Namun yang sulit memang jika kedua pihak tidak ada yang mau 'mengalah' seperti contoh teman saya dan Hawa. Nah soal dua pihak tidak mau mengalah ini, saya ada sedikit cerita penutup tentang 'adat' menikah di Malaysia di mana kedua pihak sama-sama menyepakati.
Di Malaysia, setiap perempuan itu dinilai dari tingkat pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan perempuan, maka semakin mahal lah mahar dan uang hantarannya. Dari beberapa cerita teman saat berdomisili di sana, untuk lulusan sarjana itu di kisaran (setara) 100-150 juta rupiah. Sementara untuk lulusan master, sekitar 200-250 juta. Lalu Phd tentu saja di atas itu.
Dalam adat yang seperti itu, jangan heran jika pasangan muda-mudi harus mengajukan pinjaman ke bank sebelum melangsungkan pernikahan. Selain mendapat restu dari kedua orang tua, mereka juga harus dapat restu dari bank. Itu sudah biasa. Setelah menikah mereka akan membayar kredit perbulan hingga lunas.Â
Lengkap ya solusinya? Hehe. Awalnya diberi pengertian, jika tidak memungkinkan lanjut dengan jalur negosiasi. Masih mentok? Coba lakukan soft diplomasi hingga sedikit mengakali. Namun jika memang sudah tidak ada jalan lain, maka terpaksalah mengimpor adat Malaysia, mohon restu bank. Tapi apapun itu semua harus dipertimbangkan, diukur dengan resiko dan manfaatnya.
Pesan moralnya, apapun alasannya, jangan lalukan seks sebelum menikah karena itu akan sangat memberatkan kita jika terbentur dengan adat yang tidak bisa kita penuhi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H