Ketika sudah mudik dan sampai di rumah, barulah dia buka satu persatu. Nominalnya fantastis. Setelah itu dia ke toko dan mau menawarkan gadget lamanya.
"Kamu tau berapa Hp lama saya ditawar? Merknya titik-titik" tanyanya menggantung "sama persis, pas, tidak kurang tidak lebih seribu pun jika ditambah uang yang ada dalam kantong saya waktu itu untuk membeli gadget baru pesanan saya." Saya pun tertawa surprise. Wow!
"Masalahnya itu kan iman, kepercayaan atau keyakinan kita pada Tuhan seperti apa? Kamu sering nggak percaya, atau katakanlah ragu doamu dikabulkan, ya to? Sama, aku juga gitu. Kemaren itu cuma praktek aja sebenernya, tapi ternyata benar"
"Kita itu sering berdoa tapi ngasih target, misal tahun ini, bulan depan, minggu depan. Tuhan kok dikasih target? Berdoa ya berdoa saja, cara dan jalannya bagaimana itu urusan Tuhan."
Menikah itu "Deal" Paling Rumit
Seperti yang saya bahas di awal, menikah memiliki tahap pendekatan, diplomasi dan negosiasi. Lumrahnya mertua menanyakan pekerjaannya apa, sekolah di mana, dan seterusnya. Sangat standar, dan pada banyak kejadian, ini menjadi hal yang tidak bisa dicari titik temunya.
Lelaki juga kadang berpikir rumah, kendaraan, pendapatan dan seterusnya. Boleh saja dan malah harus. Tapi kadang hal itu sangat mengganggu keimanan kita pada Tuhan. Ragu.
"Kalau kamu ragu, kan berarti ada masalah dengan keimananmu" sindir teman yang saya ceritakan soal kualitas iman.
Soal iman ini memang agak lucu. Sampai sekarang saat menuliskan ini, saya masih belajar memperbaiki iman ataupun keyakinan. Jadi kalau ada orang mencemooh saya sesat dan kafir, saya tidak marah. Karena mungkin yang mereka katakan itu memang benar. Introspeksi.
Saya kemudian menyimpulkan bahwa jika menikah adalah sesuatu yang harus dimulai dan diselesaikan, mungkin ini ada dua jalur yang bisa ditempuh.
Pertama, belajar dan memperbaiki iman. Berdoa saja dan setelahnya biar urusan Tuhan. Kita tetap menjalani aktifitas seperti biasa sampai ada tanda-tanda.