****
Hari ini adalah hari ke sepuluh, hari yang aku anggap sial, hari yang sangat tidak beruntung bagiku karena pak Tua itu dengan sengaja masuk ke dalam rumah saat pintu terbuka ketika aku selesai menyapu. Dengan perasaan kalut dan takut, terpaksa dengan berat hati aku memintanya untuk duduk di ruang tamu.
"Silahkan duduk bapak."
"Terima kasih ya Nak."
"Ada yang bisa saya bantu bapak?"
"Tidak ada Nak. Saya hanya mau pamit pergi dan mengucapkan terima kasih sudah memberi makan dan minum setiap hari."
"Owh iya bapak, sama-sama. Terima kasih banyak. Tapi..."
"Tapi.... Bapak tidak akan mengajak saya pergi kan?"
Pak Tua itu tersenyum padaku, sepertinya ia ingin membantah apa yang menjadi beban pikiranku selama lebih dari seminggu ini.
"Nak, tenang saja. Saya tidak akan membawamu pergi. Saya datang kesini hanya ingin mengubah stigma buruk orang-orang tentang pak Moel atau orang sepertinya, termasuk orang seperti saya. Saya juga ingin agar warga disini sadar bahwa kematian itu ditangan Tuhan, bukan ditangan seseorang. Kalaupun ada orang asing bertamu kemudian ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal, itu karena kebetulan saja."
"Owh... oh baik bapak. Maafkan pikiran buruk saya selama ini kepada bapak."