Mohon tunggu...
Alan Budiman
Alan Budiman Mohon Tunggu... profesional -

Pemilik akun ini pindah dan merintis web baru seword.com Semua tulisan terbaru nanti akan diposting di sana. Tidak akan ada postingan baru di akun ini setelah 18 November 2015.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Republik Persepsi

17 Februari 2015   23:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:00 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sinilah persepsi memainkan perannya. Masyarakat yang terlanjur tidak suka dengan Polri kini mengutuk hukum dan hakim di negeri ini. Tidak peduli Abraham Samad nyata-nyata bersalah secara kode etik dan sudah diakui oleh Thahjo Kumolo, Andi Widjajanto dan pemilik apartemen saat ketiganya dihadirkan di gedung DPR. Seolah inilah kemenangan koruptor. Sama seperti PKS yang mengklaim partai mereka sedang dijatuhkan dan islam di Indonesia dirusak saat LHI dipenjara. Padahal AS dan LHI terkena kasus secara personal, bukan institusi.

Skenario atau Konspirasi

Tidak bisa dipungkiri bahwa ada semacam skenario. Semuanya bisa saja terjadi pada Antasari, LHI, Abraham Samad, Budi Gunawan dan pimpinan serta penyidik KPK. Tergantung dari mana kita melihatnya, dan di persepsi apa kita berdiri saat ini.

Antasari bisa mengklaim ada skenario yang menjebaknya, begitu juga dengan LHI. Abraham Samad dan pimpinan KPK bisa mengklaim ada skenario perlemahan KPK, semetara BG juga bisa mengklaim ada skenario emosi yang dimainkan oleh AS untuk menjeratnya sebagai tersangka. Jika ada orang yang menganggap Polisi mengungkit atau mencari-cari alasan, pasti ada juga yang menganggap KPK bermain licik dengan menetapkan BG sebagai tersangka saat namanya sudah masuk ke DPR.

Dalam kondisi seperti ini, saya jadi teringat dengan salah satu menteri di era SBY yang sempat ngopi dan ngorol santai di Kuala Lumpur. Di kesempatan terpisah saya juga sempat ngobrol dengan anggota DPR periode 2009-2014. Keduanya sepakat, bahwa dalam politik semuanya sah, termasuk penjebakan. Hukum tidak peduli apakah itu penjebakan atau tidak, karena saat kita melakukan pelanggaran, itu tetap pelanggaran dan harus dihukum. Ibarat sedang memancing ikan, jangan salahkan pemancingnya, salahkan saja ikan yang memakain kailnya. Pada bahasan ekstra, kalau ada kasus besar yang tidak diusut, bisa jadi karena ikan yang ingin ditangkap ukuranya lebih besar dari perahu KPK (saat itu kami tertawa terbahak-bahak).

Kail dalam politik nasional bisa berupa perempuan atau uang. Jika saya dalam posisi tertentu dan disodori perempuan atau uang, lalu saya menyerah dan memilih menikmatinya, saya bisa dituduh menerima gratifikasi. Tak peduli apakah itu jebakan atau skenario, karena point pentingnya adalah menerima gratifikasi.

Nah, dari cerita singkat ini saya rasa kita semua bisa mengerti. Terlepas ada tidaknya skenario yang dilancarkan kepada Antasari, Abraham Samad, LHI ataupun BG, itu menjadi tidak penting lagi di mata hukum. Salah ya salah.

Jelas tidak lucu jika kemudian hukum dilawan dengan persepsi. Tapi harus diakui, inilah yang sedang terjadi. Dari akar rumput hingga para pakar kini sedang terbelah menjadi dua kubu yang tidak seimbang. Sekali lagi, atas nama persepsi, kubu yang mendukung dan menghormati hukum akan dianggap pendukung koruptor.

Terserah seberapa kuat opinimu, sebarapa bagus pondasi idealismemu, tidak relevan jika hukum dilawan dengan persepsi. Ini sama seperti opini yang dilawan dengan polisi atau caci maki. Hanya orang yang tidak mampu beropinilah yang kemudian menggunakan jalur hukum atas alasan pencemaran nama baik atau menyerang pribadi penulisnya.

Jika ini tentang hukum, mari dilawan dengan hukum, sekalipun ada motivasi dari persepsi yang sudah terlanjur terbentuk. Misalnya: tidak ingin BG dilantik karena memiliki rekening gendut atau koruptor (meski ini belum bisa dibuktikan di sisi hukum), ingin Antasari dan LHI dibebaskan atau ingin Abraham Samad dilepas.

Lupakan sejenak nama lain, karena yang paling kita inginkan adalah pembatalan pelantikan BG dan agar BG dipenjara. Caranya adalah KPK harus memenangkan di pengadilan sesuai jalur hukum dan menemukan bukti-bukti tak terbantahkan untuk memenjarakan BG. KPK harus berhenti membangun persepsi publik dan menggalang dukungan, karena selain tidak ada gunanya, ini berpotensi menimbulkan pergesekan di kalangan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun