"Kau jahat Tuhan, kenapa malah hujan. Aku kan mau keluar, gimana sih, katanya Maha Tahu, kok sama keinginanku saja Kau tak Tahu," seruku.
Aku terpaksa menerobos hujan deras disertai dengan angin kencang, beberapa pohon tumbang dan jalanan penuh lumpur menuju rumah seorang wanita tua tak jauh dari rumahku.
"Nenek, Nenek... Apa Nenek ada di rumah?" aku mengetuk pintu rumah dengan sangat keras.
"Kok nggak pake salam seperti biasanya. Biasanya Syira kan tak pernah lepas salam. Selalu dengan salam kalo ketemu Nenek ataupun yang lain." Balas Nenek setelah membukan pintu.
"Nggak apa-apa Nek. Aku lagi ngambek sama Tuhan. Dia tak pernah sekalipun memenuhi keinginanku. Bahkan dengan niat baikku menemui nenek saja, Tuhan tak menghentikan hujannya meskipun sebentar. Jadi, males lah Nek ngucapin salam, lagian salam isinya doa kebaikan yang tak pernah aku dapatkan."
"Loh, kok bisa sih Syira ngambek sama Tuhan hanya gara-gara hujan tidak berhenti?"
"Bukan hanya hujan Nek, tapi hampir semua keinginanku tak pernah diwujudkan sama Tuhan."
"Kamu dikasih hidup saja sudah seharusnya bersyukur Ra, kok malah ngambek hanya gara-gara keinginan Syira tidak dikabulkan."
"Yaaaaaah Nenek saja nggak tahu sih. Padahal gara-gara keinginanku tak pernah dikabulkan, aku ingin mati rasanya."
"Maksud Syira itu apa?" tanya nenek sambil mengajakku masuk ke dalam rumahnya.
"Ini teh, Nenek baru buat. Minum saja dulu, siapa tahu Syira tidak jengkel lagi sama Tuhan."
"Capek lah Nek. Percaya Tuhan tapi Tuhan tak pernah mempercayaiku. Bahkan saat ingin mati pun, tak pernah dikabulkan. Aku mau jadi Atheis saja kalau gitu. Hidup suka-suka aku saja."
"Syira serius berkata begitu?"
"Serius lah Nek. Masak aku bohong. Mulai detik ini aku Atheis."
"Ya sudah, nenek nggak mau minta Syira ini dan itu. Apa yang ingin Syira lakukan, lakukan saja. Syira juga boleh coba dulu jadi Atheis. Kalau sudah tahu rasanya, Syira boleh kok kembali sama Tuhan. Tuhan itu Maha Pemaaf dan Penyayang kok."
*
Hari ini cerah sekali, matahari bersinar lembut menyinari, menghangatkan, sama seperti diriku yang semakin cerah akhir-akhir ini.
"Nek, nenek. Neneeeeeek!" teriakku.
"Waaaaah Syira. Tumben lama sekali Syira nggak kesini. Biasanya tiap minggu kan, menjenguk nenek."
"Iya maaf Nek. Aku sibuk bersenang senang Nek, karena Aku benar-benar bebas setelah tak ber-Tuhan. Aku Bisa melakukan apapun yang aku suka dan memenuhi semua keingananku tanpa harus meminta sama Tuhan."
"Syira Serius?" tanya Nenek heran.
"Iya Nek."
"Memang semua keinginan Syira sudah terpenuhi?"
"Betul Nek."
"Nenek tanya lagi ya sama Syira. Beneran semua keinginan Syira terpenuhi?" nenek memastikan.
"Bener Nek. Semua yang aku inginkan bener-bener bisa aku dapatkan."
"Coba Syira kasih Contoh seperti apa?"
"Beberapa hari yang lalu, aku ingin makan ayam crispy seperti yang diiklan TV, ternyata ada tetangga yang membelikannya Nek. Maklumlah Nek, aku kan nggak pernah makan ayam seperti itu. Rasanya ueeenak poll."
"Hanya itu?" tanya Nenek keheranan.
"Bukan itu saja Nek. Kalau nggak salah, seminggu yang lalu aku kan ingin jalan-jalan ke kota naik mobil. Duduk di depan di sebelah sopir biar bisa bebas ngeliatin jalanan. Eh nggak taunya, tetangga malah ngajak aku jalan-jalan ke kota buat beli ayam crispy."
"Trus?" tanya Nenek semakin heran.
"Aku pengen tidur di hotel pun, akhirnya terpenuhi Nek. Setelah membeli ayam crispy, tetanggaku mengajak aku ke pantai dan bermalam di hotel berbintang dekat pantai Nek. Rasanya sungguh luar biasa nikmat tidur di kamar ber AC, Kasur empuk lengkap dengan makanan dan minumannya yang tersimpan rapi di kulkas Nek."
"Apa ada lagi keinginan Syira yang memang bisa diwujudkan hanya karena Syira tak ber-Tuhan?"
"Ada Nek. Setelah aku bermalam di hotel berbintang. Aku juga diajak ke mall Nek. Aku bisa melihat dengan kepala mataku sendiri mall itu seperti apa. Jadi gak penasaran lagi dengan mall yang aku tahu dari nonton drama di TV di rumah tetangga."
"Lalu, ada lagi?"
"Ada Nek!" seru Aku dengan nada suara yang sangat bahagia, seakan duniaku yang selama ini diselimuti kemiskinan dan keinginan yang tak pernah dipenuhi oleh Tuhan, terwujud karena semata-mata aku tidak ber-Tuhan. Padahal sebenarnya, Aku, Nenek, mungkin termasuk yang lainnya, tak tahu betul apa yang direncanakan Tuhan, apakah itu baik atau tidak. Satu hal yang pasti, setiap apa yang menjadi keputusan Tuhan, sudah pasti terbaik, suka ataupun kita membencinya. Tapi kita sering abai, karena ego dan keinginan
"Nek, saat di mall itu ya. Aku bahagia sekali melihat banyak cowo-cowo tampan kayak bintang-bintang Korea. Aku benar-benar tak bisa berkedip melihat mereka semua."
"Kayak Syira pernah ke korea saja," celetuk Nenek dengan senyuman.
"Bukan hanya itu saja Nek. Setelah dari mall aku diajak jalan-jalan lagi sama tetanggaku itu. Aku diajak bermain di tempat wisata yang luar biasa keren Nek. Aku bermain itu Nek, yang seperti kereta, jalannya berputar-putar tidak karuan. Bikin pusing dan mual. Tapi benar-benar menyenangkan Nek."
"Ooh...."
"Selain itu Nek, aku juga sempet nyobain masuk ke rumah berhantu. Aku sempat berpikir disana banyak kuburan, pohon angker dan juga hantu yang bergentayangan. Setelah tiba di dalam, eh aku malah bahagia Nek. Ternyata di dalam tak semenakutkan seperti yang aku pikirkan. Justru aku tertawa terbahak-bahak melihat kuntilanak yang nakut nakutin justru takut sama aku Nek."
"Beneran? Kok bisa?" balas Nenek yang sedang asik membuat ramuan.
"Beneran Nek. Bahkan bukan hanya kuntilanak, ada juga pocong pas nakut-nakutin aku, dia malah lari terbirit-birit, sampe terkencing-kencing ke kostum pocongnya itu Nek."
"Mereka takut mungkin karena Syira nyimpen sesuatu waktu itu?" gerutu Nenek.
"Eeeem...Iya ya. Mungkin karena jimat yang diberikan Nenek kali ya. Mereka semua jadi takut sama aku nek."
"Bisa jadi. Karena jimat itu memang dibuat sebagai penangkal."
"Iya betul Nek. Mungkin karena jimat Nenek yang selalu aku bawa kemana-mana."
"Owh iya Nek. Ada lagi. Setelah dari taman bermain. Tetanggaku itu, mengajaku ke tempat ramai sekali Nek. Tempatnya bising, banyak orang, pria dan wanita campur jadi satu joged-joged Nek. Bahkan ada yang sampai lepas baju, hanya tersisa BH dan rok super pendek."
Nenek diam saja meskipun dia tahu bahwa tempat itu adalah diskotek.
"Syira ngapain disana? Nggak aneh-aneh kan?" tanya Nenek dengan serius.
Aku terdiam, sepertinya kesulitan untuk memulai cerita yang pas buat Nenek, apa yang sebenarnya aku lakukan di diskotek.
"Anu Nek. A...nu Nek. Eeeem...Anu Nek."
Melihat sang cucu gelagapan untuk menceritakan apa yang sebenarnya dilakukan, Nenek dengan tanggap memulai kembali pembicaraan.
"Syira boleh kok melakukan itu semua. Boleh kok selama Syira masih Atheis!" Memastikan agar aku bisa menceritakan semuanya pada Nenek.
Kemudian, dengan malu-malu aku menceritakan apa yang terjadi di diskotek.
"Nek, aku minum-minuman beralkohol disana. Aku mabuk-mabukan sambil goyang-goyang ngikuti alunan musik. Lalu, tak seberapa lama, tetanggaku itu menarik lenganku dan mengajakku ke kamar."
"Memangnya ngapain di kamar?"
"Setelah menutup pintu, tetanggaku itu mulai memelukku Nek. Kemudian dia mulai menciumiku. Aku membalas ciumannya itu. Lalu dia mulai meraba-raba dan meremas-remas payudaraku Nek. Aku semakin menikmatinya. Aku semakin nyaman ketika tangan tetanggaku itu mulai menggerayangi semua bagian tubuhku. Apalagi ketika dia menyentuh kemaluanku. Aku sangat menikmatinya Nek. Terlebih lagi ketika dia mulai menjilati dadaku, kemudian pusar dan kemaluanku. Aku semakin merasa benar-benar seperti di surga Nek. Waktu terasa berjalan begitu lambat, kadang jadi begitu cepat.
Apalagi ketika dia memasukkan sesuatu pada kemaluanku, dan membuatnya maju mundur, perlahan, pelan dan semakin cepat sampai nafas tersengal-sengal. Luar biasa sekali Nek, benar-benar. Aaaaaaaaaaah pokonya tidak bisa aku ungkapkan. Rasanya aku ingin kembali mengulanginya. Pengen banget Nek. Kalau seandainya bisa aku lakukan sepanjang waktu maka akan aku lakukan itu. Lebih-lebih kalau misalkan melakukannya dengan orang lain, orang yang berbeda, bergantian. Waaah, diotak saja rasanya sungguh luar biasa. Apalagi sampai dilakukan. Woooow, pasti nikmatnya tiada tara."
"Memang Syira mau melakukan itu?"
"Iya Nek. Mau banget Nek. Aku ingin mengulanginya lagi dan lagi, setiap hari, gonta-ganti laki-laki."
"Yakin Syira benar-benar mau melakukan itu. Apa Syira tidak menyesal dengan apa yang Syira lakukan?"
"Nggak sama sekali Nek. Bahkan selamanya aku ingin melakukan seperti yang telah aku alami selama sebulan ini Nek."
"Baiklah. Nenek restui kamu. Lakukan apa yang bisa membuat Syira senang dan nyaman, sebelum akhirnya Syira kembali ber-Tuhan."
"Tapi Nek!"
"Nggak apa Ra. Selama Syira tidak menyebut nama Tuhan, seperti berdzikir, semua yang Syira lakukan, sudah pasti benar. Ketika makan ayam crispy, makan saja langsung. Tidur di hotel, ya sudah bersenang-senang saja di dalam. Atau ketika Syira main di mall, taman bermain atau ke diskotek, selama Syira Atheis dan tak menyebut nama Tuhan, itu sudah benar."
"Maksudnya Nek?" Aku merasa heran atas jawaban Nenek dan menerka-nerka apa yang dimaksudnya.
"Gini Ra. Nenek, Ayahmu, ibumu dan semua keluarga kita itu memang Atheis. Kita tidak percaya Tuhan. Kita semua membangkang terhadap apa yang menjadi keputusanNya. Kita tak mau direndahkan oleh manusia yang Tuhan ciptakan. Karena Nenek dari Nenek moyang kita itu dulu pernah diperintah untuk bersujud pada Adam yang dibuat dari tanah. Sedangkan kita itu dibuat dari api. Masak iya kita mau patuh dan tunduk gitu saja. Sedangkan kita itu makhluk paling mulia."
"Trus Nek?"
"Sejak saat itu, kita bersumpah untuk melakukan apa saja agar manusia lupa sama Tuhan, bahkan kalau bisa, mereka menjadi orang yang tak ber-Tuhan atau Atheis. Jadi, selamat ya untuk Syira. Meskipun ayah dan ibumu pergi entah kemana untuk menjalankan tugasnya agar semua manusia tersesat, Syira justru bisa melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan sebagai generasi pembangkang Tuhan."
"Kita kafir dong Nek?"
"Syira, Mereka lah yang percaya Tuhan yang kafir." Raja Iblis kemudian muncul dari belakangku dan mengucapkan selamat atas naluri alamiahku yang mulai muncul setelah sekian lama Aku mencari jati diri yang sebenarnya.
"Lalu, wanita miskin itu, wanita yang menjadi wadahku Nek?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H