Terima kasih ya Allah.
-----------------
Catatan Kaki:
[1] Menurut Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, berdasarkan data National Health Care Group International Business Dev Unit (NHG-IBDU) Singapura, tercatat 50 persen pasien internasional yang berobat di Singapura adalah warga Indonesia. (http://nasional.vivanews.com/news, 15/02/2012). Kementrian Kesehatan juga mengungkapkan, belanja pasien Indonesia di luar negeri, mayoritas di Singapura, mencapai Rp 100 Trilyun! Menurut Syamsu Nur, wartawan senior Fajar Online yang pernah merasakan jadi pasien penyakit jantung di Mount Elizabeth Hospital, Singapura, tiga alasan yang sering mengemuka mengapa orang berobat ke Negeri Singa adalah: transparan, profesional, dan disiplin (http://www.fajar.co.id/22/6/2011). Kata orang, rumah sakit Mount Elizabeth milik orang Indonesia. Bukan sahamnya yang dimiliki orang Indonesia, tapi saking banyaknya pasien Indonesia yang dirawat di sana, sehingga rumah sakit itu disebut milik orang Indonesia. Memang, 80 persen pasien rumah sakit itu adalah orang Indonesia.
[2] Vertigo, atau vestibulars disorders, adalah sebuah kondisi ketika penderita merasa dunianya berputar sehingga ia hilang keseimbangan bahkan saat mereka tidak sedang bergerak. Penderita vertigo merasa pusing luar biasa. Seorang yang menderita vertigo perasaannya seolah-olah dunia sekeliling berputar (vertigo objektif) atau penderita sendiri merasa berputar dalam ruangan (vertigo subjektif). Perasaan pusing ini selain disertai rasa berputar kadang-kadang disertai mual dan muntah. Bila gangguan ini berat, penderita bahkan tak mampu berdiri atau bahkan terjatuh, akibat gangguan keseimbangan syaraf otak kecil.
Ada beberapa jenis vertigo berdasarkan penyebabnya. Vertigo epileptica yaitu pusing yang mengiringi atau terjadi sesudah serangan ayan, vertigo laryngea yaitu pusing karena serangan batuk, vertigo nocturna yaitu rasa seolah-olah akan terjatuh pada permulaan tidur, vertigo ocularis yaitu pusing karena penyakit mata khususnya karena kelumpuhan atau ketidakseimbangan kegiatan otot-otot bola mata, vertigo rotatoria yaitu pusing seolah-olah semua di sekitar badan berputar-putar. adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali (disarikan dari berbagai sumber).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H