Jika Jalan Lurus Mentok, Perlu Sedikit Memutar
Teman saya yang berhasil membawa mertuanya untuk pindah sebenarnya patut ditiru. Saya sangat yakin bahwa semuanya sudah dia rencanakan dengan sangat matang, jadi persetujuannya untuk tinggal di rumah mertua sebenarnya hanya kebohongan yang terstruktur Haha.
Semalam saat seseorang itu bercerita tentang temannya dan uang belanja 50 juta, saya pikir itu masih bisa diakali. Jika uang tersebut untuk belanja dan diberikan pada istri, ya berikan saja. Tapi si istri harus dinego dulu agar mau mengembalikan 50 jutanya setelah proses pernikahan adat berlangsung. Toh selanjutnya tugas suami memang memberi nafkah dan itu pasti lebih dari 50 juta jika dihitung semuanya.
Sementara nenek yang nampak risau itu saya tenangkan, saya bisa atur untuk beri uang dan beliau bisa beli barang untuk dibawa ke rumah. Toh pada akhirnya barang tersebut memang untuk saya. Soal masa lalu dan adat, ya sudah itu urusan privacy yang tak perlu orang lain tau. Yang penting tidak ada sanksi sosial.
Meski memang soal adat ini erat kaitannya dengan gengsi, harga diri dan sejenisnya. Seperti cerita teman saya dan Hawa, mereka bukan tidak mampu, hanya enggan menurunkan ego. Andai orang tuanya mau membayar 150 juta, selesai. Sebab saya yakin orang tua Hawa juga sudah melalukan 'survey' kemampuan.
Begitu juga dengan cerita uang belanja istri 50 juta, skenario saya bisa saja berjalan mulus. Tapi si perempuan pasti harus meyakinkan dirinya sendiri bahwa yang dilakukannya tidak salah. Dia harus lepas dari rasa bersalah telah membohongi banyak orang, terutama orang tuanya sendiri.
Lalu soal nenek, mungkin dia harus sedikit mau menurunkan egonya. Rela menundukkan harga dirinya, sekalipun hanya saya yang tau.
Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung
Tak peduli setebal apa buku yang pernah kita baca atau dalil-dalil agama yang begitu kaut, jika sudah berhadapan dengan adat setempat, maka kita harus menimbang resiko dan manfaatnya dengan sedikit mengenyampingkan teori serta dalil yang kita yakini. Selama adat yang ada tidak bertentangan dengan syariah, maka yang perlu diperbaiki hanyalah niat.
Uang belanja istri 50 juta itu andai dibayarkan secara fatamorgana, katakanlah begitu, sebenarnya tidak ada yang dibohongi. Sang suami tetap dinyatakan komitmen memberi uang belanja 50 juta, hanya saja dengan cara kredit.
Sementara si nenek yang sepertinya sudah kurang mampu, ya diniatkan saja sudah lunas. Ibarat berhutang, jika yang memberi hutang sudah menganggap lunas ya tidak ada lagi masalah yang perlu diselesaikan.