Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menikah itu "Deal" Paling Rumit

31 Juli 2015   07:27 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:23 4351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di usia 25 tahun ini, di masa remaja yang sangat dinamis, saya merasakan betul betapa perasaan adalah permasalahan yang kompleks. Bahwa cinta adalah sesuatu yang harus diselesaikan, a problem to solve. Mau tak mau, semuanya harus dimulai sesegera mungkin, meski jujur kadang saya merasa bodoh karena tak tau dari mana harus dimulai. Loh kok malah curcol? Haha.

Saya berpikir, beruntung hanya sekali kita melakukan pilihan penting, menjalani proses menemukan taqdir. Menikah. Melakukan pendekatan, diplomasi hingga negosiasi. Andai kita juga disuruh memilih sendiri (dengan dimensi hidup yang direvisi) orang tua atau anak yang ingin dilahirkan, mungkin hidup hanya tentang kegalauan. Beruntung kita semua terlahir karena keputusan Tuhan tanpa dilibatkan untuk memilih sendiri, maka yang terjadi adalah menerima dengan sempurna. Kalaupun ada keluhan, kita mengeluh pada Tuhan, bukan menyesali pilihan. Indah bukan? Nyaris tanpa rasa dilema, tertekan, persiapan, dengan segala logika pertimbangannya seperti saat seseorang hendak menikah.

Lagi asik-asiknya merenung dengan posisi duduk di kursi bus antar kota, tiba-tiba satu pesan BBM masuk seperti petir, jeggeeer!!!

"Gimana kabar adikku?"

"Hahahahaha" saya menoleh kanan kiri setelah senyam senyum sendiri, teringat momen ketahuan memandangi adiknya terlalu lama. Oke, selesai ya intermezonya, hehe.

Kualitas Iman

Harus diakui bahwa kualitas iman seseorang itu ada tingkatannya. Tidak sama. Soal iman ini sangat krusial mewarnai catatan perjalanan seseorang.

Seorang teman yang ibadah dan pengetahuannya tentang agama lebih baik dari saya pernah menyimpulkan bahwa kita hanya butuh mempercayai Tuhan. Masalahnya adalah kita kadang tidak/kurang percaya.

Diapun mulai bercerita tentang gadget terbarunya. Ada rasa sangat ingin memiliki dan ganti gadget karena yang lama sudah dinilai kurang compatible.

"Saya bilang ke Paman yang kebetulan jual handphone, pesan satu. Kalau duitnya lengkap nanti diambil" ucapnya. Dia hanya pesan lewat telpon karena masih belum mudik. Uangnya dari mana? "Ya itu urusan Tuhan, terserah Dia."

Ceritanya, dia ini saat mengajar atau ngobrol dengan warga (dakwah), sama sekali tidak punya tarif. Karena dari pesantren sudah diberi uang transport dan konsumsi. Dikasih ya diterima, tidak diberi apa-apa ya memang sudah seharusnya begitu. Menjelang akhir Ramadhan dia sering mendapat amplop. Begitu hendak mudik, pun beberapa warga ikut memberi amplop. Spontanitas saja. Semua amplop ini dikumpulkan saja tanpa melihat isinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun