Setelah saya bahas presentasi dari Kemenhub, Kementan dan PU, dalam acara Rembug Nasional minggu lalu juga hadir Menko Rizal Ramli. Tulisan ini memang sangat lambat karena beberapa keterbatasan yang saya hadapi, namun saya tetap akan menuliskannya.
"Jika yang lain presentasi 1 tahun kabinet kerja, saya presentasi kabinet pasca reshufle" begitulah raja ngepret membuka presentasinya.
Berbeda dengan 3 kementerian yang menggunakan slide show, Pak Rizal Ramli berbicara langsung seperti sedang menjadi pembicara dalam acara seminar.
"Satu hal yang harus kita syukuri adalah, Presiden kita punya nyali. Presidennya aja berani, apalagi relawannya?!"Â
Nyali Presiden Jokowi juga coba diterapkan pada sistem latihan militer. TNI sempat diminta untuk simulasi latihan dengan tembak real. "Ya kalau ada meleset dikit, hilang tuh elit Indonesia. Ya bagus juga sih, elitnya kan banyak yang brengsek!" Langsung disambut tawa oleh para hadirin.
Setelah membahas soal nyali, Rizal Ramli beralih pada minyak. Selama ini Indonesia sengaja ekspor minyak mentah ke Singapore dengan biaya proses lebih mahal 50% lalu Indonesia kembali mengimpornya. Inilah yang membuat Kalimantan kaya minyak namun masyarakatnya tidak juga sejahtera. Minyak dikeruk sebanyak mungkin dan hanya lewat begitu saja. "Kalimantan infrastruktur nol, yang 10 tahun ngapain aja?!" Ledek Rizal Ramli.
Inilah yang kemudian menjadi landasan pembubaran Petral dan kini Indonesia membangun pabrik pengelolaan minyak sendiri.
"Yang lagi booming soal Freeport ya? Pejabat Indonesia selama ini mudah disogok. Bahasa sederhananya begitu, yang lain-lain kita simpan dulu, nanti kalau saya cerita detail bisa masuk New York Times ini"
Selama ini kontrak perpanjangan Freeport selalu menyalahi aturan undang-undang. Kontrak diperpanjang jauh-jauh tahun sebelum habis dengan alasan kejelasan investasi. Freeport sengaja melakukan itu agar memiliki waktu yang banyak untuk melakukan negosiasi. Kondisinya berbeda saat berada di era Kabinet Kerja, Presiden Jokowi menginstruksikan bahwa kontrak Freeport hanya akan dibahas 2 tahun sebelum kontrak berakhir.
Selama ini, hingga 2014, Freeport hanya membayar royalti 1-3%. Pemerintah ingin menaikkan hingga 6-7%. Bagaimanapun Presiden ngotot untuk meminta angka tersebut meski Freeport sudah mengembalikan lahan garapan dari 212.950 hektar menjadi 90.360 hektar. Tentu saja dengan permintaan lain seperti mewajibkan Freeport membangun smelter, penggunaan bahan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
"Freeport kalau ga mau, fair! Balikin!" Ucap Rizal Ramli yang disambut gemuruh "balikin!" Dari para peserta Rembug Nasional. "Indonesia 70 tahun merdeka, masa sama asing saja takut!"
Ini dilakukan karena berkaca pada Blog Cepu 2010 lalu. Dimana terjadi perang politik demi kepentingan asing. Saat itu terjadi pemecatan massal di Pertamina, pemecatan berlaku untuk orang-orang yang tidak setuju dengan kontrak yang diajukan oleh Exxon. Lalu ditunjuklah orang yang tidak mengerti soal minyak, adik Andi Malarangeng untuk tanda tangan kontrak.
"Saya sempat diundang ke istana buat ngasih saran. Pulangnya saya nyanyi halo halo Bandung saking gembiranya" celoteh Rizal Ramli. Namun kenyataannya semua masukan dan solusi yang disampaikan oleh beliau sama sekali tidak dijalankan.
Belajar dari pengalaman tersebut Rizal Ramli tak mau hal serupa terulang. Pemerintah hanya akan membahas kontrak 2 tahun sebelum habis. Kebijakan sangat hati-hati juga diberikan saat ditawari investasi offshoring oleh beberapa negara. Baru-baru ini ditemukan tambang gas di Maluku yang cadangannya cukup untuk kebutuhan 70 tahun.
"Banyak yang coba ajukan offshoring, dengan alasan biaya lebih murah dan mudah. Lalu saya pikir, yang bener aja! Kalau di laut, mereka bisa bawa gas pulang ke negaranya, ya sudah kita nangis bombay"Â
Rizal Ramli juga menyinggung soal pendidikan yang kualitasnya sangat bertolak belakang dibanding dulu. Inilah yang membuat dirinya gemas dan minggu ini beliau akan mengirim jaksa agung dan staff menteri kehakiman untuk belajar di salah satu universitas di Inggris (saya lupa namanya).
"Sebab apa yang dilakukan Bu Susi memang efektif, namun ke depan kita tidak hanya bereaksi seperti itu. Kita mau agar kapal-kapal ilegal itu bisa diberikan pada nelayan. Para fishing besar harus mau membangun pabrik fish meal di sini, tidak perlu lagi kita ekspor barang mentah." Rasanya hal ini menjawab banyak pertanyaan mengapa kapal-kapal itu harus ditenggelamkan?
Tepat 2 minggu setelah menjabat sebagai Menko, Rizal Ramli langsung membebaskan visa untuk 47 negara "yang penting bukan negara yang ada hubungannya dengan ISIS." terangnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan minat wisatawan asing.
"Cruise yang ada kini ribuan, tapi yang mampir ke Indonesia hanya bisa dihitung jari. Ini karena aturan ribet dan pelabuhannya juga sedikit. Untuk itu kita sudah benahi dan sedang dibangun 10 lokasi baru agar mereka bisa mampir, salah satunya di danau Toba."
Pengembangan Pariwisata Bromo juga sedang diatur agar memiliki manajemen dan infrastruktur yang baik. Jangan sampai terjadi kompetisi tidak sehat ketika semua masyarakat berjualan produk yang sama, lalu menurunkan harga jualnya. Ini belajar dari apa yang terjadi di Ciampelas. "Kita harus atur yang jualan kaos berapa orang, jualan souvenir berapa, jangan semuanya jualan satu produk."
Di luar kerjanya sebagai Menko Kemaritiman, Rizal Ramli juga melakukan lobi-lobi dengan beberapa universitas di France. Hal ini untuk mengembangkan pengelolaan kampus kompetisi. 2016 nanti akan ada kurang lebih 100 professor yang mengajar di Indonesia dengan gaji dibayar oleh negara pengirim. Indonesia hanya memfasilitasi tempat tinggal dan akomodasi selama di sini.
"Mereka seneng kok dan mau melakukan ini. Kita jangan takut berkompetisi, jangan jadi katak dalam tempurung. Meski memang ini bukan areanya Menko Maritim, ya anggap saja saya sedang ingin melakukan sesuatu untuk negara ini."
Luar biasa memang pengalaman panjang seorang Rizal Ramli. Sikap arogan dan marah-marahnya sepertinya lebih dikarenakan geram terhadap pejabat-pejabat tidak jelas. Keberaniannya mengatakan banyak hal yang menyangkut pemerintahan lama juga sudah sesuai kalkulasi politik yang dimilikinya. Karena sempat ada beberapa materi yang secara khusus beliau minta agar tidak perlu ditulis oleh rekan media. "Tolong yang ini tidak perlu diberitakan ya" ucapnya. Untu hal itupun saya tidak akan menuliskannya di sini.
Itulah Rizal Ramli, berani dan frontal, namun juga berhitung tentang dampaknya. Di balik sikap frontal memicu kotroversi, beliau adalah orang yang cukup paham kondisi negeri ini, tidak hanya asal bunyi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H